Yogyakarta
#kitaAgni Kembali Lakukan Aksi
Koordinator aksi, Cornelia Natasya menerangkan lewat aksi tersebut, massa ingin membawa pesan kepada publik agar peduli dengan nasib penyintas.
Penulis: Siti Umaiyah | Editor: Ari Nugroho
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA – Gerakan Solidaritas #kitaAgni kembali melalukan aksi massa menuntut penyelesaian kasus dugaan pemerkosaan yang dilakukan HS kepada Agni saat KKN di Maluku pada 2017.
Aksi massa digelar di Gedung Rektorat UGM pada Kamis (29/11/2018).
Massa yang membawa payung, kentungan, peluit dan memakai baju gelap ini secara spesifik menuntut Rektorat UGM untuk memenuhi tuntutan massa yang terdiri dari 9 poin.
Baca: ORI Kembali Memanggil Pihak yang Berkaitan dengan Kasus Agni
Kesembilan poin tersebut antara lain meminta UGM agar memberikan pernyataan kepada publik yang menyatakan bahwa pemerkosaan merupakan pelanggaran berat, memberikan sanksi berat berupa pemberhentian tidak hormat kepada pelaku pelecehan, memulihkan nama baik penyintas, memberntuk tim tata reformasi tata kelola untuk meninjau ulang dan merevisi peraturan di tingkat Universitas, dan sebagainya.
Koordinator aksi, Cornelia Natasya menerangkan lewat aksi tersebut, massa ingin membawa pesan kepada publik agar peduli dengan nasib penyintas.
Dia menerangkan jika kasus yang menimpa Agni harus segera mungkin diselesaikan.
“Kami disini berdiri bersama Agni. Kami berusaha menarik Rektorat agar keluar. Disini kami memiliki tuntutan yang harus segera dilakukan Rektorat. Kami mendesak Rektorat memberikan komitmennya,” ungkapnya.
Selama ini Rektorat menurutnya masih lamban dalam penyelesaian kasus Agni.
Dia menilai selama ini Rektorat tidak berpihak kepada penyintas dan cenderung menyudutkan penyintas.
Baca: ORI Temukan Beberapa Dugaan Maladministrasi Penyelesaian Kasus Pelecehan Seksual di UGM
“Pihak Rektorat masih banyak menyudutkan penyintas. Rektorat mengatakan ingin agar masa depan keduanya tidak boleh ada yang rusak, lantas bagaimana dengan penyintas yang sudah rusak terlebih dahulu,” ungkapnya.
Cornelia juga menyayangkan langkah UGM yang membawa kasus Agni ke jalur hukum.
Menurutnya hal tersebut tidak sesuai dengan keinginan penyintas, terlebih pasal mengenai pemerkosaan saat ini belumlah siap diberlakukan.
“Ini melangkai keinginan penyintas. Jalur hukum juga belum siap, undang-undang penghapusan kekerasan seksual belum siap. Dengan mendorong ke ranah hukum, artinya UGM ingin lepas tangan,” jelasnya.
Tri Ningtyasasi, selaku perwakilan Alumni UGM yang turut dalam aksi ini menerangkan jika pihaknya sangat prihatin dengan kasus pelecehan yang terjadi.
Sebagai institusi pendidikan tinggi terkemuka harusnya UGM bisa menunjukan diri sebagai Universitas berkeadilan.
Baca: Aliansi Aksi Solidaritas Melawan Kekerasan Seksual Gelar Long March di UGM
