Ramadan 1438 H

Masjid Gedhe Kauman Yogyakarta, Arsitektur Jawa dan Filosofinya

setiap orang ingin mencapai kesempurnaan hidup baik di dunia maupun akhirat haruslah dapat melampaui tiga tingkatan yaitu Hakekat, Syariat, dan Ma'rif

Penulis: trs | Editor: Iwan Al Khasni
DOK. TRIBUNJOGJA.COM | Tris Jumali
Masjid Gedhe Kauman 

Jika anda berkunjung ke Keraton Yogyakarta, baiknya menyempatkan diri beribadah ke Masjid Gedhe Kauman. Masjid satu ini syarat sejarah. Dibangun tak ala kadarnya tetapi memiliki filosofi yang kental dengan agama.

JAUH hari sebelum gempa dahsyat menguncang Yogyakarta, khususnya Bantul pada 2006. Sekitar pukul 5 pagi, hari Senin Wage, tanggal 7 Safar 1284 H/ 1867 M terjadi gempa bumi di Yogyakarta.

Gempa itu berdampak runtuhnya Gapuro dan Serambi Masjid Kauman serta menimpa kyai Penghulu hingga meninggal dunia.
Melihat itu, Sri Sultan Hamengku Buwono VI, memberikan kagungan dalem "Surambi Munara Agung" berupa material yang sedianya dipergunakan untuk membangun Pagelaran Kraton namun dialihkan untuk membangun kembali Serambi Masjid yang runtuh.

"Pembangunan kembali Serambi Masjid dimulai pada Kamis Kliwon tanggal 20 Jumadil akhir tahun Jimawal 1797 jw / 1868. Luas Serambi masjid yang baru dua kali lipat lebih besar dari yang sebelumnya. Serambi Masjid yang baru hingga sekarang masih berdiri"Ungkap Totok Yulianto, Koordinator Humas dan Kerjasama Radio Saka, Keraton Yogyakarta.

Serambi Al Mahkamah Al Kabiroh dipergunakan untuk mengurus masalah sosial kemasyarakan dilambangkan dengan profil delapan buah nanas menggantung pada setiap tiang utamanya.

Bagian depan Masjid Gedhe Kauman Yogyakarta
Bagian depan Masjid Gedhe Kauman Yogyakarta (DOK. TRIBUNJOGJA.COM | Tris Jumali)

Serambi masjid terdiri dua lantai, bagian atas terdapat 24 tiang penyangga, bagian bawah terdapat 32 tiang penyangga. Berbeda dengan tiang-tiang di ruang salat utama, semua tiang yang ada di serambi masjid mempunyai umpak (alas) dari batu.

Pada setiap tiang terdapat relief dan kaligrafi tentang perkembangan kehidupan beragama di tanah Jawa, bahwa pada awalnya orang Jawa memeluk agama Hindu, kemudian profil diatasnya menggambarkan stupa (agama Budha).

Kemudian berkembang keatas lagi yang menunjukan masuknya agama Nasrani. Diatasnya lagi terdapat kaligrafi yang berbentuk stilir tumbuhan terbaca Muhammad dan Ar-Rahman, lalu dipuncaknya terdapat kaligrafi yang berbunyi Allah.

"Seni hias atau pahat yang terdapat di masjid ini selain sebagai penghias juga memiliki makna simbol yang erat kaitannya dengan agama Islam. Profil buah labu atau waluh yang terdapat disetiap pilar pagar dan pintu gerbang adalah untuk mengingatkan kita kepada Allah SWT," ungkapnya.

SAMBUT RAMADAN : Warga membersihkan Masjid Gedhe Kauman, Yogyakarta, Minggu (21/5/2017). Pembersihan dimaksudkan untuk menyambut Bulan Ramadan serta agar masjid menjadi semakin nyaman digunakan saat beribadah.
SAMBUT RAMADAN : Warga membersihkan Masjid Gedhe Kauman, Yogyakarta, Minggu (21/5/2017). Pembersihan dimaksudkan untuk menyambut Bulan Ramadan serta agar masjid menjadi semakin nyaman digunakan saat beribadah. (DOK. TRIBUNJOGJA| Bramasto Adhy)

Komplek Masjid Gedhe Kauman secara keseluruhan luasnya 16.000 m2, dimana selain bangunan utama masjid terdapat juga bangunan-bangunan lain, diantaranya dua buah Pagongan, dua buah Pajagan, Pengulon (perumahan para ulama, imam, dll), dan Taman Makan.

Pelantaran masjid yang berlantai ubin terbuat dari batu kali hitam dan dibatasi oleh tembok benteng yang tinggi dan kokoh biasanya dimanfaatkan untuk kegiatan olahraga seperti senam, futsal, basket, bulu tangkis, dll.

Bangunan Masjid Gedhe sendiri mempunyai luas 2.578 m2 terdiri dari ruang salat utama, dan serambi masjid, sedangkan sisanya untuk Ruang Yatihun, Ruang Pawestren, Pawudhon, Pabongan Gedung Kuning (Perpustakaan, Ar-Raubah (Ruang Perawatan Jenazah), Kamar-kamar mandi, halaman dalam, blumbang, dan lain sebagainya yang berdiri diatas tanah seluas 4000 m2.

Sultan kala itu membangun fasilitas bagi para pengurus masjid. Pengulon yang terletak disisi utara Masjid Gedhe adalah perumahan bagi penghulu Keraton dengan keluarganya.

Beberapa pekerja tampak tengah sibuk mengecat pintu pagar Masjid Gedhe Kauman. Bulan Ramadan 1438 Hijriyah yang tinggal beberapa hari lagi, digunakan Masjid Gedhe Kauman untuk berbenah mempercantik diri, Senin (22/5/2016).
Beberapa pekerja tampak tengah sibuk mengecat pintu pagar Masjid Gedhe Kauman. Bulan Ramadan 1438 Hijriyah yang tinggal beberapa hari lagi, digunakan Masjid Gedhe Kauman untuk berbenah mempercantik diri, Senin (22/5/2016). (Tribun Jogja/ Hening Wasisto)

Bagi para Ulama Ketib (Khotib), Modin (Muadzin) Merbot, Abdi Dalem Pametakan, Abdi Dalem Kaji Selusinan, Abdi Dalem Banjar Mangah, sebagian dari mereka diberikan fasilitas perumahan disekitar komplek Masjid Gedhe yang dinamakan Pakauman yang akhirnya lebih dikenal dengan Kampung Kauman.

Bangunan Masjid Gedhe mempunyai gaya arsitek tradisional Jawa yang sarat dengan philosophy-nya. "Atap masjid berbentuk Tajuk Lambang Teplok yaitu bangunan yang mempunyai atap bertingkat tiga," ungkap Totok.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved