Bantul

Prihatin Hanya jadi Sampah, Warga Parangtritis Sukses Olah Limbah Styrofoam menjadi Batako

Prihatin Hanya jadi Sampah, Warga Parangtritis Sukses Olah Limbah Styrofoam menjadi Batako

Penulis: Ahmad Syarifudin | Editor: Hari Susmayanti
Tribunjogja/Ahmad Syarifudin
Indratna menunjukkan batako berbahan limbah styrofoam di Gardu Action, Parangkusumo, Bantul, Senin (2/11/2020). 

TRIBUNJOGJA.COM, BANTUL - Limbah styrofoam sisa kemasan makanan atau bungkus barang elektronik, biasanya dibuang begitu saja.

Menjadi sampah dan tidak dimanfaatkan lagi. Bahkan, oleh sebagian orang, sampah styrofoam kerap kali dibakar. Padahal emisi yang dihasilkan memiliki dampak cukup berbahaya.

Prihatin hal itu, Indratna, warga padukuhan Mancingan II RT 02, Desa Parangtritis, Kecamatan Kretek menginisiasi untuk mengolah limbah styrofoam menjadi batako.

Proses pengolahan limbah dilakukan di Gardu Action, Pantai Parangkusumo, Bantul.

"Awalnya, saya melihat limbah styrofoam banyak, berserakan dan tidak dimanfaatkan. Dari situ tercetus, bagaimana mengolah limbah itu, menjadi barang yang bernilai ekonomi," ujar dia, ditemui saat sedang mengolah styrofoam menjadi batako, Senin (2/11/2020).

Indratna mengatakan, Parangtritis merupakan kawasan wisata.

Setiap akhir pekan atau momen liburan, sering ramai menjadi tujuan wisata.

Otomatis selain plastik, menurut dia, sampah dari kemasan makanan siap saji atau styrofoam jumlahnya banyak bahkan sering berserakan.

Baca juga: Libur Panjang di Akhir Oktober, Pertamina Catat Kenaikan Konsumsi BBM

Baca juga: Penetapan UMK 2021 di Kabupaten Kulon Progo Akan Dibahas Pekan ini

Muara akhir dari sampah-sampah tersebut, setelah dibersihkan, biasanya dibawa ke TPS Piyungan.

Melihat kenyataan itu, sejak tiga minggu lalu, bersama Gardu Action, sebuah tempat edukasi pengolahan limbah sampah, Indratna memulai untuk berinovasi mengolah limbah styrofoam, yang biasanya tidak dimanfaatkan, menjadi barang ekonomis.

Akhirnya tercetus untuk dibuat batako. Proses pembuatannya cukup sederhana, limbah styrofoam dikumpulkan, lalu dicacah. Cacahan styrofoam yang sudah halus itu, kemudian dicampur aduk dengan sedikit semen dan pasir sebagai perekat.

"Setelah tercampur kemudian dicetak. Dan didiamkan sampai kering," terangnya.

Sebelum memulai ekperimen, Indratna mengaku sudah coba-coba cukup lama, hampir dua bulan, sebelum akhirnya serius membuat batako berbahan limbah styrofoam.

Saat ini, untuk memasok kebutuhan bahan baku, Ia bekerjasama dengan para pemulung, untuk mengumpulkan limbah styrofoam yang awalnya dianggap tidak laku dijual. Satu kilogramnya dihargai Rp 1.500.

Menurut dia, saat diolah limbah styrofoam seberat 1.5 kilogram, dengan sedikit campuran semen dan pasir, bisa menghasilkan 20 pcs batako.

"Ini tentu akan bermanfaat untuk mengurangi sampah dan pencemaran lingkungan. Sekaligus memberdayakan pemulung," ungkap dia.(Tribunjogja/Ahmad Syarifudin)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved