Kabupaten Gunungkidul

Anggaran Terbatas, Budidaya Cabai di Gunungkidul Tak Maksimal

Dinas Pertanian dan Pangan (DPP) Gunungkidul menyebut salah satu faktor yang membuat produksi cabai tak maksimal adalah minimnya anggaran.

Penulis: Alexander Aprita | Editor: Hari Susmayanti
TRIBUN JOGJA/Istimewa
Petani di Karangmojo, Gunungkidul mengecek kondisi tanaman cabai yang rusak akibat curah hujan tinggi. Hal itu memicu tingginya harga cabai di pasaran. 

TRIBUNJOGJA.COM, GUNUNGKIDUL - Dinas Pertanian dan Pangan (DPP) Gunungkidul menyebut salah satu faktor yang membuat produksi cabai tak maksimal adalah minimnya anggaran.

Kepala Bidang (Kabid) Perkebunan dan Holtikultura DPP Gunungkidul, Budi Sudartanto mengungkapkan pihaknya terkendala anggaran yang terbatas.

"Anggaran dalam setahun berubah, bahkan bisa dipangkas sampai 4 kali," katanya dihubungi pada Jumat (05/03/2021).

Menurut Budi, di tahun 2021 ini pusat dan provinsi sudah merencanakan anggaran untuk 100 hektar lahan cabai di Gunungkidul.

Rinciannya 75 hektare untuk cabai keriting dan 25 hektare untuk cabai rawit.

Namun di tengah perjalanan, alokasi dipangkas jadi hanya 50 hektare.

Ia pun mengaku kalang kabut karena persiapan menanam sudah dilakukan.

"Kemampuan anggaran daerah juga terbilang minim, sedangkan petani yang swadaya lebih banyak memilih tanaman holtikultura lain seperti bawang merah," jelas Budi.

Adapun alasannya perawatan bawang merah lebih mudah. Secara fluktuasi harga pun tidak setajam cabai, khususnya untuk cabai rawit.

Baca juga: Ini Penyebab Harga Cabai Rawit di Gunungkidul Melonjak

Meski begitu, Budi mengatakan secara umum terdapat lahan seluas 100-200 hektare yang ditanami cabai. Menurutnya, kebutuhan cabai di Gunungkidul sudah bisa terpenuhi dengan kondisi tersebut.

"Bahkan mampu lebih. Hanya saja saat ini curah hujan sedang tinggi sehingga hasil panen cabai juga kurang," jelasnya.

Kegagalan panen cabai salah satunya dialami para petani di Kapanewon Karangmojo. Mereka pun merugi karena sudah mengeluarkan modal besar.

Arif Sulistyo, salah satu petani mengatakan banyak tanaman cabai yang mati layu. Penyebabnya curah hujan tinggi, membuat asupan air melebihi kebutuhan tanaman.

"Kerusakannya mencapai sekitar 60 persen, dari total sekitar seribu tanaman cabai," ungkapnya pada wartawan.

Menurut Arif, jika kondisi sedang baik para petani bisa memanen 70 hingga 90 kilogram cabai. Namun adanya kerusakan tersebut membuat hasil panen susut jadi hanya 20 kilogram.

Ia pun berharap ada solusi yang ditawarkan, terutama dalam hal pupuk subsidi. Sebab selama musim tanam ini ia dan petani cabai lain membeli pupuk secara swadaya.

"Harga pupuknya sendiri terbilang mahal, sehingga angka kerugiannya bisa lebih tinggi dengan kondisi sekarang," kata Arif. (Tribunjogja/Alexander Ermando)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved