Disambangi KPK, Pemkot Yogya Diminta Perbaiki Kinerja di 4 Sektor Ini
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendorong Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta untuk melakukan perbaikan kinerja di segala aspek
Penulis: Azka Ramadhan | Editor: Hari Susmayanti
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendorong Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta untuk melakukan perbaikan kinerja di segala aspek. Khususnya, di triwulan terakhir, menjelang penghujung tahun ini.
Hal tersebut dipaparkan lembaga anti rasuah itu, ketika mendatangi Balai Kota Yogyakarta, untuk menggelar MCP (Monitoring Centre for Prevention), Rabu (27/10/2021).
Wali Kota Yogyakarta, Haryadi Suyuti mengungkapkan, melalui kegiatan tersebut, pihaknya dapat melihat kinerja Pemkot Yogyakarta dari kacamata KPK, dan inspektorat. Ia pun menyadari, banyak sektor yang perlu diperbaiki.
"Jadi, ini bagian dari kinerja kami yang selalu dilihat, dan dipantau progresnya. Nah, di bulan Oktober ini, masih ada yang perlu kita perbaiki bersama-sama," jelasnya..
Beberapa hal yang perlu mendapat sentuhan perbaikan, antara lain soal optimalisasi pajak, pengadaan barang dan jasa, sumber daya manusia, serta pengawasan aset.
Hanya saja, Haryadi mengakui, pandemi virus corona yang melanda hampir dua tahun terakhir ini, membuat capaian pajak tak maksimal.
Terutama, di sektor jasa akomodasi wisata, yang mengalami dampak sangat signifikan.
"Kita di masa pandemi ini harus dimaklumi ada penurunan yang cukup besar. Tapi, begitu ada kenaikan, ya laporkan, jangan sembunyi-sembunyi. Kita menarik pajak itu kan sesuai dengan ketentuan yang ada," ujar Wali Kota.
Baca juga: Dorong Peningkatan Lama Tinggal Wisatawan, Wali Kota Yogyakarta: Harus Diikuti Spending Money
Baca juga: Novel Laporkan Lili ke Dewas, Wakil Ketua KPK Diduga Komunikasi dengan Kontestan Pilkada
Dengan kondisi pariwisata yang mulai bergeliat, seiring diterapkannya PPKM Level 2, otomatis para penyedia jasa, baik hotel atau restoran, dipastikan mengalami kenaikan income. Praktis, kewajiban pajak harus diperharikan.
"Uang dari para tamu itu kan sebagian titipan untuk warga masyarakat. Misalnya, ada orang belanja habis Rp100 ribu, dari situ ada pajak yang harus disetorkan," katanya.
"Jadi, jangan sepenuhnya dianggap sebagai income. Itu transaksinya baru Rp100 ribu, bagaimana kalau miliaran? Kan (pajaknya) bisa dimanfaatkan untuk kepentingan, dan kesejahteraan masyarakat," pungkas Haryadi. (Tribunjogja)
