Dalang Ki Seno Meninggal

Alunan Gending dan Isak Tangis Peziarah, Iringi Keberangkatan Jenazah Dalang Ki Seno

Para peziarah tak kuasa menahan tangis. Gending mengalun pelan bernada pilu. Dimainkan oleh kelompok karawitan

Penulis: Ahmad Syarifudin | Editor: Kurniatul Hidayah
Tribunjogja/ Ahmad Syarifudin
Para sinden tak kuasa menahan air mata saat pemberangkatan jenazah Dalang Ki Seno Nugroho menuju peristirahatan terakhir di Makam Semaki Gedhe Yogyakarta. 

TRIBUNJOGJA.COM, BANTUL - Jenazah dalang Ki Seno Nugroho dikebumikan di Makam Semaki Gedhe, Yogyakarta, berdampingan dengan makam ayahandanya, Ki Suparman.

Prosesi pemberangkatan dari rumah duka di dusun Gayam, Desa Argosari, Sedayu, Bantul menuju tempat peristirahatan terakhir diiringi dengan alunan gending karya Joko Poro.

Para peziarah tak kuasa menahan tangis.

Gending mengalun pelan bernada pilu.

Dimainkan oleh kelompok karawitan Wargo Laras yang biasa mendampingi dalang Ki Seno saat pentas.

Semua sinden berpakaian hitam.

Suasana duka begitu terasa.

Baca juga: Cerita Dibalik Munculnya Pengemar Ki Seno Nugroho Dipemakaman Mengenakan Topeng

Baca juga: Biodata Elisha Orcarus Allasso, Sinden yang Kerap Tampil Bersama Ki Seno Nugroho

Baca juga: Polres Kulon Progo Siap Siagakan Ribuan Personil Hadapi Potensi Bencana Alam

Manager Ki Seno Nugroho, Gunawan Widagdo, mengatakan iringan gending karya Ki Joko Poro merupakan permintaan langsung dari almarhum.

Permintaan itu, kata dia, diutarakan pada saat pementasan wayang kulit.

Tahun berapa, Gunawan mengaku tidak ingat. Tapi yang pasti permintaan itu sempat diutarakan oleh sang Dalang.

"Saat uyon-uyon diutarakan di grup. Besok kalau saya sudah nggak ada. Nanti diiringi dengan iringan ini," kata Gunawan, menirukan wasiat almarhum Ki Seno Nugroho. Pihaknya mengaku masih ingat, iringan yang ingin dimainkan dalam bentuk Gending.

Jenazah almarhum Ki Seno Nugroho dari rumah duka, diberangkatkan menuju peristirahatan terakhir di Makam Semaki Gedhe Yogyakarta.
Jenazah almarhum Ki Seno Nugroho dari rumah duka, diberangkatkan menuju peristirahatan terakhir di Makam Semaki Gedhe Yogyakarta. (Tribunjogja/ Ahmad Syarifudin)

Salah satu sinden karawitan Wargo Laras, Tatin Lestari Handayani berulang kali menitikan air mata.

Ia mengaku kaget dan tak mengira dengan kabar kepergian Dalang Ki Seno.

Tatin mengaku ikut bersama Ki Seno Nugroho sudah lebih dari sebelas tahun.

Tepatnya sejak tahun 2009. Menurut dia, kepergian Ki Seno begitu cepat, sebelumnya tidak ada firasat apapun.

"Ketemu terakhir tanggal satu November 20202. Tidak ada firasat sama sekali. Mendengar berita (beliau wafat) ini, saya langsung kaget," ujarnya. Ia sendiri mengaku masih ingat permintaan terakhir dari almarhum. Menurutnya, Ki Seno menginginkan saat sudah tidak ada, minta diiringan dengan alunan gending.

"Sesok kalau saya sudah tidak ada membunyikan ini (Gending)," ujar Tatin.

Ia mengaku ingin memenuhi permintaan itu.

Jenazah almarhum Ki Seno Nugroho dari rumah duka, diberangkatkan menuju peristirahatan terakhir di Makam Semaki Gedhe Yogyakarta.
Jenazah almarhum Ki Seno Nugroho dari rumah duka, diberangkatkan menuju peristirahatan terakhir di Makam Semaki Gedhe Yogyakarta. (Tribunjogja/ Ahmad Syarifudin)

Gending mengalun pelan saat peti jenazah almarhum Ki Seno diberangkatkan.

Para peziarah menyeka air mata.

Tepat didepan kelompok karawitan, peti almarhum sempat diberhentikan.

Para sinden dan pemain karawitan sesenggukan.

Baca juga: Kronologi Seorang Tahanan Tewas di Dalam Sel Polres Klaten, Keterangan Polisi dan Rekaman Hasil CCTV

Baca juga: Panduan Tata Cara Proses Tahapan Pemberkasan CPNS 2019, Mulai Hari Ini via sscndaftar.bkn.go.id

Dalang beken, Ki Seno Nugroho meninggal dunia, pada Selasa (3/11/2020) malam, diusianya yang ke 48 tahun.

Bagi penggemar pertunjukan wayang, nama dalang Ki Seno Nugroho sudah tak asing lagi.

Dalang kelahiran Yogyakarta, 23 Agustus 1972 ini menjadi salah satu sosok dalang yang sukses membuat kesenian wayang kulit dicintai kaum milenial.

Ki Seno Nugroho sukses menyajikan pertunjukan wayang kulit yang memadukan antara gagrak Surakarta dan gagrak Yogyakarta.

Gayanya memainkan tokoh punakawan, Petruk, Semar, Gareng, dan Bagong dengan guyonan yang kekinian menjadi daya tarik tersendiri.

Kiprahnya di dunia pedalangan bukan hanya di Indonesia namun juga sudah merambah daratan Eropa seperti Belanda dan Belgia. (Rif)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved