Dekat Sejarah Keraton, Ini Kata Sultan HB X Soal Rumah Patehan dan Langenastran Yang Dihibahkan KPK
Dekat Sejarah Keraton, Ini Kata Sultan HB X Soal Rumah Patehan dan Langenastran Yang Dihibahkan KPK
Penulis: Agung Ismiyanto | Editor: Hari Susmayanti
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X mengapresiasi hibah yang diberikan oleh KPK berupa tanah dan rumah di kawasan dalam benteng keraton.
Sultan menyebutkan selain memiliki nilai historis tinggi, bangunan ini juga tepat diserahkan pada Pemda DIY daripada jatuh ke tangan yang tidak tepat.
“Saya kira ini sangat penting, sangat tepat apabila diserahkan ke Pemda DIY daripada jatuh ke tangan pihak yang tidak tepat. Karena, kalau jatuh ke tangan yang tidak tepat bisa diisi dengan kepentingan yang lain," ujar Sultan.
Dari sisi sejarahnya, kawasan tersebut memang merupakan Sultan Ground namun oleh kerajaan atau keraton Yogyakarta, diberikan kepada abdi dalem berupa sertifikat hak milik.
• Gagal Raih WTP, Wakil Ketua KPK: Kami Sedikit Lalai Dengan Penataan Barang Rampasan
Dimungkinkan warisan rumah turun temurun ini kemudian dijual oleh ahli waris hingga akhirnya menjadi barang rampasan KPK.
Seperti misalnya, rumah di kawasan Langenastran ini adalah kompleks prajurit yang bertugas di sekeliling raja.
Sementara, rumah di kawasan Patehan dulunya ditinggali oleh Abdi Dalem keraton yang menyediakan konsumsi, sesuai dengan namanya berasal dari kata `teh`.
Bangunan tersebut juga semakin sarat dengan sejarah karena dulunya di depan bangunan yang berada di Patehan tersebut sejatinya sering digunakan Sri Sultan Hamengku Buwono IX untuk berdiskusi dengan para intel.
"Dulu kan ada sebuah warung sate di depannya namanya Sate Puas, biasanya almarhum IX bertemu dan berdiskusi dengan para intel di situ pada saat menjelang kemerdekaan,” jelasnya.
• KPK Hibahkan Tanah dan Rumah Rampasan Kasus Korupsi Djoko Susilo ke Pemda DIY
Sultan menambahkan, bahwa kawasan dan bangunan yang masih berada di dalam Beteng Baluwerti (beteng keraton) sejatinya tidak bisa dibangun dan diubah seenaknya. Selain itu, harus mempertahankan bentuk bangunan asli dan mempertahankan beberapa unsur yang ada.
“Saya tidak tahu persis mengapa ada orang yang mau beli. Beli heritage ini tidak boleh diubah harus memberitahu konservasi dan purbakala dan harus izin. Namun, motif sebenarnya ga tahu,” jelasnya.
Sultan juga menyebutkan, lebih baik daripada dibeli orang lain, Pemda pun akan membeli.
Apalagi banyak investor dari China atau Malaysia yang dimungkinkan mengincar bangunan cagar budaya ini.
“Apalagi kawasan Kotagede dan seperti Patehan, kalau dibeli investor dari negara lain yang kemudian mengadakan aktivitas dan atraksi budaya, maka mungkin masyarakat setempat akan mempermasalahkan," jelasnya. (Tribunjogja I Agung Ismiyanto)