Terlempar dari PPDB SMP karena Usia, Belasan Orang Tua Protes Aturan Penerimaan Siswa Baru
Terlempar dari PPDB SMP karena Usia, Belasan Orang Tua Siswa Protes Kebijakan Disdikpora Bantul
Penulis: Azka Ramadhan | Editor: Hari Susmayanti
TRIBUNJOGJA.COM, BANTUL - Belasan orang tua, atau wali calon siswa dan siswi SMP di Kabupaten Bantul mendatangi kantor Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) setempat, Senin (29/6/2020).
Mereka datang untuk memprotes sistem PPDB jalur zonasi yang dinilai kurang fair karena anak-anak mereka terancam tidak masuk ke sekolah negeri karena faktor usia.
Salah satu orang tua siswa, Hardoko mengatakan, anaknya menjadi korban sistem PPDB yang baru, sehingga harus terpental dari persaingan penerimaan via online.
"Rata-rata usia anak kami 12 lebih, mereka semua tergeser karena kurang umur.
Ini lucu kalau dipikir-pikir. Anak-anak kami sudah belajar, sampai dileskan supaya nilainya bagus dan gampang cari sekolah. Tapi, sekarang ini kok malah tergeser begitu saja karena umur kurang," katanya.
Pada kesempatan tersebut, imbuhnya, para orang tua siswa mendapat penjelasan dari jajaran Disdikpora Bantul, bahwa aturan telah ditetapkan.
• Hari Pertama PPDB Online SMA/SMK di Yogyakarta, Masih Ada Calon Peserta Didik Belum Verifikasi Akun
• PENDAFTARAN PPDB Online SMA/SMK Daerah Istimewa Yogyakarta via Yogyaprov.siap-ppdb.com
Sehingga, pihaknya pun diarahkan untuk mendaftar di SMP swasta, mengingat peluang untuk sekolah di negeri bisa dikatakan sudah tertutup.
"Aturannya hanya sekali main. Padahal ya, kalau kami bisa mencabut berkas dan memasukkan pendaftaran ke sekolah yang masih ada kuotanya itu, anak-anak kami berpeluang sekolah di negeri. Saya lihat data per hari ini, di SMP 3 kuotanya belum terpenuhi," terangnya.
"Jadi, saya pengennya mendapat rekomendasi dari dinas, untuk mendaftar lagi, jangan kemudian diarahkan ke SMP swasta, kasian anak-anak kami, mereka ini berprestasi loh. Lagipula, pertimbangan kami, sekolah swasta itu biayanya lebih tinggi," tambah warga Imogiri tersebut.
Hardoko menyebut, skema penerimaan siswa baru seperti ini sangat tidak fair, terutama bagi anak-anak yang masuk SD di usia kurang dari tujuh tahun.
Menurutnya, orang tua lebih bisa menerima, seandainya buah hati mereka gagal masuk sekolah negeri karena nilainya kalah besar.
"Kebanyakan yang daftar lebih tua dari anak-anak kami ya, umurnya antara 13-14 tahun. Banyak kan anak-anak yang tunggakan (tinggal kelas) itu, justru mereka yang malah diterima di negeri," keluhnya. (Tribunjogja/Azka Ramadhan)