Gending Ladrang Gajah Seno Bikin Penonton Wayang Climen Ki Catur Benyek Terharu

Pentas wayang climen dalam rangka umbul donga almarhum Ki Seno Nugroho menghadirkan dalang Ki Catur Benyek Kuncoro.

Penulis: Setya Krisna Sumargo | Editor: Muhammad Fatoni
Tribun Jogja/ Setya Krisna Sumargo
Ki Catur Benyek Kuncoro 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA – Gending ladrang Gajah Seno karya Ki Joko Porong berkumandang di sela pentas wayang climen di Ndalem Yudonegaran, Jalan Ibu Ruswo, Senin (30/11/2020) malam.

Pentas wayang climen dalam rangka umbul donga almarhum Ki Seno Nugroho menghadirkan dalang Ki Catur Benyek Kuncoro.

Lakonnya Pendawa Swarga.

Ki Catur Benyek ini merupakan adik sepupu Ki Seno Nugroho.

Pengiring dan waranggana terdiri para personil yang selama ini mendampingi almarhum Ki Seno Nugroho di setiap pentasnya.

Tiga tokoh pradonggo atau pengrawit yang kerap disebut Ki Catur Benyek sebagai para dewa kerawitan terdiri Geter Pramudji Widodo, Kiswan Nawaeka, dan Heru Sumantri.

Baca juga: Ini Cerita Lakon Kangsa Lena yang Dimainkan Gadhang dan Gadhing, Putra Ki Seno Nugroho

Baca juga: Putra Ki Seno Nugroho, Gadhing dan Gadhang Tampil Kejutkan Ibunya di Wayang Climen

Empat pesinden yang tampil di pergelaran terdiri Elisha Orcarus Allaso, Orizza, Ayu, dan Prastiwi.

Pentas climen ini didukung penuh Dinas Kebudayaan DIY.

GBPH Yudaningrat menyediakan tempat pentas, berikut perlengkapan wayang, kelir, hingga gamelan yang digunakan.

Ribuan penggemar wayang kulit, fans Ki Seno Nugroho menyaksikan pentas yang disiarkan langsung tiga kanal You Tube, DarJo Channel, TasteOfJogjaDisbud DIY, dan DOF Photografi.

Elisha Orcarus Allaso akan ikut tampil dalam Wayang Climen Lanjutan Pentas Ki Seno Nugroho
Elisha Orcarus Allaso akan ikut tampil dalam Wayang Climen Lanjutan Pentas Ki Seno Nugroho (TRIBUNJOGJA.COM / Setya Krisna Sumargo)

Ungkapan Mengharubiru Penonton

Sesudah jeda babak goro-goro yang menghadirkan Semar, Togog dan Mbilung, Ki Catur Benyek meminta dikumandangkan gending ladrang Gajah Seno.

Langsung ragam komentar mengharubiru berdatangan dari para penonton siaran langsung.

Umumnya mengungkapkan kesedihan, karena teringat pelepasan jenazah almarhum Ki Seno Nugroho, 4 November 2020.

Ladrang Gajah Seno ini memang dikumandangkan persis saat menit-menit pemberangkatan jenazah Ki Seno Nugroho ke makam Semaki Gedhe.

Ini gending yang sangat disukai Ki Seno Nugroho, dan sering ditembangkan saat peralihan adegan, sekaligus waktu istrahat sejenak sang dalang putra Ki Suparman ini.

Baca juga: Kisah Agnes, Sinden Gedruk Wargo Laras yang Ikut Ki Seno Nugroho Sejak Belia

Baca juga: Terungkap, Karakter Wayang Bagong Ala Ki Seno Nugroho Menurut Ki Manteb, Adopsi Gaya Ki Sukron

“Waduh teringat almarhum Ki Seno ... yang telah membuat saya jadi tertarik wayang,” tulis pemirsa bernama akun Simon 81.

“Semua memori terekam, sedih, pilu, nangis,” tulis Rian Andrian.

Nyianom Suwito menyusuli komentar, “Mmetuu sek dilittt .Ra kuat aq.”

“Ya Allaah nangiss ,semoga swargo langgeng,amiin,” tulis Jumiati A.

“Mbiyen krungu gending iki rasane biasa podo gending liyane..........nek saiki trenyuh yen krungu,” tulis Agus Srimulyono.

Ratusan komentar berikutnya menumpahkan perasaan yang lebih kurang sama.

Semua menunjukkan rasa kangen, terharu, dan kehilangan atas kepergian Ki Seno Nugroho.

Lakon Pendawa Swargo Pesanan Gusti Yudha

Lakon Pendawa Swarga secara khusus diminta GBPH Yudhaningrat untuk dipentaskan secara climen, setelah pernah gagal dipanggungkan Ki Seno Nugroho karena bertabrakan jadwal lain.

Karena itu Gusti Yudha meminta lakon ini dipentaskan ulang, sebagai wujud doa mengenang Ki Seno Nugroho.

Pergelaran yang didukung penuh Dinas Kebudayaan DIY ini menurut Ki Catur Benyek merupakan wujud penghargaan Pemda DIY atas kiprah almarhum Ki Seno Nugroho mempopulerkan wayang kulit.

Anak Ki Seno Nugroho, Gading Pawukir dan Nizar menunjukkan wayang pemberian Ki Manteb Sudharsono.
Anak Ki Seno Nugroho, Gading Pawukir dan Nizar menunjukkan wayang pemberian Ki Manteb Sudharsono. (Tribun Jogja// Ahmad Syarifudin)

Lewat konten video DarJo Channel, Ki Catur Kuncoro sebelumnya menjelaskan, pentas ini memang digagas secara khusus.

Ia lalu berkomunikasi dengan manajemen Ki Seno Nugroho dan teman-teman lamanya di grup Wargo Laras.

Putra almarhum Ki Supardi, adik kandung Ki Suparman (alm) ini dulu pernah memimpin Wargo Laras.

Ia semula menawarkan pentas wayang climen digelar di kediaman keluarga almarhum ki Seno Nugroho, namun ada pertimbangan tertentu sehingga belum bisa tergelar di tempat itu.

Tanpa menyebut nama grup, di penjelasan itu Ki Catur Kuncoro menyebut akan melibatkan semua teman Ki Seno Nugroho sebagai pengiring dan waranggononya.

Pentas wayang climen Senin malam di Ndalem Yudhonegaran menjadi momen pembuktian Ki Catur Benyek yang sejak kecil tumbuh besar bersama almarhum Ki Seno Nugroho.

Kisah Seno Nugroho-Catur Kuncoro

Ki Catur Benyek Kuncoro membeberkan masa-masa sulit saat Seno Nugroho muda tergerak menekuni pedalangan.

Jalannya tidak mudah, walau ayahnya, Ki Suparman, saat itu juga tengah moncer sebagai dalang wayang kulit gagrak Yogyakarta.

Cerita panjang lebar Catur Benyek Kuncoro tentang almarhum Seno Nugroho diunggah di channel You Tube Darjo.

Tribunjogja.com, Minggu (15/11/2020), sudah meminta izin Catur Benyek untuk menuliskannya, dan dipersilakan mengutip kisahnya.

Catur Benyek Kuncoro terhitung masih keluarga dekat Seno Nugroho.

Secara silsilah, ia menceritakan tentang kakeknya, Ki Cermo Bancak.

Mbah Bancak ini dalang kondang Yogyakarta pada masanya. Ia juga bisa menari, karawitan, main wayang orang, dan seni tradisional lain.

Dalang Ki Seno Nugroho
Dalang Ki Seno Nugroho (IST)

Nama Bancak menurut Catur Benyek, sebutan yang disematkan orang lain, karena ia dikenal piawai memainkan diri sebagai Bancak dalam pertunjukan bersama sosok Doyok, pasangannya.

“Bancak itu pemain yang mengenakan topeng hitam, Doyok bertopeng putih. Di seni reog atau jathilan, ada sosok Penthul dan Tembem. Nah, kira-kira sama lah seperti itu,” kata Catur.

Nama asli Mbah Bancak itu Cermo Diharjo. Setelah tenar sebagai dalang, ia akhirnya menggunakan nama Ki Cermo Bancak.

Tinggalnya di Mangkukusuman, Kota Yogya.

Mbah Bancak ini menikahi Kasilah, perempuan yang kemudian identik disebut Mbok Cermo. Dari pernikahan itu, mereka dikaruniai dua putra, Suparman dan Supardi.

“Dari Mbok Cermo inilah saya mendapatkan semua cerita masa dulu. Saya lebih sering diasuh Mbok Cermo ini sejak TK, karena bapak dan ibu saya kerap bepergian untuk berkesenian,” ungkap Catur Kuncoro.

Baca juga: Ki Geter Pramudji Tuai Pujian dari Penggemar Wayang Climen Ki Seno Nugroho

Baca juga: Kisah Perjalanan Karier Ki Seno Nugroho Ketika Mulai Digembleng Menjadi Dalang

Dari kedua putranya itu, Suparman dan Supardi, mereka menikah dan dikaruniai putra/putri. Parman memiliki beberapa anak laki-laki, dan Seno Nugroho itu putranya ketiga.

“Pak Pardi punya tujuh anak, satu di antaranya saya ini,” lanjut dalang wayang hiphop ini.

Menurut Catur Benyek, bapak dan pakdenya, jelas tumbuh besar dalam iklim keluarga seniman.

Ada nama besar Ki Cermo Bancak. Seiring waktu, menurut Catur, ada keinginan Ki Cermo Bancak agar anak-anak meneruskan perjuangannya di bidang seni pedalangan.

Pertunjukan wayang kulit
Pertunjukan wayang kulit "Wayang Diponegoro" di Ndalem Yudonegaran, Jalan Ibu Ruswo, Selasa (12/11/2019), menampilkan dalang Ki Catur Benyek Kuncoro. (TRIBUNJOGJA.COM / Setya Krisna Sumargo)

Menurutnya, keinginan itu terlihat saat bagaimana Ki Parman menandai semua instrumen gamelan menggunakan nama Parman-Pardi.

“Pokoknya ada space, entah di cunduk kelir atau cunduk gayor gong, di situ ada nama Parman Pardi. Ini satu cara beliau mengenalkan anak-anaknya kepada publik,” jelasnya.

Menariknya, lanjut Catur Kuncoro, tidak ada edukasi langsung Ki Cermo Bancak kepada kedua anaknya, Parman dan Pardi, soal seni pedalangan.

Kedua bocah itu lebih banyak menekuni ilmu pedalangan lewat menonton pertunjukan wayang, baik ayah mereka atau dalang lain, atau bertanya ke seniman lain.

Pentas wayang climen umbul donga Ki Seno Nugroho oleh Dinas Kebudayaan DIY berakhir tepat pukul 23.59.

Sebagai penutup Ki Catur Benyek mementaskan tarian wayang golek yang memiliki pesan simbolik.

Kepada penonton dan khalayak ramai, tari wayang golek itu bermakna “golekono” (carilah) yang baik, dan buanglah yang buruk.

(Tribunjogja.com/xna)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved