Peran Guru Krusial di Masa Pandemi, Perlu Ubah Pola Perilaku Siswa untuk Pahami Prokes

Pengamat kebijakan pendidikan Universitas Gadjah Mada (UGM), Agustinus Subarsono MSi MA PhD mengatakan sebelum dan sesudah pandemi Covid-19 peran

Penulis: Ardhike Indah | Editor: Kurniatul Hidayah
dok.istimewa
ilustrasi berita pendidikan 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Ardhike Indah

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Peran guru masih sama seperti sebelum pandemi Covid-19 melanda.

Pengamat kebijakan pendidikan Universitas Gadjah Mada (UGM), Agustinus Subarsono MSi MA PhD mengatakan sebelum dan sesudah pandemi Covid-19 peran utama guru tetap sama yaitu mendidik karakter dan transfer ilmu pengetahuan pada anak didik.

Menurutnya, guru mampu mendidik karakter anak agar menjadi pribadi yang jujur, percaya diri, memiliki komitmen dan lain-lain.

Baca juga: Dua Atlet Para Angkat Berat DIY Wakili Indonesia di Ajang Asian Youth Paragames

Sedangkan, melakukan transfer ilmu pengetahuan agar anak didik memiliki tingkat kognitif yang lebih tinggi.

“Di dalam masa pandemi ini, ada satu peran lagi yang dibebankan guru yaitu soal mengubah pola perilaku siswa,” ungkapnya, Kamis (25/11/2021).

Menurutnya, guru bisa memberi contoh agar kebiasaan siswa bisa menerapkan protokol kesehatan (prokes) ketat dan terhindar dari virus corona.

Ia menilai pembentukan karakter anak memang sulit dilakukan apabila kegiatan belajar mengajar masih dilakukan secara daring.

Dengan beberapa kelemahan, disebutnya, guru tetap bisa mengajarkan tepat waktu pada siswa, memberikan tugas-tugas dengan memberi sanksi bagi mereka yang tidak disiplin dan tidak mengumpulkan tugas dan lain-lain.

“Artinya dengan berbagai inovasi yang dilakukan guru tetap bisa dilakukan. Meski tidak seoptimal jika tatap muka," ucap dosen Departemen Manajemen dan Kebijakan Publik, Fisipol UGM itu.

Melalui platform digital, kata Subarsono, guru tetap bisa mengajar dan memberi tugas secara kelompok.

Bisa juga diajar kepada siswa-siswa berbagai bentuk permainan-permainan yang berisi soal kejujuran, integritas, kerja sama dan lain-lain.

Sehingga dari metode semacam itu bisa terlihat siswa yang aktif dan dominan menguasai permainan.

Inovasi juga bisa dilakukan guru dalam pembelajaran membentuk karakter dengan memutar short video.

Short video yang menunjukkan karakter penting dari seorang tokoh yang ditayangkan dalam video tersebut, misalnya short video tentang nilai Kepahlawanan Sudirman atau Hamengku Buwono IX dan lain-lain.

“Setelah melihat tayangan masing-masing siswa diajak untuk berpendapat bagaimana persepsi mereka terhadap video tadi,” jelasnya.

Sehingga, guru tidak menggunakan cara konvensional atau mengajar satu arah.

Agar pencapaian pendidikan karakter optimal, kata Subarsono, semestinya dalam pembentukannya tidak hanya dibebankan pada guru dan sekolah semata tetapi harus melibatkan anak dan orang tua. Karena keberadaan anak saat ini lebih lama bersama orang tua.

Dengan begitu, orang tua memiliki tanggung jawab lebih besar terhadap pembentukan karakter sejak anak usia dini.

Bersama orang tua bisa diajarkan kejujuran, kedisiplinan, empati, toleransi dan kerja sama diantara anggota keluarga.

Baca juga: Ambisi Widadi Karyadi, Pesepak Bola 49 Tahun Eks PSIM Yogyakarta yang Kini Perkuat PS HW UMY

“Semua bisa dibangunan dalam sebuah keluarga, misalkan memberikan tugas anak untuk menghidupkan lampu tiap sore, anak yang lain diberi tugas menyapu halaman, menyapu dalam rumah dan sebagainya. Ini upaya bagaimana menyiapkan anak memiliki tanggung jawab dalam rumah dan orang tua bisa melakukan itu," terangnya.

Cara-cara semacam itu, menurut Subarsono, adalah langkah nyata melibatkan orang tua dalam pendidikan.

Sebab, di saat sekolah tatap muka sebelum pandemi bagi guru cukup memberikan pekerjaan rumah, dan pekerjaan-pekerjaan rumah yang dibebankan pada siswa harus mendapat tanda tangan dari orang tua. (ard)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved