LBH Surabaya: Penangkapan dan Penetapan Tersangka Aktivis Paul Sewenang-wenang, Abaikan Hukum HAM

Penangkapan yang dilakukan terhadap Paul disebut tidak diketahui dasar penangkapannya. Puluhan buku disita

Penulis: Ahmad Syarifudin | Editor: Yoseph Hary W
pixabay
Ilustrasi ditangkap 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya menilai penangkapan dan penetapan tersangka terhadap aktivis sosial, Muhammad Fakhrurrazi atau Paul dilakukan secara ugal-ugalan dan tidak sesuai prosedur.

Paul ditangkap puluhan aparat tidak berseragam yang bertindak atas nama Polda Jatim di kediamannya di Ngaglik, Sleman, Yogyakarta pada Sabtu, 27 September 2025. 

Penangkapan yang dilakukan terhadap Paul disebut tidak diketahui dasar penangkapannya. Puluhan buku hingga perangkat elektronik milik Paul juga disita. 

"Setelah penangkapan tersebut, Paul justru dibawa ke Polda DIY Sekitar pukul 17.00 WIB. Kemudian Paul dikawal oleh para aparat kepolisian untuk dipindahkan ke Polda Jatim tanpa ada pendampingan baik oleh pihak keluarga maupun pendamping hukum," kata Direktur YLBHI-LBH Surabaya, Habibus Shalihin, Senin (29/9/2025). 

Menurut Habib, penangkapan tersebut tidak sesuai dengan yang diatur dalam Pasal 17 KUHAP bahwa perintah penangkapan harus berdasarkan bukti permulaan yang cukup. Setibanya di Polda Jatim sekitar pukul 22.10 WIB, Paul tidak langsung diperiksa akan tetapi menunggu pendamping hukum yang Paul tunjuk yaitu Tim Hukum dari YLBHI-LBH Surabaya

Selama perjalanan menuju Polda Jatim, aparat polisi telah melakukan introgasi awal terhadap Paul. Habib mengatakan Tim YLBHI-LBH Surabaya bersama dengan keluarga Paul tiba di Polda Jatim dan bertemu dengan Paul sekitar pukul 23.05 WIB.

Tim YLBHI-LBH Surabaya mendapatkan informasi awal dari Penyidik Polda Jatim bahwa Paul telah ditetapkan sebagai tersangka atas pengembangan kasus penangkapan sejumlah aktivis yang ada di Kediri berdasarkan Laporan Polisi Nomor:LP/A/17/IX/2025/SPKT.SATRESKRIM/Polres Kediri Kota/Polda Jawa Timur, tanggal 1 September 2025. 

Pasal yang dikenakan terhadap Paul ialah Pasal 160 KUHP juncto Pasal 187 KUHP juncto Pasal 170 KUHP juncto Pasal 55 KUHP.

Habib mengatakan pemeriksaan terhadap Paul baru dimulai sekitar pada pukul 00.30 WIB dini hari yang dipimpin oleh Kanit IV Subdit I Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Jatim.

Pemeriksaan itu, kata dia, dilakukan tanpa memperhatikan waktu dan kondisi kesehatan Paul, sebab dilakukan secara maraton dikarenakan pemeriksaan baru selesai pada pukul 15.00 WIB. 

"Di akhir pemeriksaan, bersamaan pula Paul dilakukan penahanan oleh Penyidik Polda Jatim," ujar dia. 

Menurut Habib, aparat kepolisian pada dasarnya harus terlebih dahulu memiliki minimal dua alat bukti dan disertai dengan pemeriksaan calon tersangkanya untuk menetapkan status tersangka.

Selain itu, penangkapan tersangka harusnya tidak dilakukan kecuali yang bersangkutan telah dipanggil secara sah dua kali berturut-turut dan tidak memenuhi panggilan pihak kepolisian tanpa alasan yang jelas. 

Prosedur penangkapan dalam Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP) juga telah dilengkapi dan disempurnakan oleh Putusan Mahkamah Konstitusi No. 2/PUU-XII/2014, di mana putusan tersebut menjelaskan penetapan tersangka harus berdasarkan minimal dua alat bukti sebagaimana termuat dalam pasal 184 KUHAP dan disertai dengan pemeriksaan calon tersangkanya.

"Kami menilai bahwa penangkapan sewenang-wenang yang dilakukan oleh aparat Kepolisian tidak mempertimbangkan ketentuan Hukum Hak Asasi Manusia (HAM) Internasional 
sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 9 Ayat (1) Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik," katanya. 

Sumber: Tribun Jogja
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved