Menko Polhukam Mahfud MD Jelaskan Kajian Pemerintah soal Relaksasi PSBB
Menurut Mahfud, relaksasi yang dimaksud adalah pelonggaran kegiatan masyarakat di tengah penerapan kebijakan PSBB.
TRIBUNJOGJA.COM, JAKARTA - Pemerintah saat ini tengah mengkaji kemungkinan untuk relaksasi terkait Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Menko Polhukam Mahfud MD pun memberikan penjelasan terkait relaksasi PSBB yang sedang dikaji pemerintah tersebut.
Menurut Mahfud, relaksasi yang dimaksud adalah pelonggaran kegiatan masyarakat di tengah penerapan kebijakan PSBB.
Namun menurut Mahfud, meski nantinya relaksasi tersebut diterapkan, pemerintah tetap bakal mempertimbangkan aspek keselamatan dan protokol kesehatan.
Sejumlah pertimbangan terkait relaksasi PSBB yang disebut Mahfud antara lain keluhan masyarakat yang kesulitan mencari nafkah dan belanja, sebab mobilitas masyarakat dibatasi.
• Kasus Positif Covid-19 Melonjak, Sudah Perlukah DIY Terapkan PSBB?
• Pemkab Bantul Gelar Rapid Test Massal pada 5 Mei, Disediakan 250 Kuota khusus Pendaftar
"Kami tahu ada keluhan ini sulit keluar, sulit berbelanja dan sebagainya, sulit mencari nafkah dan sebagainya," kata Mahfud dalam tayangan televisi swasta pada Sabtu (2/5/2020) lalu.
Oleh karena itu, Mahfud menuturkan pemerintah tengah memikirkan kebijakan agar masyarakat tetap dapat mencari nafkah namun ada protokol yang harus diikuti.
Ia menyebutnya sebagai relaksasi PSBB.
Menurut Mahfud, pemerintah tengah merancang pedoman soal relaksasi yang mengatur kembali kegiatan apa yang bisa dilakukan warga.
"Misalnya rumah makan boleh buka dengan protokol begini, kemudian orang boleh berbelanja dengan protokol begini dan seterusnya. Ini sedang dipikirkan karena kami tahu kalau terlalu dikekang juga akan stress," ucap dia.

Mahfud tidak menampik dampak dari penerapan PSBB membuat masyarakat merasa stres dan terkekang. Kondisi itu, imbuhnya, berpengaruh pada menurunnya imunitas seseorang.
”Kalau stres itu imunitas orang itu akan melemah juga menurun,” katanya.
Meski demikian, ia mengajak masyarakat untuk bersabar dan menjalani PSBB bersama-sama. Menurut dia yang diperlukan sekarang kebersamaan antara masyarakat.
Bersama di sini, ia menjelaskan saling menjaga agar tidak tertular virus corona (SARS- CoV-2) dan menularkan Covid-19.
"Kita harus saling sama-sama menjaga jangan biarkan ditulari orang lain jangan juga menulari orang lain. Nah itulah sekarang protokol yang diatur oleh pemerintah," kata Mahfud.
• UPDATE Terkini Virus Corona di Indonesia Senin 4 Mei 2020, Rincian Sebaran Kasus di 34 Provinsi
• Kontak dengan PDP COVID-19, Puluhan Warga Dusun di Kulon Progo Ini Harus Jalani Isolasi Mandiri
Pemerintah diketahui telah menerapkan PSBB sebagai upaya memutus mata rantai penularan corona di Indonesia.
Provinsi DKI Jakarta menjadi wilayah pertama yang menerapkan kebijakan tersebut, yang dimulai sejak 10 April 2020 selama dua pekan, kemudian diperpanjang hingga 22 Mei.
Selain Provinsi DKI Jakarta dan Jawa Barat, kota-kota lain di Indonesia juga sudah menerapkan kebijakan serupa.
Tergantung Pemda
Sementara juru bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19, Achmad Yurianto, menilai kebijakan pelonggaran aturan PSBB itu diatur di wilayah pemerintah daerah (pemda).
"Pemerintah pusat hanya buat kebijakan global, sudah diatur apa yang boleh, apa yang dilarang, apa yang dibatasi, detail operasionalnya itu diatur di Perda tentang jam berapa toko buka, jam berapa toko tutup, itu perda yang bikin," kata Yuri.
"Itu (pelonggaran) pemda yang bikin, yang dilonggarkan kan itu, jam berapa toko buka, jam berapa toko tutup. Itu kan perda yang atur bukan global," imbuhnya.

Terpisah, Ketua MPR, Bambang Soesatyo (Bamsoet), meminta pemerintah tidak terburu-buru menerapkan relaksasi PSBB itu.
"Memang benar semua orang merasakan tidak nyaman karena terus berdiam di rumah. Namun, demi kesehatan dan keselamatan banyak orang, relaksasi PSBB hendaknya tidak perlu terburu-buru. Sebelum kecepatan penularan COVID-19 bisa dikendalikan dengan pembatasan sosial, relaksasi PSBB sebaiknya jangan dulu dilakukan," ungkap Bamsoet, Minggu (3/4/2020).
Mantan Ketua DPR RI ini menilai kecepatan penularan virus Corona belum bisa dikendalikan sehingga relaksasi PSBB bukan langkah yang tepat.
• Bantul Akan Lakukan Rapid Test Gratis Virus Corona, Ini Syarat dan Ketentuannya
• Amerika Dibayangi Teror Tawon Ndas, Tambah Kekhawatiran di Tengah Pandemi Corona
Bamsoet mengingatkan, hingga 2 Mei kemarin pasien positif Corona penambahannya masih cukup tinggi dengan 292 pasien hari itu.
"Terbanyak di Jakarta dengan 4.397 pasien. Sedangkan Jawa Barat dan Jawa Timur di urutan berikutnya masing-masing mencatatkan jumlah 1.000 pasien lebih," tuturnya.
Untuk itu, Bamsoet menganggap PSBB masih harus konsisten dilakukan. Apalagi Jakarta merupakan episentrum penyebaran virus Corona. Hal yang sama berlaku untuk beberapa daerah zona merah.
(tribun network/git/den/dod/)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Pemerintah Kaji Relaksasi PSBB, Mahfud: Banyak Masyarakat Stres dan Terkekang