LIPSUS: Segaran Pulo Gedong Tak Tersisa
dahulu luasan situs yang dibangun pada masa Sri Sultan Hamengkubuwono I ini mencapai sekitar 36,666 hektare
Penulis: dnh | Editor: Ikrob Didik Irawan
Sumber airnya bermasalah
Sementara itu sumber air juga dirasa bermasalah saat itu. Menurut Ni Luh Nyoman Rarianingsih. Kepala Unit Keraton dan Kotagede, BPCB Yogyakarta, sumber air yang menggenangi segaran adalah berasal dari Kali Larangan.
"Jadi dibuatin saluran air, bukan sungai kaya Gajah Wong, di dalam (dalam tanah letak kali). Orang-orang menyebutnya kali larangan," ujarnya.
Tribun Jogja pun mencoba menelusuri Kali Larangan tersebut, ditemani Lukman Herunowo, Pengamat Pembantu Administrasi Unit Keraton dan Kotagede Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Yogyakarta.
Menurut Lukman, kali Larangan dialirkan melalui pipa besi yang bediameter sekitar 30 sentimeter.
"Debit masih banyak, banter dan masih bersih. Musim ketiga (kemarau) masih ngalir," ujar Lukman menjelaskan.
Benar saja, Kali Larangan masih mengalirkan air yang melimpah dan bersih, saat ini aliran Kali Larangan yang berada di daerah barat laut Pasar Pathuk dimanfaatkan untuk sumber air pemandian warga.
Dari referensi yang didapatkan Tribun Jogja, Kali Larangan yang bentuknya saluran atau parit tertutup berasal dari Sungai Winongo dan dialirkan melalui Bendungan Bendolole yang letaknya di utara Kampung Pingit.
Dari Pingit, Kali Larangan mengalir keselatan melalui beberapa tempat dan di daerah pasar Ngasem saluran tersebut masuk lewat sisi sebelah timur laut.
Sementara itu, mulut saluran pembuangan jika segaran meluap pun sampai saat ini masih dapat ditemui. Saluran tersebut berbentuk persegi dan memiliki panjang sisi dua meter.
Letak mulut saluran tersebut berada di sisi timur Pongangan Peksi Beri, yang dahulu berfungsi sebagai tempat berlabuhnya perahu, berdekatan dengan rumah-rumah penduduk. (tribunjogja.com)