Kulon Progo

Perekonomian Warga Temon Menggeliat, Muncul Indekos hingga Persewaan Sepeda Motor

Aktivitas perekonomian di Kecamatan Temon mulai bergerak menggeliat seiring pembangunan Bandara Internasional Yogyakarta (YIA) di wilayah tersebut.

Penulis: Singgih Wahyu Nugraha | Editor: Gaya Lufityanti
TRIBUNJOGJA.COM / Singgih Wahyu
sejumlah kendaraan tampak melintas di depan area pintu masuk kawasan Bandara Internasional Yogyakarta (YIA) di Temon, Kulon Progo, Selasa (3/12/2019). 

TRIBUNJOGJA.COM, KULON PROGO - Aktivitas perekonomian di Kecamatan Temon mulai bergerak menggeliat seiring pembangunan Bandara Internasional Yogyakarta (YIA) di wilayah tersebut.

Banyak warga yang sudah memanfaatkan peluang usaha dari adanya megaproyek tersebut.

Pantauan Tribunjogja.com, ruang-ruang usaha semakin banyak bermunculan di sekitar jalan nasional Yogya-Purworejo sepanjang wilayah Temon.

Terutama kedai makan serta restoran, layanan binatu hingga rumah kontrakan atau indekos.

Aktivitas usaha ini bisa terlihat secara kasat mata di wilayah-wilayah desa sekitar kawasan Bandara YIA.

Bandara YIA Siap Sambut Musim Libur Nataru

Rumah kos, satu di antaranya, dipandang warga sebagai sebuah cara berinvestasi di bidang properti yang cukup prospektif dan bersifat jangka panjang seiring kebutuhan pekerja dan pegawai bandara terhadap penginapan.

Ismawati (35), warga Pedukuhan Weton, Desa Kebonrejo adalah satu dari beberapa pelaku usaha tersebut.

Ia kini memiliki 26 buah kamar indekos di rumahnya dan cukup laris disewa para pekerja proyek pembangunan Bandara YIA.

Lokasi rumahnya memang cukup strategis yakni di kawasan depan pintu gerbang utama bandara tersebut, berhadapan langsung dengan nasional.

Ia sudah menjalankan usaha tersebut sejak 2018 lalu ketika proyek pembangunan fisik bandara baru saja mulai dengan membikin sebagian area di ruang dapurnya menjadi beberapa sekat kamar.

"Ini hanya kebetulan saja, memanfaatkan area dapur rumah yang dirasa terlalu besar lalu dibikin kamar. Awalnya kami juga sempat ragu, siapa nanti yang mau menempati. Alhamdulillah, sekarang penuh terisi terus," kata Ismawati, Selasa (3/12/2019).

Soal tarif, Ismawati mengenakan biaya huni per kamar ukuran 3x4 meter sebesar Rp900.000-1.000.000, tergantung fasilitasnya.

Kamar yang dilengkapi dengan area dapur serta memiliki kasur pegas (spring bed) tentu bertarif lebih mahal meski semuanya terdapat kamar mandi pribadi.

Sultan Ingin Pertahankan Pertumbuhan Ekonomi di DIY Setelah YIA Selesai

Untuk membangun rumah kos tersebut, termasuk merenovasi rumah, Ismawati menghabiskan dana sekitar Rp1 miliar yang diambilkan dari hasil kompensasi pembebasan lahan sawah miliknya untuk pembangunan Bandara YIA.

Saat itu, sawah miliknya dengan luasan sekitar 3.000 meter persegi terkena pembebasan lahan dan ia mendapatkan ganti rugi sebesar sekitar Rp2 miliar.

"Uang ganti rugi itu yang buat bangun rumah dan kos-kosan ini, ngga ngutang ke bank. Sebagian uang itu dibelikan tanah lagi dan ada yang didepositokan untuk anak. Kami juga buka usaha sarang burung walet di Sumatera Selatan,"kata Ismawati.

Tak hanya Ismawati yang membikin rumah indekos di wilayah tersebut.

Setidaknya, ada 8-9 buah rumah kos lainnya yang muncul dengan jumlah kamar biasanya melebihi lima unit.

Kebanyakan kamar-kamar tersebut dihuni oleh pekerja proyek bandara.

Pemandangan hampir serupa juga terlihat di hampir semua desa lainnya di Temon meski jumlahnya beragam.

PT Angkasa Pura 1 Yogyakarta Pastikan 156 Flight Domestik Akan Dipindah ke YIA Januari 2020

Dukuh Palihan I, Desa Palihan, Suradi mengatakan di wilayahnya ada sekitar 10 warga yang membuka rumah kontrakan ataupun indekos, termasuk dirinya sendiri.

Rata-rata tiap rumahnya memiliki 4-5 kamar yang disewakan dengan tarif Rp500.000-1.200.000 per bulan.

Beberapa di antaranya merupakan bangunan baru sedangkan lainnya memanfaatkan ruang sisa dari rumah yang sudah ada.

Menurutnya, banyak warga mulai membuka usaha rumah indekos dan kontrakan sejak dimulainya masa konstruksi fisik Bandara YIA di mana saat itu ada ribuan pekerja yang terlibat.

Mereka bukan hanya dari lingkungan warga sekitar tapi juga pekerja dari luar daerah sehingga memerlukan penginapan.

"Jumlah permintaan rumah kos langsung padat dan semua warga bikin kamar. Tapi, sejak Lebaran kemarin sudah mulai sepi karena jumlah pekerja di proyeknya sekarang kan menurun. Subkontraktor pekerjaannya semakin sedikit. Mungkin ke depan masih bisa bertambah lagi,"kata Suradi.

