Begini Pengakuan Mantan Pelaku Aksi Klitih di Yogyakarta

Begini Pengakuan Mantan Pelaku Aksi Klitih di Yogyakarta Begini Pengakuan Mantan Pelaku Aksi Klitih di Yogyakarta

Dok Tribunjogja
Korban klitih di barat fly over Jombor, Agung Setiabudi tergolek lemas di IGD RS UGM, Jumat (21/8/2020). 

TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Mantan pelaku klitih, YB (25) mengungkapkan perbedaan motif aksi kekerasan jalanan yang saat ini marak di Yogyakarta dengan kenakalan remaja beberapa tahun silam.

Menurut dia, kalau kekerasan jalanan beberapa tahun silam banyak dipengaruhi permasalahan perselisihan antarsekolah.

Perselisihan antarsekolah tersebut kemudian berujung dengan tawuran antarsekolah

Dengan begitu, pelaku klitih hanya menyerang sekolah-sekolah tertentu saja. Tentu saja sekolah yang dianggap sebagai musuhnya.

"Kalau dulu tu, sekitar 2010 sampai 2012, klitih lebih ke perselisihan antarsekolah. Untuk nyari musuh, kami datang ke sekolah musuh, datang ke tempat biasanya pada nongkrong.

Misalnya ketemu sasaran di jalan, ya ditanyai dulu sekolah mana. Kalau bukan dari sekolah musuh ya sudah,"katanya pada Tribun Jogja, Selasa (06/10/2020).

Itulah mengapa seragam sekolah saat ini tidak ada tulisan nama sekolah. Seragam identitas sekolah pun saat ini tidak dipakai.

Namun seiring berjalannya waktu, klitih berubah menjadi tindak kriminal. Pelaku klitih tidak lagi menyerang sekolah, namun masyarakat secara umum.

Tidak ada motif khusus, pelaku hanya melukai korban menggunakan senjata tajam kemudian meninggalkan korban.

Tak sedikit korban klitih yang mengalami luka-luka, bahkan ada pula korban klitih yang meninggal dunia.

"Kalau dulu saya memakai tangan kosong, mentok pakai batu. Yang jadi sasaran ya sekolah musuh. Zaman saya sekolah setiap angkatan ninggali satu musuh, nanti diteruskan angkatan berikutnya. Tetapi kalau sekarang sudah bukan sekolah lagi, tidak jelas apa,"terangnya.

JPW Minta Tindakan Konkret Polisi Tuntaskan Kasus Klitih Fly Over Jombor

Kriminolog UGM : Harusnya Polisi Mudah Ungkap Klitih Sampai ke Akarnya

Menurut warga Kotagede, Kota Yogyakarta itu, banyak faktor yang menyebabkan pelajar terlibat tawuran dan klitih. Beberapa faktor penyebabnya adalah pencarian jati diri, keinginan untuk diakui, termasuk juga pergaulan.

"Kalau info dari temen-temen ada sih memang komunitas tertentu yang mesyaratakan untuk membacok orang. Bisa jadi klitih yang saat ini terjadi karena itu (komunitas tertentu)," ujarnya.

Agar tidak terjerumus pada hal negatif, anak muda saat ini harus pandai dalam memilih teman.

Selain itu, sebagai anak muda juga harus memiliki pendirian, dan berani menolak ajakan teman. Tidak harus pandai dalam hal akademik, bidang non akademik juga penting.

"Mumpung masih muda, banyakin karya positif. Tidak harus akademik, bisa juga mengembangkan potensi dibidang non akademik. Cari kegiatan yang positif, carirelasi yang banyak dan positif,"imbuhnya.(Tribunjogja/Christi Mahatma Wardhani)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved