Cerita Mbah Ngatirah Ungkap Petaka Wabah Pes di Gunung Kidul : Pagi Sakit, Sore Mati

Masyarakat Jawa mengenal istilah 'pagebluk'. Ini arti atau padanan kata wabah atau petaka dahsyat yang menelan korban jiwa tak terkira.

Penulis: Setya Krisna Sumargo | Editor: Mona Kriesdinar
Tribun Jogja/Setya Krisna Sumargo
Mbah Ngatirah, saksi hidup pagebluk pes di Gunungkidul 

Suami Mbah Ngatirah sudah meninggal bertahun lalu. Ia kini tinggal sendirian di rumah “tabon”, istilah menunjukkan rumah tinggal leluhur dan turun temurun ditempati anak keturunannya.

“Kalau pagebluk itu saya belum lahir. Tapi cerita simbah saya, itu memang orang mati seperti tidak ada sebabnya. Pagi sakit sore mati,” kata Mbah Ngatirah yang berputra 9 orang ini.

Zaman apa, ia tak ingat lagi. Tapi kejadiannya beberapa tahun sebelum ia dilahirkan. Karena ia mendengar cerita ada saudara bapaknya yang jadi korban.

Dilihat dari tuturan itu, sekurangnya ada dua petaka maut yang menghampiri Hindia Belanda pada awal abad 19.

Pertama wabah sampar 1911, yang epideminya di Malang. Penyebabnya bakteri Yersinia pestis yang sangat ganas. Diduga asalnya dari beras impor yang dikapalkan dari Burma.

Bakteri yang berasal dari tikus ini mudah menyebar dan menghajar organ vital manusia. Ada yang menyerang sistem limfatik alias pes bubo.

Ada juga pes septikemik yang menyerang saluran darah. Jenis wabah sampar ketiga bakterinya menyerang paru-paru dan menimbulkan pneumonia akut.

Seperti pada asa kematian hitam (black death) di Eropa, mereka yang terserang sampar ini umumnya menunjukkan simtom demam, nyeri otot, diare, lalu ada bagian tubuh menghitam.

Gelombang wabah hebat kedua terjadi antara 1918-1919. Wabah pes menyebar di Jawa Tengah, DIY, lalu ke Jabat.

Bersamaan itu juga muncul Flu Spanyol di Eropa, merenggut puluhan juta nyawa penduduk, lalu menyebar cepat ke benua lain.

Kepulauan Nusantara yang waktu itu disebut Hindia Belanda, juga disapu wabah ini. Kematian begitu banyak, cepat, dan tak terhitung banyaknya.

Tidak ada angka resmi. Namun banyak yang percaya, sekurangnya 1,5 juta penduduk Hindia Belanda tewas.

Flu Spanyol ini ditularkan para pedagang, prajurit yang lalulalang dari Eropa ke Afrika, India, Malaya, lalu masuk Kepulauan Nusantara.

Bencana mengerikan yang paling diingat, dan sampai sekarang memorinya masih merekam cukup jelas kisahnya, adalah pagebluk (wabah) pes tahun 1950an.

“Penduduk hampir tiap malam keliling dusun, takbiran, memohon pertolongan Tuhan. Sehari bisa ada tiga orang meninggal,” kata Mbah Ngatirah yang masih jelas ketika bercerita.

Peta Jawa Tengah
Peta Jawa Tengah (earth.google.com)
Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved