Yogyakarta
Kisah di Balik Siswa yang Bayar Sekolah Pakai Uang Koin
Beberapa waktu lalu, terdapat satu fenomena yakni seroang wali murid di SMK N 1 Yogyakarta membayar sekolah menggunakan uang koin.
Penulis: Andreas Desca | Editor: Ari Nugroho
Laporan Reporter Tribunjogja.com, Andreas Desca Budi Gunawan
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Beberapa waktu lalu, terdapat satu fenomena yakni seroang wali murid di SMK N 1 Yogyakarta membayar sekolah menggunakan uang koin.
Uang koin yang dibayarkan beberapa waktu lalu sejumlah Rp.1.200.000 yang dimasukkan kedalam kantung-kantung plastik.
Bahkan sebelumnya saat awal masuk sekolah, uang pendaftaran sejumlah Rp.3.000.000 juga dibayarkan berupa koin.
Wali murid ini ternyata seorang pedagang angkringan, Suratmo (67) yang beralamat di Prenggan Utara, RT 26 RW 05 KG II/610, Kotagede, Yogyakarta dan setiap harinya berjualan di depan Asrama Putra Nurul Ummah, Kota Gede.
• Kisah Siswa yang Bayar Sekolah Pakai Uang Koin
Tribunjogja.com yang mendatangi angkringan miliknya, Kamis (26/9/2019) mendapati suasana yang berbeda dengan angkringan pada umumnya.
Dengan model semi permanen dengan atap seng, angkringan ini dipenuhi anak-anak penghuni Asrama yang berada tepat di seberangnya.
Awal Mula Menabung Uang Koin
Di sela kesibukannya melayani pelanggan, Suratmo (67) menceritakan awal mula mengapa dirinya gemar menabung uang koin.
Pria beranak tiga ini menceritakan bahwa dulunya dia merupakan pengrajin suweng sebelum menekuni usaha angkringan.
"Walaupun itu cuma ikut orang, tapi hasilnya bisa membuat rumah yang sekarang ditinggali. Namun lama kelamaan, tidak laku dan berhenti," tuturnya.
Setelah itu dia memutuskan untuk berjualan angkringan.
Setelah berjalan 2 tahun dikaruniai anak ketiga yakni Retno, yang kini bersekolah di SMK N 1 Yogyakarta.
"Pas Retno masih kecil, Kalau tidak salah kakak keduanya masih SMP dan yang anak pertama masih SMK, sempat kesulitan Ekonomi. Akhirnya terlilit hutang," jelasnya.
Lanjut pria yang selalu gemar bercerita tersebut, saat itu langsung mencoba untuk menabung.
• Wow! Koin Emas Langka Berusia 1.700 Tahun Terjual Hampir Rp1 Triliun
"Awalnya uang kertas dan itu saya masukkan kebawah koran yang jadi alas meja jualan. Ternyata uangnya dimakan serangga, sampai rusak. Padahal uang Rp5 ribu saat itu, masih sangat berharga," jelasnya.
Tambah Suratmo, setelah kejadian uang rusak itulah dirinya merubah uang kertas yang dikumpulkannya menjadi uang koin.
"Gak masalah mau uang koin sekalipun. Kalo mau bayar sesuatu ditolak, saya sudah siapkan jawabannya," ujarnya.
"Uang koin ini kan yang bikin pemerintah, jadi tetap saja namanya uang. Jadi bisa buat bayar," tegasnya.
Selalu Sisihkan Uang
Menurut penuturan Suratmo (67) yang sudah berjualan bersama istrinya, Wartinah (52) sejak 20 tahun yang lalu, berapapun penghasilan yang didapatkan akan disisihkan untuk ditabung.
"Kadang Rp5.000 kadang Rp1.500, ya tergantung jualannya laku atau tidak," ujarnya.
Wartinah juga menimpali, jika pendapatnya tidak menentu.
"Ini uangnya kita putarkan terus walau tidak menentu. Selain itu kita juga tidak mengambil keuntungan banyak, disini es kita jual Rp.1000 saja," tuturnya.
Suratmo juga menjelaskan awal mula saat dirinya mulai menabung.
"Dulu, nabungnya uang logam yang besar itu. Pakai kaleng bekas oli, pernah saya hitung kalo penuh itu Rp.37 ribu," tuturnya.
"Kalau sekarang kan uangnya ada banyak macamnya, jadi di pisah-pisah. Yang alumunium sendiri, yang Kuningan sendiri. Jumlah uangnya juga dipisahkan, mana yang Rp.1000, mana yang Rp.500 bahkan sampe yang Rp.100 juga ada," jelasnya.
Anak Jadi Prioritas Utama
Suratmo dan Wartinah menjelaskan bahwa saat ini prioritas mereka hanya untuk anak.
"Anak pertama dan kedua kan sudah mandiri, sekarang tinggal fokus untuk Ratna," ujar mereka.
Sambil tersenyum lebar, Suratmo menjelaskan bahwa cita-cita anaknya harus terkejar.
"Bapak ibunya kan cuma lulusan SMP, ya semoga cita-citanya bisa tercapai. Kalo memang mau kuliah ya besok gimana caranya, orangtua kan pasti mengusahakan", jelasnya.
Suratmo menjelaskan jika jangan sampai anaknya merasakan kesusahan kelak.
"Cukup bapak ibunya saja yang susah, kalo anak harus bisa lebih baik. Dulu waktu saya sekolah tahun 65, jalan kaki dari Kota Gede sampai Bintaran. Kadang sehari saja makan cuma bisa sekali," tuturnya.
"Kalo anak yang terkhir ini kemarin kita lihat pintar hitung-hitungan, jadi ya disekolahkan ke SMK N 1 Yogyakarta, Jurusan akuntansi. Harapannya setelah lulus besok bisa masuk ke STAN," jelasnya.
Lanjutnya, saat ini kebiasaan menabung ini juga terus dilakukan.
"Di rumah masih ada beberapa kotak dan thermos yang berisikan uang koin, ya buat jaga-jaga jika memang denok ingin lanjut kuliah," tuturnya sambil tertawa. (TRIBUNJOGJA.COM)