Dugaan Jual Beli Fasilitas Lapas

Sel VIP Koruptor Bertarif Rp 25 Juta

Penghuni blok napi Tipikor di Lapas Kedungpane, kepada Tribun mengaku merogoh kocek Rp 25 juta untuk mendapatkan kamar

Editor: Rina Eviana Dewi
zoom-inlihat foto Sel VIP Koruptor Bertarif Rp 25 Juta
net
Ilustrasi

"Awalnya sempat kepikiran, pasti bakal stres di dalam (penjara) karena tak bisa ini, tak bisa itu. Tapi ternyata bagi yang punya duit, bisa membeli fasilitas," kata pria yang tersandung kasus korupsi pada 2011 lalu itu.

Sayangnya, ia enggan merinci harga fasilitas yang dinimatinya saat mendekam di Rutan Solo. "Pokoknya tahanan yang punya uang bisa apa saja. Jangan sangka di dalam penjara juga tak butuh uang, malah butuh banyak," kilahnya.

Uang Besuk

Sejumlah pengeluaran itu juga diamini napi lain yang menghuni blok Tipikor. Menurut Bayu (bukan nama sebenarnya), berkat setoran dari 140 penghuni blok Tipikor, Lapas bisa hidup. "Yang menghidupi Lapas, ya yang di Tipikor ini," kata Bayu, seorang napi Tipikor.

Namun saat ditanya besar setoran yang diberikannya, dia tidak mau mengungkapkannya. Hanya saja, ia meminta Tribun menyaksikan langsung perlakuan berbeda yang diberikan pada napi Tipikor dibanding warga binaan lain ketika mereka menerima tamu.

Ketika itu, sejumlah napi Tipikor sedang menerima kunjungan dari keluraga dan koleganya. Meski sudah sekitar 10 menit melewati jam berkunjung, napi Tipikor tetap diizinkan berbincang. Padahal, saat itu sipir sudah meminta para pengunjung blok selain Tipikor, segera meninggalkan ruang besuk di Lapas.
Kenapa perlakuannya bisa berbeda?

"Kalau selain Tipikor, napi yang bersangkutan (menerima kunjungan melebihi waktu) akan dikenai charge (biaya). Kami tidak dikenakan charge karena ini," kata dia sambil jari tangan kanannya memberikan kode tentang uang.

Pengakuan senada disampaikan Suprihadi, yang sejak akhir Desember 2012 lalu sudah tiga kali membesuk koleganya di Lapas Kedungpane Semarang. Warga Banjarnegara ini mengaku harus menyediakan Rp 60 ribu setiap kali kunjungan. "Ada salam tempel. Sekali besuk dihitung-hitung bisa habis Rp 60 ribu," kata pria berusia 50-an tahun ini.

Kepala Divisi Pemasyarakatan Kanwil Kemenkum HAM Jateng, Suwarso, tidak memungkiri ada oknum pegawai nakal di Lapas yang berada di wilayahnya. Ia jjuga tidak menampik ada kemungkinan pungli di beberapa Lapas atau berbagai penyalahgunaan kewenangan bentuk lain.

"Beberapa waktu lalu saya ditelepon Dirjen (Dirjen Pemasyarakatan). Katanya ada tahanan Tipikor yang memasukkan perempuan (ke Lapas). Setelah saya cek, ternyata petugas perempuan berpakaian preman yang mengurus kebebasan narapidana," tuturnya kepada Tribun Jateng, Jumat (10/5).

Ia mengatakan, banyak dugaan pungli di Lapas tapi terkadang sulit dibuktikan. Ibaratnya seperti kentut, tercium baunya tapi tidak bisa dilihat wujudnya. Oleh karena itu, pihaknya membutuhkan bukti dan data yang akurat terkait dugaan pungli itu.

Suwarso menjamin, jika ada bukti atau data, pihaknya akan segera menelusuri. Jika ada oknum pegawai Lapas yang terlibat, ia akan terkena hukuman apakah itu sanksi administratif, penundaan pangkat hingga pemecatan.

"Masalah kayak gini harus pelan-pelan (menanganinya), karena sudah jadi kebiasaan. Biasanya ada yang menawarkan dan ada yang mau," tuturnya.
Pria asal Purwokerto itu menambahkan, solusi paling cepat adalah tidak memberikan kesempatan pada oknum pegawai Lapas yang bermain uang. Dengan begitu, maka kebiasaan pungli lama-lama akan hilang. (tribun jateng)

Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved