Yogyakarta

Malioboro dan Balai Kota Yogya Dinilai Belum Aksesibel bagi Difabel

Menurut survei yang dilakukan,fasilitas publik di Balaikota dan Malioboro yang belum ramah terhadap difabel.

Penulis: Siti Umaiyah | Editor: Gaya Lufityanti
TRIBUNJOGJA.COM / Siti Umaiyah
Organisasi Harapan Nusantara (OHANA) bersama dengan Perwakilan Organisasi Difabel di DIY melakukan audiensi dengan DPRD DIY berkaitan dengan hasil survei aksesibilitas di Malioboro dan Balaikota yang dilakukan pada 12 September 2018 lalu, di Gedung DPRD DIY pada Kamis (13/12/2018). 

TRIBUNJOGJA.COM - Organisasi Harapan Nusantara (OHANA) bersama dengan Perwakilan Organisasi Difabel di DIY melakukan audiensi dengan DPRD DIY berkaitan dengan hasil survei aksesibilitas di Malioboro dan Balaikota yang dilakukan pada 12 September 2018 lalu, di Gedung DPRD DIY pada Kamis (13/12/2018).

Nuning Suryatiningsih Direktur Ciqal, (Center for Improving Qualified Activity in Like of Person with Disabilities) yang juga tergabung dalam audiensi ini menerangkan jika menurut survei yang dilakukan, terdapat tempat maupun fasilitas publik di Balaikota dan Malioboro yang belum ramah terhadap difabel.

Dia menerangkan, fasilitas seperti akses masuk utama di Balaikota, parkir kendaraan, ramp dan tanjakan, koridor, pintu ruangan, tangga dan papan informasi kebanyakan masih dalam kriteria akses potensial, bahkan tidak akses bagi difabel netra.

Sementara itu, di Malioboro juga terdapat akses yang tidak ramah bagi difabel.

Untuk difabel netra seperti material dan curb serta persimpangan.

Sedangkan bagi tuna rungu, non fisik juga sangat tidak aksesibel.

Non fisik ini sendiri mencakup layanan yang diberikan kepada penyandang disabilitas, seperti sikap maupun informasi.

"Kemarin kami survei sangat detail, sampai ke ukuran. Hasil survei kita kelompokan menjadi tiga, dari tidak akses, akses potensial dan akses. Untuk difabel netra banyak yang berada di tengah, yakni akses potensial yang mungkin bisa ditingkatkan. Namun juga ada yang tidak akses," katanya pada Tribunjogja.com.

Dia mengatakan dari sesuatu yang ada, ada yang butuh ditambah atau dilakukan perbaikan agar fasilitas dan ruang tersebut bisa akses.

"Kementerian PUPR sudah mengeluarkan peraturan untuk standar bangunan fisik untuk disabilitas, itu sebenarnya harusnya menjadi salah satu pegangan bagi petugas yang akan melakukan pembangunan," katanya.

Dia mengatakan jika advokasi sudah dilakukan sejak lama. Namun, belum mendapatkan respon apapun.

"Tidak ada respon, perlu tertulis. Sehingga kami melakukan survei yang hasilnya sangat detail, ada beberapa ragam disabilitas yang ikut dalam survei, ada netra, tuli, fisik, itu kita lakukan dengan seksama," katanya.

Baca: KPU Kulon Progo : TPS Harus Aksesibel bagi Penyandang Disabilitas

Dia mengatakan, jika hasil survei ini nantinya bisa dijadikan masukan terhadap revisi Perda DIY Nomor 4 Tahun 2012 tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak-hak Penyandang Disabilitas sehingga diharapkan nantinya ada perbaikan-perbaikan terhadap ruang publik tersebut.

Supriyatno dari DPC Pertuni (Persatuan Tunanetra Indonesia) Sleman mengeluhkan adanya guiding block yang belum akses terhadap difabel.

Yang mana saat ini guiding block di Malioboro menggunakan aluminium yang dulunya menggunakan ubin.

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved