Yogyakarta
Dosen UGM Kembangkan Pertanian Cerdas untuk Hitung Gas Emisi Rumah Kaca di Lahan Pertanian
Dosen Departemen Teknik Pertanian dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian UGM, Bayu Dwi Apri Nugroho membuat terobosan baru di bidang pertanian.
Penulis: Noristera Pawestri | Editor: Ari Nugroho
TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Dosen Departemen Teknik Pertanian dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian UGM, Bayu Dwi Apri Nugroho membuat terobosan baru di bidang pertanian.
Bayu mengembangkan pertanian cerdas yang mampu melakukan penghitungan gas emisi rumah kaca di lahan pertanian.
Melalui teknologi itu dapat diketahui informasi tentang emisi gas rumah kaca yaitu gas metan (CH4), karbondioksida (CO2), amonium (NH4) yang dihasilkan dari lahan pertanian.
• dNext-G, Grup Band Beranggotakan Para Dosen UGM Akan Luncurkan Single Kedua
Selama ini, kata dia, pengembangan pertanian cerdas selalu berorientasi pada pertanian yang persisi di proses budidaya atau on-farm.
Padahal data-data yang diperoleh dari sensor-sensor yang dipasang di lahan pertanian dapat dipakai untuk menghitung informasi lain di luar on-farm.
Salah satunya adalah menghitung emisi gas rumah kaca di lahan pertanian.
“Selama ini penghitungan emsi gas rumah kaca di lahan pertanian dilakukan secara manual dan perkiraan berdasarkan data sekunder seperti jenis varietas yang ditanam, jenis pupuk lalu dicocokan dengan pedoman Intergovermental Panel on Climate Change (IPCC). Padahal realita di lapangan emisi karbon yang dihasilkan bisa melebihi perkiraan,” ujarnya Senin (16/12/2019).
• Rumah Kaca Otomatis Ini Bisa Mengatasi Masalah Kurangnya Tanaman di Perkotaan
Sektor pertanian kata dia menjadi salah satu penyumbang gas rumah kaca.
Adapun sumber emisi utama gas rumah kaca dari sektor pertanian berasal dari pertanian konvensional yang menggunakan pupuk kimia dan irigasi berlebih, penggunaan pupuk yang belum terfermentasi, dan pembakaran jerami di lahan pertanian secara masif.
Berawal dari kondisi tersebut, ia kemudian berpikir untuk membuat suatu perhitungan dengan memanfaatkan data dari sensor secara real time dan update seperti data iklim, paremeter tanah dan pertumbuhan tanaman.
Data ini dapat digunakan untuk mengevaluasi sistem irigasi dan menghitung konsentrasi emisi gas rumah kaca.
Lewat teknologi ini dapat diperoleh data untuk perhitungan emisi gas rumah kaca yang didapatkan dari telemetri.
Selanjutnya diolah dengan model jaringan saraf tiruan sehingga akan didapatkan nilai penurunan emsisi yanga terdapat di lahan pertanian.
• Menikmati Sensasi Makan di Rumah Kaca
Alat penghitung emisi gas rumah kaca yang dikembangkan Bayu ini dibangun dengan lima sensor dalam field monitoring system (FMS).
Sensor yang digunakan adalah sensor radiasi matahari, arah dan kecepatan angin, kelembaban dan suhu udara, hujan dan kelembaban tanah termasuk suhu dan daya hantar listrik tanah.
Selanjutnya telemetri yang berfungsi sebagai pengirim data dari data logger ke server otomatis setiap hari dengan memakai modem dari provider telekomunikasi di Indonesia.
Alat ini juga menggunakan kamera yang berfungsi untuk memonitor padi dan solar panel sebagai pembangkit daya.
Cara kerja alat dimulai saat seluruh sensor terkoneksi dengan data logger.
Pengukuran akan dilakukan secara otomatis setiap 30 menit sekali dan data akan langsung tersimpan di data logger.
Selanjutnya data yang didapatkan akan diambil secara rutin setiap harinya oleh field router dan dikirim ke server melalui jaringan internet GSM.
Disamping mengambil data, field router juga akan mengirim foto lokasi satu kali dalam sehari.
• Ketersediaan Air untuk Pertanian Masih Menjadi Masalah Petani di Gunungkidul
“Pengguna dapat mengakses seluruh data baik berupa data numerik, grafik maupun gambar atau foto lewat website yang telah dibangun,” tuturnya.
Inovasi ini dikembangkan sejak tahun 2016 dan telah diuji coba pada demplot budidaya padi SRI di Kabupaten Kupang, NTT bekerja sama dengan Indonesia Climate Change Trust Fund/ICCTF BAPPENAS.
Pengembangan pertanian cerdas berbasis IoT ini diharapkan dapat mendukung pembangunan rendah karbon di Indonesia, khususnya bidang pertanian.
Tak hanya itu, dengan penerapan teknologi ini juga memberikan manfaat bagi petani.
Petani menjadi lebih dimudahkan dalam menjalankan aktivitas bertani karena telah memanfaatkan teknologi.
Selain itu juga mendorong peningkatan produktivitas pertanian karena penerapan kalender tanam dan pola tanam yang tepat serta biaya produksi lebih rendah.
“Harapannya dengan tekonologi ini dapat mewujudkan pertanian ramah lingkungan dengan pertanian presisi yang mengedepankan efisiensi menggunakan suatu infromasi dalam mengambil keputusan,” ujarnya.(TRIBUNJOGJA.COM)