Jejak Pengembaraan Bujangga Manik
Perjalanan Panjang Bujangga Manik dari Rabut Palah Hingga ke Lereng Selatan Merapi
Bujangga Manik mengunjungi wilayah di selatan Gunung Marapi (Merapi), bekas kekuasaan Mataram Kuna yang ditinggalkan penguasanya ke Jawa Timur
Penulis: Setya Krisna Sumargo | Editor: Mona Kriesdinar
Perjalanan Panjang Bujangga Manik dari Rabut Palah Hingga ke Lereng Selatan Merapi
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA – Bagi Bujangga Manik, Rabut Palah atau komplek Candi Panataran di Blitar sekarang, adalah tempat istimewa. Di sini ia dulu pernah belajar, dan datang lagi untuk memperkaya ilmunya.
Dalam syairnya, ia mengatakan bisa berbahasa Jawa. Ada dua buku penting yang dipelajarinya selama di Rabut Palah. Yaitu kitab Pandawa Jaya, sebuah versi Jawa kisah epos Mahabharata yang kemudian dikaitkan Hikayat Melayu Perang Pandawa Jaya.

Kitab satunya lagi disebut Darmaweya. Noorduyn dan para pakar kuna kesulitan menerka kitab apakah yang dimaksud ini. Namun ada Dharmavidya, kitab Sanskerta yang isinya pengetahuan hukum atau masalah-masalah hukum suci.
Baca artikel sebelumnya :
Diangkut ke Inggris Sejak 1627, Naskah Kuna Bujangga Manik Ditemukan 340 Tahun Kemudian
Tiba di Puncak Pakuan, Bujangga Manik Bak Pelancong Menikmati Permai Negerinya
Medang Kamulan Itu Benar-benar Pernah Ada di Sebelah Timur Purwodadi
Ketika Bujangga Manik Melintasi Lapangan Bubat di Ibukota Majapahit
Tak sampai setahun, Bujangga Manik memutuskan pergi. Baginya, Rabut Palah kian ramai dan bising. Kedatangan para peziarah telah menimbulkan suasana hirukpikuk yang tidak menenangkan jiwanya. Ia melanjutkan perjalanan ke barat, menyeberangi Ci-Ronabaya atau Kali Brantas, menuju Kalang Abrit.
Daerah itu sekarang bernama Kalangbret di sebelah barat Tulungagung. Ia terus mengelana ke barat lewat selatan Gunung Wilis hingga ke Gunung Lawu. Sejumlah nama daerah disebutnya, seperti Pasugihan, Dawuhan, Pamaguhan, dan Roma.

Nama-nama pasti lokasi sekarang ini sulit dikenali. Roma disebut nama daerah sebelum Bujangga Manik menyeberangi Sungai Wuluyu, atau Bengawan Solo yang sekarang. Kemungkinan daerah ini terletak di sebelah timur Bengawan Solo. Masuk wilayah Sukoharjo atau Wonogiri.
Di sebelah barat sungai besar ini, Bujangga Manik melewati daerah Bobodo. Noorduyn, De Graaf dan Pigeaud menghubungkan nama Bobodo dengan tokoh dari Penging yang disebut Jaka Bodo. Ia kakek Sultan Pajang, yang juga terkenal dengan nama Jaka Tingkir.
Jaka Bodo artinya pemuda dari (daerah) Bodo. Jaka Tingkir sama, pemuda dari (daerah) Tingkir. Apakah kedua nama ini sama dan berkaitan dengan Bobodo, agaknya ahli sejarah kuna Brandes memilih mengaitkan nama ini dengan Pajang.
Jadi kemungkinan besar Bujangga Manik mengunjungi wilayah Pajang, yang kelak jadi salah satu pusat kekuasaan awal Mataram Islam. Selanjutnya resi Sunda itu mengunjungi wilayah di selatan Gunung Marapi (Merapi), bekas kekuasaan Mataram Kuna yang ditinggalkan penguasanya ke Jawa Timur.
Dalam perjalanan antara Bobodo ke selatan Merapi ini, disebut 10 nama tempat, sebuah nama daerah, dan tiga sungai. Ketiga sungai itu bisa dikenali, yaitu Ci-Berang, Ci Loh Para dan Ci Watukura. Ci Loh Paraga itu nama kuna Kali Progo.
Ci-Watukura nama kuna Kali Bogowonto di sebelah barat Kulonprogo. Watukura juga dikenal daerah kerakaian yang pernah dipimpin Rakai Watukura Dyah Balitung, yang kemudian jadi raja di Mataram Kuna.
Sedangkan Ci-Berang, diyakini nama kuna Kali Bedog di barat kota Yogyakarta mengingat kesamaan makna dengan istilah Bedog yang juga berarti berang atau golok.
Nah, dari Bobodo hingga Ci-Berang atau Kali Bedog, berturut-turut daerah yang dilewati adalah Taji, Janawi, Wedi, Singapura, dan Maram. Dari nama-nama ini, Taji dan Wedi cukup familiter. Wedi terletak di selatan Kota Klaten.