BMKG Akan Pasang 5 Sensor di Bandara YIA

Selain rumah indekos, warga juga melihat peluang bisnis dari kebutuhan mobilitas para pekerja proyek bandara yakni dengan menyewakan sepeda motor.

Karena sebagian pekerja berasal dari luar daerah, mereka memilih menyewa kendaraan untuk hilir mudiknya di perantauan ketimbang membawa sendiri dari daerah asalnya.

Suradi mengatakan, dirinya saat ini memiliki dua unit sepeda motor yang disewakan sedangkan tetanggannya yang lain ada yang memiliki 6-10 unit sepeda motor.

Ia membeli sepeda motor matik itu dalam kondisi bekas pakai lalu disewakan senilai Rp750.000 per bulan.

Dalam setahun, ia bisa mengantongi keuntungan sekitar Rp9 juta pertahun untuk tiap unit sepeda motor yang disewakan.

"Saya memang tidak terkena pembebasan lahan bandara tapi berusaha untuk cari nafkah lah. Ada peluang sewakan motor, ya kita ambil," kata Suradi.

Pemda DIY dan AP 1 Buka Ruang untuk UMKM di YIA

Masih Ada Warga Rawan Miskin

Kepala Desa Palihan, Kalisa Paraharyana tak memungkiri semakin banyak bermunculannya ruang-ruang usaha di wilayahnya setelah terpantik adanya pembangunan Bandara YIA.

Kebanyakan warga yang membangun rumah kos maupun usaha rumah makan memanfaatkan dana dari hasil kompensasi pembebasan lahan untuk megaproyek tersebut.

Hal itu sedikit banyak turut mendongkrak level kesejahteraan warga bersangkutan.

Sedangkan sebagian besar usaha restoran yang kini muncul di pinggiran jalan menurutnya adalah warga pendatang atau pemodal besar dari luar daerah yang membeli tanah untuk lokasi usaha di kawasan tersebut.

Namun demikian, ada pula warga yang hingga kini masih berada dalam garis rentan miskin.

Mereka adalah warga yang hanya mendapatkan sedikit dana ganti rugi namun kehilangan seluruh aset rumah dan bangunannya serta belum memiliki sumber nafkah lagi.

Ada juga warga lainnya yang tidak turut mendapat kompensasi dan taraf hidupnya masih biasa-biasa saja.

Wagub DIY Sebut Peningkatan Kualitas Layanan Bandara YIA Dukung Pariwisata DIY

"Warga yang bikin usaha kos-kosan itu yang punya banyak uang dari ganti rugi (kompensasi pembebasan lahan bandara). Sedangkan yang tidak dapat ya gitu-gitu saja. Gap kemiskinan ke depan mungkin bisa lebih tinggi," kata Kalisa.

Pemerintah Kabupaten Kulon Progo mencatat, hingga 2019 ini, Temon tercatat sebagai wilayah kecamatan dengan persentase penduduk miskin terendah dan memiliki laju penurunan penduduk miskin tertinggi di antara 12 kecamatan di wilayah kabupaten ini.

Lima desa di Temon juga memiliki tingkat kemiskinan paling kecil dari 88 desa/kelurahan di Kulon Progo.

Yakni, Temon Kulon (0,83 %), Glagah (1,15 %), Jangkaran (1,42 %), Janten (1,98 %) dan Temon Wetan (3,21 %).

Kelimanya merupakan desa-desa yang bersinggungan atau berdekatan langsung dengan area Bandara YIA.

Khusus untuk Palihan, meski turut terdampak langsung pembebasan lahan Bandara YIA, nyatanya tidak masuk dalam daftar desa dengan tingkat kemiskinan terkecil itu.

PT Angkasa Pura 1 Yogyakarta Gelar Pelatihan Bagi 25 Warga Terdampak Proyek Bandara YIA

Kalisa mengaku tidak terlalu hapal angka kemiskinan di desanya saat ini namun disebutnya ada penurunan dibanding tahun-tahun sebelumnya ketika belum ada proyek pembangunan Bandara YIA.

Ia memprediksi, masih cukup tingginya angka kemiskinan di Palihan karena warganya banyak yang kehilangan pekerjaan setelah terkena proyek bandara dan masih menganggur hingga saat ini meski mungkin masih ada uang tersisa dari hasil kompensasi pembebasan lahan.

Terutama kalangan warga yang sebelumnya bekerja sebagai petani.

"Warga yang tinggal di kompleks relokasi itu banyak yang menganggur. Mereka tidak bisa bekerja di proyek bandara karena usianya sudah 40 tahun ke atas dan lahannya habis kena bandara," kata Kalisa.

Menurutnya, Palihan adalah desa yang paling luas terdampak proyek bandara.

Ada 271 kepala keluarga yang harus pindah karena rumahnya terkena pembebasan lahan.

Tutorial Super Mudah Menghilangkan Kantong Mata

Sebanyak 153 KK di antaranya kini menempati kompleks relokasi di Pedukuhan Palihan I dan Janten.

Rumah-rumah baru warga di kompleks relokasi itu memang terbilang sangat layak bahkan mewah namun menurut Kalisa sebagian warga itu tetap rentan miskin karena tidak punya sumber nafkah lagi.

Sekitar 85 persen warga Palihan bermata pencaharian sebagai petani sedangkan lahan pertanian di desa tersebut kini semakin menyusut karena terkena proyek bandara.

"Kalau kemiskinan itu kriterianya rumah, di Palihan tidak ada lagi warga yang rumahnya jelek. Semua sudah bagus. Tapi, untuk mencari nafkah, mereka masih belum beranjak. Sekarang mungkin mereka masih punya simpanan uang tapi itu kan lama-lama bisa habis sedangkan belum ada pekerjaan lagi. Ini yang membuat mereka masih rentan miskin,"kata Kalisa.(TRIBUNJOGJA.COM)

Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved