PSTKM
Tanggapan Sekda DIY Terkait Rapat Evaluasi PSTKM dengan DPRD: Semua Hal Terganggu
Sekretaris Daerah (Sekda) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menjawab satu per satu pandangan para wakil rakyat saat melangsungkan rapat
Penulis: Miftahul Huda | Editor: Kurniatul Hidayah
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Sekretaris Daerah (Sekda) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menjawab satu per satu pandangan para wakil rakyat saat melangsungkan rapat evaluasi penerapan kebijakan Pengetatan Secara Terbatas Kegiatan Masyarakat (PSTKM) di Gedung DPRD DIY, Kamis (4/2/2021).
Dalam dialognya, Aji sapaan akrabnya ini menjelaskan, terkait pemberlakuan jam operasional tempat usaha, menurutnya hal itu sudah menjadi ketentuan dari pemerintah pusat.
Namun demikian, dirinya memiliki alasan tersendiri terkait mengapa perlu pemberlakuan jam malam khususnya di tempat usaha baik itu kafe maupun warung makan, serta pusat perbelanjaan.
"Karena pada jam-jam itu warung-warung dan kafe menjadi tempat berkerumun dibandingkan saat jam siang," katanya, di hadapan para anggota dewan.
Ia menambahkan, apabila pembatasan jam operasional sesuai PSTKM pada pukul 20.00 masih dirasa mengganggu, pihaknya tidak keberatan apabila hal itu dijadikan bahan evaluasi dalam mengambil kebijakan selanjutnya.
• Catatan Akhir Tahun 2020 LBH Yogyakarta, Kasus Kekerasan Seksual Marak Terjadi
Akan tetapi, dirinya menegaskan bahwa semua sektor jelas terganggu dengan setiap kebijakan yang dikeluarkan di masa pandemi COVID-19 saat ini.
"Semua hal terganggu, dan itu tugas kami koordinasi dengan Kabupaten/Kota dan ini menjadi perhatian kami," imbuhnya.
Terkait pengambilan kebijakan sepenuhnya dilaksanakan oleh pemerintah DIY dalam penanganan COVID-19 ini, secara prinsip pemerintah DIY bisa melakukan hal itu.
"Tetapi kami tidak bisa melarang pemerintah Kabupaten/Kota membuat keputusan. Meski SK Gubernur telah terbit," tegas Aji.
Menanggapi desakan dewan agar pemerintah DIY segera memanfaatkan gedung JEC dan hotel Mutiara, Aji menjelaskan pemerintah DIY musti berhitung dengan kesiapan tenaga kesehatan (nakes) yang bersiaga nantinya.
Selama ini, lanjut Aji, pengadaan shelter dipusatkan di tingkat regional tertentu.
Menurutnya pemerintah DIY lebih memaksimalkan pengadaan shelter dimaksimalkan di desa-desa.
"Pengadaan shelter di desa-desa supaya puskesmes lebih dekat dalam memberikan pelayanan," ungkapnya.
Di waktu yang sama, Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Kasatpol PP) DIY Noviar Rahmad menambahkan, pasca audiensi pekerja informal yang meminta untuk kelonggaran waktu operasional pelaku usaha kuliner kawasan Malioboro, saat itu juga Satpol PP DIY memberikan pengecualian jam operasional khusus bagi pelaku usaha kuliner di kawasan tersebut.
"Pasca audiensi dari pekerja informal itu, malamnya para jajaran kami sudah melakukan kebijaksanaan, bahwa khusus pedagang di Tugu, Malioboro, Keraton, dan Alun-alun tetap penerapan 25 persen tanpa adanya take away," tegas Noviar.
Artinya, para pelaku usaha di empat kawasan primer Kota Yogyakarta tersebut dibebaskan dari jam malam.
"Kami sudah lakukan itu, tinggal kami tunggu kebijakan dari Pemkot/Pemkab saja," ungkapnya.
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD DIY Suharyanto menambahkan, memukul rata pembatasan jam operasional di seluruh sektor usaha dinilai kurang efektif.
Pasalnya, beberapa jenis pelaku usaha ada yang membuka tempat usahanya saat pagi hari, siang hari, bahkan sore hari.
Apabila dipukul rata pembatasan jam malam tepat pada jam 20.00 tentu pedagang yang membuka usahanya sore hari akan kesulitan.
Sehingga, menurut dia pemerintah DIY perlu membuat modifikasi jam operasional agar tidak menimbulkan kecemburuan dari masyarakat.
• Pohon Tumbang dan Atap Terbang Terjadi di Beberapa Titik Kota Yogyakarta
"Kalau warung buka jam tiga sore, ya tutupnya jam sepuluh malam. Jadi jam operasional bisa disesuaikan dengan jam buka warung itu. Itu saya kira lebih proporsional," tegas dia
Ia juga menyampaikan bahwa adanya pemberlakuan jam malam tersebut justru membuat stigma masyarakat menjadikan COVID-19 itu akan ganas saat pukul 19.00
Oleh karena itu, dirinya meminta agar pemerintah DIY tegas dalam menentukan kebijakan.
Hal lain, Suharyanto juga menegaskan kepada pemerintah DIY agar dinas terkait segera mengkaji berapa kemampuan vaksinasi untuk beberapa waktu ke depan.
"Sebenarnya pemerintah DIY punya kemampuan vaksinasi sampai berapa? Kalau warga DIY ada 3,7 juta, berarti kan untuk mencapai herd imun itu sekitar 2,5 juta. Nah, itu skemanya bagaimana?," tandasnya. (hda)