Solusi Pelayanan Kesehatan Secara Digital, ADINKES Tandatangani MoU dengan Sehati TeleCTG
Kepala Asosiasi Dinas Kesehatan Seluruh Indonesia (ADINKES) Indonesia, M Subuh bersama Co-Founder dan Chief Business Development Officer Sehati Group
Penulis: R.Hanif Suryo Nugroho | Editor: Kurniatul Hidayah
TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Kepala Asosiasi Dinas Kesehatan Seluruh Indonesia (ADINKES) Indonesia, M Subuh bersama Co-Founder dan Chief Business Development Officer Sehati Group, Anda Sapardan melakukan penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) terkait upaya bersama dalam mengoptimalkan penggunaan teknologi dalam menurunkan kematian ibu dan bayi serta pencegahan stunting di Hotel Sahid Jaya Yogyakarta, Selasa (2/11/2021) malam.
Digitalisasi pelayanan kesehatan diyakini mampu menekan risiko kesehatan akibat keterlambatan penanganan serta akselerasi pemerataan kualitas pelayanan kesehatan dalam bidang maternal, terutama di daerah-daerah 3T (Terdepan, Terpencil dan Tertinggal).
Apalagi, saat ini tersisa 1.000 hari untuk mengejar dan mengoptimasi bonus demografi 2045 dan Sustainable Development Goals (SDGs) 2030.
Baca juga: Catatkan 11 Kasus Baru Covid-19, Dinkes Gunungkidul Pastikan Tak Ada Klaster
Hal tersebut diungkapkan Co-Founder dan Chief Business Development Officer Sehati Group, Anda Sapardan, dalam Semiloka Nasional Penguatan Perencanaan dan Pelaksanaan Upaya Kesehatan Menuju Indonesia Sehat Pasca Pandemi Covid-19 dari tanggal 2-5 November 2021, sekaligus penandatanganan Mou dengan ADINKES.
"Sangat urgent, dengan tersisanya waktu yang hanya tinggal sekitar 1000 hari utk mengejar bonus demografi 2045 dan SDGs 2030, dimana penurunan AKI, AKB dan Stunting menjadi komponen utamanya," ungkap Anda.
Sebab itu, Anda Sapardan menilai akses kesehatan berbasis teknologi informasi harus dibuka seluas-luasnya dan secepatnya.Dengan langkah tersebut, maka akselerasi pemerataan kualitas pelayanan kesehatan khususnya kesehatan maternal bisa tercapai.
"Teknologi yang mumpuni menjadi tools yang sangat penting untuk memungkinkan terjadi pemerataan pelayanan kesehatan berkualitas untuk kesehatan maternal," jelas Anda.
Apabila penerapan pemanfaatan teknologi kesehatan maternal ini bisa dimaksimalkan, maka salah satu dari enam building blocks WHO yakni health information system bisa dicapai.
Artinya, dengan penguatan sistem kesehatan ini akan mampu mendorong upaya preventif, efisiensi yang pada akhirnya terkait erat kepada peningkatan kualitas pelayanan dan juga pembiayaan kesehatan yang lebih terstruktur dan ekonomis.
Sebagai satu di antara solusi yang ditawarkan pihaknya, produk alat kesehatan maternal berbasis Internet of Medical Think (IoMT) yang diberi nama TeleCTG. Produk CTG hasil inovasi anak negeri ini menjadi yang pertama di dunia yang mampu mendiagnosa risiko kematian ibu, bayi dan stunting lebih dini.
Sehingga, diharapkan Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Bayi (AKB) dan Stuntiny bisa ditekan hingga terbentuk generasi yang sehat. Bagi Anda, dengan diterapkannya teknologi informasi dalam produk alat kesehatan, semua stakeholders akan diuntungkan.
Akan tetapi, tentu saja yang paling menikmati keuntungan tersebut adalah ibu dan anak dengan fungsi deteksi dini, pencegahan dan telemonitoring-nya.
"Platform ini juga memungkinkan terjadinya kolaborasi antar profesi (bidan dan dr. Obgyn), pengambil kebijakan (puskesmas, dinkes, pemerintah, ataupun institusi lain) untuk demand planning dan predictive analysis serta membuat evidence-based policy, asosiasi profesi dan pendidikan untuk penelitian, dan lain-lain," jelasnya.
Dijelaskannya, ada empat komponen penting yang harus disiapkan untuk mengakselerasi transformasi digital khususnya di bidang kesehatan maternal.
"Pertama, institusi yang berkomitmen untuk membuat kebijakan yang mengarah pada percepatan transformasi digital. Ke dua, yakni Sumber Daya Manusia (SDM). SDM menjadi penting untuk terus ditingkatkan kualitasnya. Melalui pelatihan inklusi digital, maka perlahan para tenaga kesehatan akan terlatih melakukan proses digital," jelasnya.