Kisah Biji Kopi Babadan Lereng Barat Gunung Merapi
kopi Babadan atau kopi Merapi Babadan di Desa Paten, Kecamatan Dukun, Magelang, Cerita kopi Arabica Babadan bermula pada 2012
Penulis: Setya Krisna Sumargo | Editor: Iwan Al Khasni
Ia lalu menjual kopi dalam bentuk green bean. Sebagian kecil ia roasting, lalu digiling dan disiapkan dalam bentuk kopi bubuk.
Slamet membuat label merek Kopi Merapi Babadan.
“Penjualan sementara baru lewat media sosial,” akunya.
Ia sebenarnya bisa menjual di market place, tapi belum siap memulainya.
“Harus siap stok kalo sudah masuk market place,” katanya.
Namun begitu, lewat jaringan pebisnis kopi lokal, regional maupun nasional, Slamet tidak terlampau sulit memasarkan komoditas pertanian ikon Kabupaten Magelang ini.
Selain menjual dan memperkenalkan kopi Merapi Babadan, Slamet Wahyuni secara teknis ikut menangani kopi sesudah dipetik dari kebun.
Mulai saat pengupasan, pengeringan, hingga penyimpanan. “Saya juga kadang membantu menangani di kebun jika misal ada serangan hama atau penyakit,” katanya.
Selebihnya pekerjaan perawatan dan pemeliharaan di kebun jadi tanggungjawab Pak Poni, ayah Slamet.
“Urusan kebun bagian saya,” kata Pak Poni.
Pak Poni dan Slamet sangat senang kondisi perkopian saat ini. Mereka berharap, warga yang masih mempertahankan komoditas pertanian ini, tetap semangat dan tidak serampangan membabati tanaman kopi.
Sejumlah lembaga pemerintah maupun swasta telah memberikan bantuan sarana maupun bimbingan teknis kepada Kelompok Tani Tumpang Sari Dusun Babadan.
Antara lain menyediakan mesin penggilingan kopi di rumah Pak Poni, yang jadi sekretariat kelompok tani Dusun Babadan.
Selain itu, lewat berbagai forum pelatihan, Slamet diikutsertakan oleh pemerintah setempat. Di luar itu Slamet mendapatkan ilmu langsung tentang penanganan kopi dari pengusaha kedai kopi di Muntilan.
Dari pemilik kedai kopi di Muntilan, Slamet mengaku dibimbing saat menangani produk kopi sejak dari biji hijau, hingga pengemasan serta penjualan secara daring.