Bantul
20 Tahun Geluti Kerajinan Topeng Kayu, Perajin Asal Bantul Ini Tetap Pertahankan Kualitas
Karena kerumitan dan nilai estetikanya pula, harga satu topeng kayu milik Warsana dibanderol dengan harga cukup fantastis.
Penulis: Ahmad Syarifudin | Editor: Gaya Lufityanti
Laporan Reporter Tribun Jogja, Ahmad Syarifudin
TRIBUNJOGJA.COM, BANTUL- Seni kerajinan topeng kayu belakangan mulai tergerus oleh zaman.
Produksi dan bahan baku yang sulit didapat menjadi penyebab utama dari mati surinya kerajinan penutup wajah tersebut.
Baca: Lestarikan Warisan Budaya, Pria Bantul Setia Geluti Kerajinan Topeng Kayu Selama 20 Tahun
Terlebih, kecanggihan teknologi membuat kerajinan topeng banyak diproduksi oleh mesin dengan harga murah.
Alhasil, kerajinan topeng kayu tradisional mulai ditinggalkan.
"Kerajinan topeng kayu mulai tergusur oleh yang dijual murah-murah," ujar Warsana, perajin topeng asal Diro, Pandowoharjo, Bantul pada Tribunjogja.com.
Warsana tetap setia lestarikan budaya, sudah lebih dari 20 tahun ia menekuni profesi sebagai perajin kayu tradisional.
Terlihat ada banyak karakter topeng klasik yang telah diciptakan.
Mulai dari Topeng Gunungsari, Condrokirono, hingga Ragil Kuning.
Bahan yang digunakan juga bahan-bahan alami, termasuk pewarna yang digunakan.
Dijelaskan Warsana, pewarna alami biasa ia didapatkan dari bahan sekitar alam.
Semisal untuk warna kuning, ia menggunakan batu atal, warna putih menggunakan batu kapur atau bisa juga tulang sapi yang dibakar dan ditumbuk.
Sementara untuk hasilkan warna emas, Warsana memakai pewarna prodo.
"Warna-warna alami membuat topeng lebih memiliki daya tarik," tuturnya.
Meskipun tergusur oleh topeng yang dijual murah.
