Polemik Penggunaan Lorong Selasar di Kawasan Malioboro Yogyakarta, Ini Kata PPMAY dan Paguyuban PKL
Penggunaan lorong atau selasar di depan toko yang ada di sepanjang kawasan Malioboro Yogyakarta menjadi polemik
Penulis: Miftahul Huda | Editor: Muhammad Fatoni
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Perkumpulan Pengusaha Malioboro Ahmad Yani (PPMAY) meminta selasar atau lorong kawasan pertokoan di Jalan Malioboro-Ahmad Yani ditata ulang, khususnya keberadaan Pedagang Kaki Lima (PKL) di kawasan itu.
Pasalnya, keberadaan PKL yang berdekatan dengan toko itu dinilai oleh kelompok PPMAY telah menyerobot lahan para pemilik toko.
Koordinator PPMAY, KRT Karyanto Purbohusodo, mengatakan pihaknya telah melakukan audiensi dengan Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta sejak November 2020 yang lalu.
Dirinya mengaku telah menemui pemangku kebijakan Pemkot Yogyakarta, selain itu ia juga sudah berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
"Mereka (pemda DIY dan Pemkot Yogyakarta) mengakui bahwa lorong atau selasar yang ada di sepanjang Jalan Malioboro-Ahmad Yani bukan milik pemerintah, melainkan milik toko," katanya, kepada Tribun Jogja, Senin (12/4/2021).
Baca juga: Tanggapi Keluhan Penurunan Omzet Pengusaha Malioboro, Wali Kota Yogya : Kita Carikan Solusi Terbaik
Baca juga: Pengusaha Malioboro Desak Pemkot Yogya Segera Lengkapi Fasilitas Penunjang Pedestrian
Oleh karena itu, hak untuk pengelolaannya sepenuhnya berada pada pemilik toko yang dalam hal ini para kelompok PPMAY.
Pengakuan tersebut, lanjut Karyanto dibuktikan dengan kepemilikan sertifikat sah yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) sesuai perundang-undangan.
"Ada bukti kepemilikan berupa sertifikat sah dari BPN dan sesuai undang-undang," paparnya.
Selain bukti berupa sertifikat hak milik, berdasarkan pemaparan beberapa saksi, dulunya di sepanjang Jalan Malioboro dan Jalan Ahmad Yani tidak terdapat lorong atau selasar.
Barulah sekitar tahun 1974, Wali Kota Yogyakarta pada saat itu memerintahkan kepada pemilik toko untuk merelakan sebagian tokonya dibongkar untuk dijadikan lorong.
"Tujuan pemerintah dan pemilik toko sama sekali tidak ada niatan untuk dijadikan tempat berjualan. Itu tujuannya supaya pengunjung saat hujan tidak kehujanan, dan tidak kepanasan," ujarnya.

Ia menegaskan, siapa pun selain pemilik toko tidak berhak menyewakan atau mengontrakkan serta memperjual belikan lorong toko tersebut.
Lebih lanjut, Karyanto menuturkan, pihaknya akan meminta kepada Pemkot Yogyakarta maupun Pemerintah DIY untuk menata ulang fasad kawasan Malioboro, khususnya selasar kawasan tersebut agar lebih aman, nyaman dan bersih.
"Kami akan bekerja sama dengan Pemkot Yogyakarta dan pemerintah DIY untuk menata fasad, supaya lebih kondusif, aman dan nyaman," tegasnya.
Dari keterangannya, terdapat sekitar 200 anggota PPMAY yang menyuarakan agar para PKL yang berada di sekitaran toko para pengusaha itu untuk berbenah dan mencari tempat lain.