Kisah Survival Musisi Yogya, dari Panggung Megah Pindah ke Jalanan, Pernah Dibayar Pakai Kerupuk
Di tengah kepadatan kendaraan malam itu, nampak sekumpulan remaja begitu semangat meniup alat musik klasik terbuat dari logam.
Penulis: Miftahul Huda | Editor: Kurniatul Hidayah
"Z Brass itu karena sekarang kami manggungnya di Zebra Cross. Jadi asal-usulnya dari itu," imbuhnya.
Baca juga: Warga Ngampilan Yogyakarta Minta Sistem Satu Arah di Jalan Letjen Suprapto Disetop
Baca juga: Bisakah Shalat Dhuha Siang Hari Jelang Dzuhur? Ini Penjelasannya
Baca juga: IHSG Diprediksi Melemah Hari Ini, Berikut Rekomendasi Saham 19 November 2020
Sejak masing-masing melanjutkan studinya di perguruan tinggi, komunikasi mereka hampir terputus karena sibuk dengan dunia baru di lingkungan kampus.
Namun demikian, ada hikmah di balik pandemi Covid-19 yang masuk ke DIY sejak Maret lalu.
Mereka kini kembali dipertemukan dalam kondisi yang mengharuskan mereka untuk prihatin, kondisi di mana jauh dari lampu sorot panggung dan gemuruh tepuk tangan penonton.
"Karena pandemi kami bisa berkumpul lagi. Mulai Juli kami ada di simpang empat ini untuk mengamen. Ya kami ada yang harus bayar kontrakan, untuk keperluan lainnya. Mau minta orang tua juga sudah tidak pantas lah," ujarnya.
Selama lima jam perform di simpang empat Jalan Jendral Sudirman tersebut, per anak bisa mendapat uang Rp 80 ribu.
"Itu paling maksimal. Kalau pas sepi ya kami tidak dapat apa-apa," tutupnya. (hda)