Kritik Mahasiswa Lewat Julukan Khusus Bagi Presiden, Wapres Hingga Ketua DPR

Kritik Mahasiswa Lewat Julukan Khusus Bagi Presiden, Wapres Hingga Ketua DPR

Editor: Hari Susmayanti
KOMPAS.com/bem unnes
Aksi protes BEM Unnes 

Selanjutnya pada poin kedua, Unnes menyatakan bahwa pihaknya menghargai kebebasan berpendapat mahasiswa dengan tetap memperhatikan etika dan nurani.

Meskipun demikian, pihak Unnes menyayangkan unggahan-unggahan di media sosial yang bernuansa penghinaan dan ujaran kebencian, bukan bernuansa akademik perguruan tinggi.

Oleh karena itu, Unnes melalui Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan pun berjanji akan melakukan pembinaan pada BEM Unnes.

"Unnes akan melakukan pembinaan pada BEM Unnes untuk melakukan unggahan edukatif dan menghindari unggahan yang bernuansa penghinaan dan ujaran kebencian," demikian poin berikutnya.

Diawali kritik BEM UI

Beberapa hari sebelumnya, kritikan terhadap pemerintah melalui akun resmi BEM juga dilakukan oleh BEM kampus lainnya. BEM Universitas Indonesia (UI) adalah yang pertama kali mendengungkan kritik berupa julukan kepada kepala negara.

Mereka menjuluki Jokowi sebagai "The King of Lip Service".

Dalam postingan tersebut, BEM UI mengkritik Presiden Joko Widodo yang kerap kali mengobral janji.

Selain itu, postingan itu menyindir berbedanya antara janji dan keputusan yang diambil Jokowi, mulai terkait rindu demo, revisi UU ITE, penguatan KPK, dan rentetan janji lainnya.

"Jokowi kerap kali mengobral janji manisnya, tetapi realitanya sering kali tak selaras. Katanya begini, faktanya begitu. Mulai dari rindu didemo, revisi UU ITE, penguatan KPK, dan rentetan janji lainnya," tulis @BEMUI_Official sambil mengunggah sebuah poster bertajuk "Jokowi: The King of Lip Service", Sabtu (26/6/2021).

Atas aksi tersebut Rektorat UI pun sempat meradang. Kepala Biro Humas dan Keterbukaan Informasi (KIP) UI Amelita Lusia menyebut cara penyampaian yang dilakukan BEM UI kurang tepat.

"Hal yang disampaikan BEM UI dalam postingan meme bergambar Presiden Republik Indonesia yang merupakan simbol negara, mengenakan mahkota dan diberi teks Jokowi: The King of Lip Service, bukanlah cara menyampaikan pendapat yang sesuai aturan yang tepat, karena melanggar beberapa peraturan yang ada," ujar Amelita kepada Kompas.com, Minggu (27/6/2021).

Kendati demikian, Amelita mengklaim pemanggilan ini merupakan bagian dari langkah pembinaan. Saat itu, Presiden Jokowi pun bereaksi atas kritikan tersebut.

Jokowi mengatakan, apa yang disampaikan BEM UI merupakan bentuk dari pembelajaran dalam mengekspresikan pendapat.

"Ya saya kira biasa saja, mungkin mereka sedang belajar mengekspresikan pendapat. Tapi yang saat ini penting ya kita semuanya memang bersama-sama fokus untuk penanganan pandemi Covid-19," ujar Jokowi dalam keterangan persnya melalui YouTube Sekretariat Presiden, Selasa.

Jokowi juga menilai, kritik boleh dilakukan dalam iklim negara demokrasi. Dia menekankan, kritik dari mahasiswa tidak perlu dihalangi oleh pihak kampus.

"Universitas tidak apa, tidak perlu menghalangi mahasiwa untuk berekspresi, tetapi juga ingat, kita ini memiliki budaya tata krama, memiliki budaya kesopansantunan," ucap Jokowi.

Dalam kesempatan yang sama, Kepala Negara juga mengatakan, kritik yang disampaikan BEM UI menjadi satu dari sekian banyak julukan yang diberikan kepadanya.

"Ya itu kan sudah sejak lama ya, dulu ada yang bilang saya ini klemar-klemer, ada yang bilang juga saya itu plonga-plongo, kemudian ganti lagi ada yang bilang saya ini otoriter," ujar Jokowi.

Sumber: Kompas.com
Halaman 4/4
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved