Wawancara Eksklusif

Refleksi 6 Tahun DI Yogyakarta sebagai Provinsi Inklusif, Sejauh Mana Kepedulian Pemerintah?

Namun, selama enam tahun berjalan masih banyak ditemui pelanggaran terhadap hak-hak penyandang disabilitas maupun belum terjalankannya

Penulis: Maruti Asmaul Husna | Editor: Kurniatul Hidayah
IST
Ketua Komite Perlindungan dan Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas DIY 2017-2020 atau disingkat Komite Hak Disabilitas, Drs Setia Adi Purwanta, MPd. 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Maruti Asmaul Husna

TRIBUNJOGJA.COM - DIY telah memiliki Perda Nomor 4 Tahun 2012 tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak-hak Penyandang Disabilitas yang berlaku efektif sejak 2014. Pada 2014 pula, Provinsi DIY telah mencanangkan diri sebagai Provinsi Inklusif. 

Namun, selama enam tahun berjalan masih banyak ditemui pelanggaran terhadap hak-hak penyandang disabilitas maupun belum terjalankannya pengarusutamaan disabilitas di banyak sektor dan instansi. 

Sejauh apa penerapan DIY sebagai Provinsi Inklusif selama ini?

Berikut wawancara eksklusif dengan Ketua Komite Perlindungan dan Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas DIY 2017-2020 atau sering disingkat Komite Hak Disabilitas, Drs Setia Adi Purwanta, MPd. 

Apa definisi inklusif yang perlu dipahami masyarakat? 
Inklusif itu sendiri sebenarnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, persatuan dalam keadilan. Jadi bisa saling menerima dengan keberagaman, saling menghormati, dan saling memberi peran. Jadi masyarakat itu hendaknya urip bareng, iso nompo, dan memberikan peran. Inklusivisme ini harusnya menjadi ideologi, menjadi budaya. PR (pekerjaan rumah) pembudayaan ini yang harus kita garap bersama-sama.

Kapan DIY dicanangkan sebagai provinsi inklusif?
Tahun 2014 itu Ngarso Dalem sudah ngendiko. Pada level gubernur sebenarnya sudah clear, politiknya ada, kebijakannya ada. Yang memang perlu digarap itu pada level tengah. Kadang-kadang banyak yang di tengah ke bawah itu pemahamannya menjadi berbeda. Salah satu contoh, kalau sudah ada aturan tidak boleh menolak difabel di sekolah umum, di bawah belum bisa menerima.

Apa dasar hukum yang mengatur DIY sebagai Provinsi Inklusif? 
DIY ini sudah punya peraturan daerah (Perda) tentang kebudayaan di mana ada falsafah Hamemayu Hayuning Bawono. Kemudian, Perda Nomor 4 Tahun 2012 tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak-hak Penyandang Disabilitas. Ada juga Undang-Undang (UU) Keistimewaan, kemudian juga UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas

Juga Surat Keputusan Gubernur tentang DIY sebagai Provinsi Inklusif. Pemerintah kabupaten/kota juga sudah punya Perda semua tentang pemenuhan hak disabilitas. Sebenarnya semboyan kita sendiri yang Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika itu inklusif. Inklusivisme itu sudah ada di Indonesia sejak zaman Majapahit dengan Bhineka Tunggal Ika. 

Sejauh ini, bagian mana yang paling terpenuhi dari upaya pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas
Kalau yang menjadi parameter adalah Perda Nomor 4 tahun 2012 mau bagaimana pun Provinsi DIY sudah berbenah. Satu contoh yang kemajuannya cukup bagus adalah layanan kesehatan untuk difabel. Jadi difabel ini sudah punya Kartu Jaminan Kesehatan Khusus (Jamkesus). Satu-satunya provinsi di Indonesia yang punya Jamkesus ini baru DIY. 

Namun, karena Perda-nya yang menjadi syarat dapat kartu ini difabel yang miskin dan rentan miskin, ini menjadi persoalan, data tentang miskin dan rentan miskin masih menjadi perdebatan. Saat ini sedang kami garap pembaruan Perda Nomor 4 Tahun 2012, difabel tidak lagi kami bedakan miskin dan rentan miskin. Karena itu susah sekali. Dan ini sudah disepakati. 

Mudah-mudahan Perda-nya bisa terbit tahun depan. Jadi semua difabel dijamin bukan hanya kesehatannya saja, tetapi kebutuhan alat bantunya juga semisal kursi roda, krek, hearing aid, pemerintah daerah menyediakan. 

Bahkan sampai preventifnya. Misalnya, untuk ibu-ibu yang punya anak dengan cerebral palsy, kalau takut anak berikutnya cerebral palsy juga dengan adanya virus TORCH, maka disediakan dana untuk periksa dan vaksin TORCH. DIY sudah mulai menyediakan kuota untuk itu meski jumlahnya belum terlalu banyak. 

Beberapa dokter puskesmas bahkan sudah melatih diri dengan bahasa isyarat. Ini juga suatu problem. Semisal ada pasien difabel yang konsultasi tentang penyakit kanker serviks, tidak mudah untuk menyediakan pendamping bahasa isyarat karena ini ranah privat. 

Bagaimana dengan pemenuhan hak pendidikan kaum difabel
Seperti kita ketahui untuk pendidikan dasar dari TK, SD, SMP itu ada di wilayah pemerintah kabupaten/kota, kemudian untuk SMA/SMK dan SLB ada di provinsi. SMA/SMK sebenarnya sudah open untuk kawan-kawan difabel. Tapi kan jumlahnya tidak banyak kawan difabel yang sampai pada pendidikan SMA/SMK.

Sumber: Tribun Jogja
Halaman 1/3
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved