Sleman
Pengadilan Agama Sleman Terima 1.157 Permohonan Cerai
Pengadilan Agama Sleman menerima 1.157 permohonan perceraian. Dari 1.157 permohonan, 282 merupakan permohonan cerai talak dan 875 lainnya adalah cerai
Penulis: Christi Mahatma Wardhani | Editor: Ari Nugroho
Laporan Reporter Tribun Jogja Christi Mahatma Wardhani
TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Pengadilan Agama Sleman menerima 1.157 permohonan perceraian.
Dari 1.157 permohonan, 282 merupakan permohonan cerai talak dan 875 lainnya adalah cerai gugat.
Cerai talak merupakan permohonan cerai yang diajukan oleh pihak suami, sementara cerai gugat adalah permohonan yang diajukan oleh pihak istri.
Menurut data Pengadilan Agama Sleman angka permohonan perceraian fluktuatif.
Namun terjadi penurunan cukup signifikan pada bulan Maret hingga Mei dan mengalami peningkatan pada Juni hingga Agustus.
• Perselisihan dan Pertengkaran, Faktor yang Mendominasi Perceraian di Bantul
Pada Januari Pengadilan Agama Sleman menerima 42 cerai talak dan 173 cerai gugat, Februari menerima 48 cerai talak dan 120 cerai gugat, Maret mulai menurun menjadi 26 cerai talak dan 103 cerai gugat.
Kembali terjadi penurunan pada April dengan 5 permohonan cerai talak dan 25 cerai gugat.
Bulan Mei kembali menurun dengan 2 cerai talak dan 6 cerai gugat.
Sedangkan bulan Juni meningkat menjadi 67 cerai talak dan 183 cerai gugat, Juli terdapat 55 cerai talak dan 150 cerai gugat, dan Agustus tercatat 38 cerai talak dan 115 cerai gugat.
Humas Pengadilan Agama Sleman, Syamsiah mengatakan tidak terjadi peningkatan permohonan cerai yang signifikan di tengah pandemi COVID-19.
Pada tahun 2018, Pengadilan Agama Sleman mencatat ada 508 cerai talak dan 1.247 cerai gugat.
Sedangkan tahun 2019 pihaknya menerima permohonan cerai talak sebanyak 503 dan 1.337 cerai gugat.
• Semester Pertama 2020, Pengadilan Tinggi Agama Yogyakarta Sudah Tangani 51 Kasus Perceraian
"Paling banyak cerai gugat dari pihak istri. Kalau melihat kasus, sebelum dan sesudah pandemi sama saja, tidak ada peningkatan (signifikan). Yang membedakan hanya pembatasan jumlah permohonan," katanya saat ditemui Tribun Jogja di Pengadilan Agama Sleman, Senin (07/09/2020).
"Selama pandemi Pengadilan Agama Sleman tetap menerapkan protokol kesehatan. Sehingga jumlah permohonan kami batasi 10 hingga 15 saja. Karena kami juga harus menyesuaikan dengan sidang," sambungnya.
Ia mengungkapkan faktor penyebab perceraian beragam, mulai dari faktor ekonomi, hadirnya orang ketiga, kekerasan dalam rumah tangga, dan lain-lain.
Dari ribuan kasus yang ditangani Pengadilan Agama Sleman, faktor yang paling banyak menyebabkan perceraian adalah ekonomi.
"Faktor ekonomi yang paling banyak. Faktor orang ketiga juga ada, kekerasan dalam rumah tangga juga ada, tetapi tidak banyak. Faktor-faktor itu yang kemudian memicu pertengkaran rumah tangga, yang akhirnya berujung pada perceraian,"ungkapnya.
Pengadilan Agama Sleman tidak langsung mengabulkan setiap permohonan cerai.
Pihaknya selalu mengupayakan mediasi agar tidak terjadi perceraian.
Dari mediasi yang dilakukan banyak yang berhasil, namun tidak sedikit pula yang gagal.
• Pemkab Sleman Kampus Gelar Kuliah Tatap Muka, Ini Syaratnya
Mediasi akan berhasil, ketika salah satu dari suami atau istri masih ingin mempertahankan keutuhan keluarganya.
Kebanyakan faktor anak juga menjadi pertimbangan bagi pasangan untuk bersama kembali.
"Mediasi bisa gagal bisa juga berhasil. Kalau salah satu masih ingin mempertahankan, ada kemungkinan mediasi berhasil. Kadang anak juga menjadi pertimbangan sendiri. Tetapi kalau dua-duanya sudah kukuh, biasanya sudah sulit untuk mediasi. Perceraian ini sebenarnya adalah langkah terakhir,"terangnya yang juga sebagai Hakim Pengadilan Agama Sleman.
Menurut dia, untuk menghindari konflik, suami istri harus saling memahami dan saling menghargai.
Sebagai suami istri sebaiknya juga tidak mementingkan ego sendiri.
"Misalnya pasangan tidak suka kalau main gim, ya harus tahu dan memahami. Bisa dikomunikasikan. Tetapi kalau ego masing-masing tinggi, bisa menimbulkan pertengkaran," tambahnya. (TRIBUNJOGJA.COM)