Buat Kerajinan Dekorasi, Karya Warga Karangmojo Gunungkidul Tembus Pasar Nasional
Dekorasi pesta pernikahan kini menjadi lahan bisnis yang menggiurkan. Meski tampaknya sepele, namun dekorasi dalam hajatan pernikahan sangat
Penulis: Alexander Aprita | Editor: Kurniatul Hidayah
TRIBUNJOGJA.COM, GUNUNGKIDUL - Dekorasi pesta pernikahan kini menjadi lahan bisnis yang menggiurkan. Meski tampaknya sepele, namun dekorasi dalam hajatan pernikahan sangat mempengaruhi kemeriahan acara.
Peluang itulah yang dilihat oleh Ananto Sumardani (46), warga Pedukuhan Kayu Walang, Kalurahan Wiladeg, Karangmojo, Gunungkidul. Ia membuat produk hiasan yang bisa dijadikan bagian dari dekorasi pernikahan.
Produk yang ia buat kebanyakan berupa tutup serta wadah lampu meja. Produk tersebut dibuat mengandalkan bahan baku kawat, kain dekorasi, hingga kain brokat.
"Itu saya jual dengan harga beragam, mulai Rp 25 ribu hingga Rp 700 ribu per unit," kata Ananto ditemui wartawan belum lama ini.
Baca juga: Pemkot Yogyakarta Gulirkan Program Vaksinasi Covid-19 Kita Jaga Kyai, Sasar Kalangan Pesantren
Pasarnya pun kini tak main-main. Ia kini sudah memiliki pelanggan tetap dari Aceh hingga Papua, sebagian besar merupakan penyedia jasa persewaan dekorasi dan dijual kembali oleh reseller kerajinan.
Ananto menuturkan, usahanya tersebut baru dirintis sekitar 2-3 tahun lalu. Kemampuan membuat kerajinan dekorasi tersebut didapatnya saat bekerja dengan orang.
"Awalnya bekerja di sana, lalu saya memutuskan buka usaha sendiri," ujarnya.
Saat memulai usahanya itu, Ananto melakukan penjualan secara otodidak. Ia mengandalkan grup jual-beli khusus kerajinan yang ada di media sosial Facebook.
Berawal dari situlah, peminat produk karyanya semakin banyak. Bahkan setahun setelah dirintis, pesanan naik signifikan hingga akhirnya ia agak kewalahan.
"Akhirnya saya melibatkan sekitar 20 tenaga dari lingkungan sekitar untuk memenuhi permintaan tersebut," jelas Ananto.
Adapun seluruh bahan ia dapatkan di sekitaran DIY hingga Jawa Tengah. Seperti kawat hanya dibelinya dari toko bangunan, sedangkan kain dekorasi dan kain brokat dibelinya dari toko penyedia kain di Kota Yogyakarta dan Solo.
Kawat digunakan untuk membentuk struktur dasar pola. Setelahnya kawat dilas dan dicat. Barulah potongan kain diaplikasikan pada pola kawat tersebut.
Ananto mengatakan ia biasanya mengirimkan lebih dari 100 produk dalam sehari. Namun jumlah itu tercatat saat sebelum pandemi COVID-19 menerpa.
"Saat pandemi kan ada pembatasan hajatan, otomatis omset juga turun sampai 60 persen," ungkapnya.
Normalnya saat sebelum pandemi, Ananto bisa mendapatkan omset Rp 15 juta hingga Rp 20 juta dalam seminggu. Omset tersebut kemudian dipangkas untuk biaya operasional tenaga pengerjaan sekitar Rp 10 juta dalam seminggu.
Baca juga: Angka Kematian Covid-19 Masih Tinggi, Sleman Masih PPKM Level 4