LIPSUS: Segaran Pulo Gedong Tak Tersisa

dahulu luasan situs yang dibangun pada masa Sri Sultan Hamengkubuwono I ini mencapai sekitar 36,666 hektare

Penulis: dnh | Editor: Ikrob Didik Irawan

TRIBUNJOGJA.COM - Data di Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Yogyakarta menyebutkan, dahulu luasan situs yang dibangun pada masa Sri Sultan Hamengkubuwono I ini mencapai sekitar 36,666 hektare.

Sementara saat ini yang tersisa hanya tersisa 12,666 hektare saja. Bangunan yang masih tersisa semuanya ada di sisi sebelah barat daya Keraton.

Berdasarkan denah Pesanggrahan Tamansari karya KRMT Poerbodiningrat tahun 1942, posisi Pulo Gedong ini letaknya ada di sisi Tenggara Keraton Yogyakarta.

Pulo Gedong dan Pesanggarahan Tamansari yang ada di sebelah barat dihubungkan oleh perairan yang memanjang, yang juga menghubungkan dua segaran.

Tribun Jogja mencoba menelusuri jejak-jejak yang tersisa dari apa yang sudah dijelaskan di atas.

Ditemani Lukman Herunowo, Pengamat Pembantu Administrasi Unit Keraton dan Kotagede Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Yogyakarta.

Keindahan Segaran dan Pulo Gedong ini terlukiskan dalam sket Pulo Kenanga hasil karya J.Jeakes pada tahun 1815 yang ditampilkan pada buku Monografi Pesanggrahan-Pesanggrahan Kraton Yogyakarta yang diterbitkan oleh BPCB Yogyakarta.

Dalam sket tersebut, Pulo Kenongo terlihat sangat indah berada di tengah danau yang cukup luas.

Saat ini, segaran tersebut sudah tidak tersisa, di Segaran Pulo Gedong atau sekarang Kampung Suryoputran sudah tidak ada bangunan atau pembatas yang memperlihatkan bahwa dahulu ada danau buatan yang menggenangi wilayah tersebut.

Sementara itu di segaran Pulo Kenongo atau segaran Tamansari sekarang sering disebut, masih terdapat sisa-sisa yang menunjukan dahulu ada danau buatan, sedangkan untuk lokasi danau saat ini menjadi perkampungan penduduk.

Menurut Kepala Seksi Perlindungan, Pengembangan dan Pemanfaatan, BPCB Yogyakarta, Wahyu Astuti segaran mulai surut setelah terjadinya gempa pada 1800an.

"Tamansari tambah rusak setelah gempa, mungkin hanya dihuni sampai Sultan HB II dan III, selain mungkin airnya juga surut dan kemudian dihuni penduduk," ujarnya saat ditemui di Kantor BPCB Yogyakarta di Kalasan beberapa waktu lalu.

Apa yang disebut oleh wanita yang akrab disapa Tutik ini bisa dilihat dari bukti sebuah foto yang diambil oleh Kassian Chepas, yang menurut lama Wikipedia adalah fotografer profesional pertama dan merupakan fotografer Keraton Yogyakarta.

Dalam sebuah foto Pulo Kenanga pada tahun 1881, Pulo Kenanga sudah terlihat rusak di beberapa bagian selain itu, air yang ada di Segaran sudah terlihat surut dan Segaran dipenuhi semak-semak.

Sementara, dari bukti lain sebuah gambar oleh C.Buddhing yang dibuat pada tahun 1859 memperlihatkan bahwa segaran sudah surut dan terdapat kerbau di atasnya.

Sumber airnya bermasalah

Sementara itu sumber air juga dirasa bermasalah saat itu. Menurut Ni Luh Nyoman Rarianingsih. Kepala Unit Keraton dan Kotagede, BPCB Yogyakarta, sumber air yang menggenangi segaran adalah berasal dari Kali Larangan.

"Jadi dibuatin saluran air, bukan sungai kaya Gajah Wong, di dalam (dalam tanah letak kali). Orang-orang menyebutnya kali larangan," ujarnya.

Tribun Jogja pun mencoba menelusuri Kali Larangan tersebut, ditemani Lukman Herunowo, Pengamat Pembantu Administrasi Unit Keraton dan Kotagede Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Yogyakarta.

Menurut Lukman, kali Larangan dialirkan melalui pipa besi yang bediameter sekitar 30 sentimeter.

"Debit masih banyak, banter dan masih bersih. Musim ketiga (kemarau) masih ngalir," ujar Lukman menjelaskan.

Benar saja, Kali Larangan masih mengalirkan air yang melimpah dan bersih, saat ini aliran Kali Larangan yang berada di daerah barat laut Pasar Pathuk dimanfaatkan untuk sumber air pemandian warga.

Dari referensi yang didapatkan Tribun Jogja, Kali Larangan yang bentuknya saluran atau parit tertutup berasal dari Sungai Winongo dan dialirkan melalui Bendungan Bendolole yang letaknya di utara Kampung Pingit.

Dari Pingit, Kali Larangan mengalir keselatan melalui beberapa tempat dan di daerah pasar Ngasem saluran tersebut masuk lewat sisi sebelah timur laut.

Sementara itu, mulut saluran pembuangan jika segaran meluap pun sampai saat ini masih dapat ditemui. Saluran tersebut berbentuk persegi dan memiliki panjang sisi dua meter.

Letak mulut saluran tersebut berada di sisi timur Pongangan Peksi Beri, yang dahulu berfungsi sebagai tempat berlabuhnya perahu, berdekatan dengan rumah-rumah penduduk. (tribunjogja.com)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved