Fenomena Sosial Manusia Silver di Jogja
Pengakuan Manusia Silver di Yogya, Cari Rezeki di Masa Pandemi hingga Kejar-kejaran dengan Petugas
Mereka rela melumuri tubuhnya dengan cat khusus berwarna silver, kemudian mencoba menghibur pengendara yang berhenti di persimpangan jalan
Penulis: Miftahul Huda | Editor: Muhammad Fatoni
Hanya sekitar 15 menit proses mencampur dua jenis bahan itu dapat selesai, dan saat itu juga tubuh Deni yang hanya telanjang dada telah berwarna silver mengkilap.
Siang itu, Deni memilih di simpang empat Jalan Pangeran Diponegoro, Jetis, Kota Yogyakarta.
Deni tak sendirian, ada tiga kawan lain sesama manusia Silver yang mengisi di simpang jalan lainnya.
"Saya hidup di jalan udah hampir 10 tahun. Ya dulu mulainya ngamen, terus ya sekarang Nyilver (manusia silver-red)," terang pria yang mengaku berasal dari Kalimantan itu.
Baca juga: Kisah Asal-usul Kampung Pitu di Gunungkidul, Hanya Dihuni 7 Keluarga hingga Mitos Kepercayaan Warga
Baca juga: Kisah Petrus Adi Utomo, Pengamen Puisi di Parangtritis Hibur Wisatawan Lewat Untaian Kata-kata Indah
Ia mengatakan, awal pertama kali muncul manusia Silver sekitar awal tahun 2020 yang lalu.
Deni belum memastikan siapa orang pertama kali yang mengenalkan manusia silver kepada masyarakat yang kini menjadi salah satu cara untuk mengamen di jalan.
Kejar-kejaran dengan Satpol PP
Pria berambut ikal itu mengaku jika apa yang dilakukannya melanggar peraturan daerah (Perda) DIY yang mengatur tentang gelandangan, pengamen dan pengemis.
Seringkali dirinya harus kejar-kejaran dengan petugas penegak hukum Satpol PP DIY maupun Satpol PP Kota Yogyakarta.
"Udah biasa kalau kayak gitu. Kejar-kejaran dengan petugas. Saya juga sering tertangkap dan dibawa ke penampungan gelandangan dan pengemis," ungkap Deni.
Meski begitu, dirinya kembali turun ke jalan setelah kurang lebih 14 hari di penampungan Dinas Sosial (Dinsos) DIY.
Alasannya, fasilitas yang diberikan oleh pihak Dinsos tidak layak bagi dirinya dan teman-teman sesama manusia silver lainnya.
"Karena enggak betah. Ya bagaimana, kami dicampur sama orang gila. Tidur desak-desakan, ya mending ke jalan lagi aja," tambah Deni.
Apa yang dilakukannya di jalan sebagai manusia silver diakui olehnya sebuah keterpaksaan demi memenuhi kebutuhan hidup.
Langgar Perda