Pondok Tetirah Dzikir Bina Ratusan Pecandu Napza dan Orang Gangguan Jiwa
Saat ini ada 100 penyandang gangguan jiwa dan mantan pecandu napza yang menjalani rehabilitasi di Pondok Tetirah Dzikir.
Penulis: Maruti Asmaul Husna | Editor: Gaya Lufityanti
Setelah mengalami keterpurukan, dia mulai sadar bahwa mendekatkan diri kepada Tuhan bisa menjadi solusi.
Tri kemudian nyantri kepada kiai-kiai di Jawa Tengah.
Setelah merasa cukup tenang dia keluar dari pesantren.
“Tapi waktu itu, kiai-kiai itu hanya menenteramkan saya ketika di pesantren saja. Keluar dari sana muncul guncangan-guncangan lagi,” papar Tri.
• Pondok Pesantren Nurul Ummahat, Terima Santri dari Berbagai Kalangan
Setelah itu, Tri memutuskan untuk kembali ke pesantren.
Pesantren Suryalaya di Tasikmalaya, Jawa Barat kini menjadi pilihannya.
Tri belajar selama tiga bulan di sana.
“Di situlah saya memeroleh pegangan hidup. Kita dapat ilmu untuk menghidupkan zikir. Saya pernah merasakan bagaimana proses hilang diri. Pengalaman ini sangat penting, solusi dari ini adalah ber-taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah,” tuturnya.
Selesai belajar di Pesantren Suryalaya, Tri kembali ke DIY pada 1999.
Setelah beberapa tahun menenangkan diri, pada 2003 ada seseorang yang mengalami gangguan jiwa datang kepadanya.
“Dia guncangannya parah. Sudah tingkatan lari-lari telanjang, sudah mau bunuh diri. Saya tahu dia perlu orang yang mendampingi. Solusi utamanya kita ajak berzikir kepada Allah. Setelah 40 hari dia mulai menemukan dirinya kembali,” jelas Tri.
Setelah satu orang tersebut berangsur pulih, mulai banyak keluarga-keluarga lain menitipkan anggota keluarganya yang bermasalah kepada Tri.
Hingga pada 2010 binaannya berjumlah 25 orang.
Dia berkali-kali menemukan kesulitan untuk menampung orang-orang tersebut.
“Ada anak-anak yang teriak-teriak, ada yang melempar batu ke rumah tetangga. Saya sudah berpikir kami tidak bisa tinggal di dekat kampung padat penduduk,” jelas Tri.
• Pondok Pesantren Islam Al Iman Muntilan, Berdiri di Atas dan untuk Semua Golongan