Cerita Wayang Kulit Lakon Semar Mbangun Jiwo : Konflik Keluarga Amarta yang Nyaris Berujung Perang

Dalang Ki Geter Pramudji Widodo menggelar pertunjukan wayang dengan lakon Semar Mbangun Jiwo yang berkisah tentang konflik di Keluarga Amarta

Penulis: Setya Krisna Sumargo | Editor: Mona Kriesdinar
kompas.com
Semar Badranaya 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA – Dalang Ki Geter Pramudji Widodo menggelar pertunjukan wayang dengan lakon Semar Mbangun Jiwo. Pentas itu menuai pujian dari para penggemar pergelaran wayang kulit dan fans almarhum Ki Seno Nugroho.

Pujian membanjir saat Ki Geter manggung secara penuh di pentas wayang climen, Selasa (17/11/2020). Pentas ini disiarkan secara langsung di channel You Tube Dalang Seno.

Adapun pertunjukan wayang climen ini dipersembahkan dalam rangka HUT ke-90 Gereja Santa Maria Pengantara Rahmat Ilahi Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan.

Baca juga: Kisah Perjalanan Karier Ki Seno Nugroho Ketika Mulai Digembleng Menjadi Dalang

Lakon Semar Mbangun Jiwo

Wayang kulit lakon Semar Mbangun Jiwo ini sebenarnya merupakan pentas ulangan lakon serupa 1 November 2020 lalu.

Lakon ini berkisah tentang sepenggal drama kekecewaan internal keluarga Amarta, yang nyaris berujung peperangan antara anak dan bapak.

Bermula ketika Prabu Setijo alias Boma Narokosuro curhat di hadapan patih dan saudaranya, Antarejo.

Boma Narokosuro ini putra Prabu Kresna dari Dwarawati. Sementara Antareja putra Werkudoro dari Jodipati.

Boma merasa dirinya dianaktirikan ayahnya, karena lebih memilih Gatotkaca sebagai penerima wahyu/pusaka dan kesaktian yang istimewa.

Kekecewaan Boma disambut perasaan sama oleh Antareja, yang merasa ayahnya Werkudoro lebih mengistimewakan adiknya, Gatotkaca.

Baca juga: Sambil Terbata-bata, Sinden Elisha Ucapkan Selamat Hari Ayah untuk Almarhum Ki Seno Nugroho

Di tengah acara curhat itu, datanglah dua tokoh tua Astina, Begawan Durna dari Sokalima dan Patih Sengkuni dari Plosojenar.

Lewat nasihatnya yang halus, Durna dan Sengkuni meminta Boma memperingatkan ayahnya tentang sikap menganaktirikan putra-putranya.

Menurut Durna, jika cara baik-baik tidak didengar Prabu Kresna, tidak ada salahnya diselesaikan secara ksatria. Provokasi ini berhasil mempengaruhi Setijo.

Emosi Boma dan Antarejo meledak. Mereka memerintahkan pasukan raksasa dari Trajutrisna, segera berangkat “nglurug” ke Amarto.

Prabu Kresna mereka perkirakan sedang berada di Kerajaaan Amarta, bukan di Kraton Dwarawati. Begitu juga Werkudara atau Bima.

Kabar kemarahan Boma dan Antareja itu sampai ke telinga Antasena dan Gatotkaca. Di tengah jalan, Antasena mencegat kakaknya, Antarejo.

Kepada adiknya, Antareja bersikeras ingin menemui ayahnya, Werkudoro, supaya tidak pilih kasih. Ia mengancam akan melawan ayahnya jika permintaannya tak dituruti.

Antasena Gagal Meredam Emosi Kakaknya

Antaseno terkejut, terus mengingatkan kakaknya supaya tidak melawan sang ayah. Karena tak bisa diredakan, Antarejo menyerang Antasena.

Baca juga: Dalang Ki Seno Nugroho Punya Fans Berat Bernama Sobat Ngebyar, Ini Dia Profilnya

Keduanya berkelahi, hingga Antasena berhasil menekuk leher Antareja. Putra Werkudara yang sakti itu terus dinasihati supaya sadar, tidak melawan orangtua.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved