Jejak Pengembaraan Bujangga Manik

Tiba di Puncak Pakuan, Bujangga Manik Bak Pelancong Menikmati Permai Negerinya

Sebait syair dalam bahasa Sunda yang ditulis Bujangga Manik itu merangkum perjalanannya dari Istana Pakuan ke Puncak (Bogor)

Penulis: Setya Krisna Sumargo | Editor: Mona Kriesdinar
Collectie Tropenmuseum
Puncak Pass (1915) 

Tiba di Puncak Pakuan, Bujangga Manik Bak Pelancong Menikmati Permai Negerinya

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA – “Panjang ta(n)jakan ditedak, ku ngaing dipeding-peding, Sadatang aing ka Puncak, deuuk di na mu(ng)kal datar teher ngahihidan awak. Teher sia ne(n)jo gunung; itu ta na Bukit Ageung hulu wano na Pakuan.

Sebait syair dalam bahasa Sunda yang ditulis Bujangga Manik itu merangkum perjalanannya dari Istana Pakuan ke Puncak (Bogor). Nama-nama tempat yang disebut dalam syair itu masih ada dan dikenali hingga sekarang ini.

“Tanjakan panjang didaki ku tempuh sedikit-sedikit, Sesampai aku di Puncak, datar duduk di atas batu datar, asyik mengipasi badan. Asyik ia memandang gunung: nah di sana di Bukit Ageung, puncak tertinggi Pakuan”.

Demikian terjemahan syair itu. Jika dilihat rute perjalanannya dari Pakancilan, letak lokasi Istana Pakuan, Bujangga Manik berjalan ke timur, kurang lebih mengikuti rute jalan menanjak yang sekarang dari Bogor menuju Puncak Pass.

Puncak Pass
Puncak Pass (Wikimedia Common)

Filolog dan ahli sejarah Belanda J Noorduyn mengutip isi naskah di syair lain, menyebut resi pengembara itu sesudah meninggalkan Pakancilan melewati Tajur Mandiri dan Suka Beurus. Kedua tempat itu sekarang dikenal dengan nama Tajur dan Suka Birus.

Baca artikel sebelumnya :

Diangkut ke Inggris Sejak 1627, Naskah Kuna Bujangga Manik Ditemukan 340 Tahun Kemudian

Setelah itu ia menyeberangi sungai Ci-Haliwung, atau Ciliwung sekarang ini. Puncak masih sama dengan namanya sekarang, dan Bukit Ageung yang dia maksudkan adalah Gunung Gede yang sekarang. Bujangga Manik sempat mengunjungi Talaga Warna, yang namanya sama sampai sekarang.

Meninggalkan Puncak, ia memasuki alas Eronan. Noorduyn menyitir intrepretasi ahli De Roo de la Faille (1859), yang menyebut Eronan sama dengan Wanayasa. Ini sekarang nama daerah di Purwakarta di timur sungai Citarum.

Peta perjalanan Bujangga Manik
Peta perjalanan Bujangga Manik (Denys Lombard)

Sementara menurut Bujangga Manik, Eronan itu adanya sebelum ia menyeberangi Citarum. Sesudah ini hanya disebut dua nama daerah, Jatisari dan Pamalang, sebelum Bujangga Manik memutuskan pulang ke Pakuan lewat laut dan turun di Kalapa, bandar Sunda di tepi barat muara Ciliwung.

Perjalanan pulang ke Pakuan ini, resi muda itu masuk ke Pabeyaan atau pos bea cukai, lalu menyisir sisi barat aliran Ciliwung. Ada 11 nama tempat disebutnya, sebagian besar sudah sulit ditemukan jejaknya. Ada empat sungai dia seberangi, dan hanya dua yang dikenali, Ci-Haliwung dan Ci-Luwer atau Ciluwar.

Sungai Ciluwar itu ada di utara Bogor, di desa bernama sama saat ini, Ciluwar. Sesampai di Pakancilan, Bujangga Manik membuka gerbang istananya. Pakancilan ini bagian wilayah istana, yang jejaknya sekarang ada di selatan Kota Bogor.

Masih ada nama sungai kecil Ci-Pakancilan. Sungai ini kemungkinan besar dulunya mengalir di lingkungan keratin Pakuan. Kepulangan Bujangga Manik ini menyisakan cerita dramatis, yang kelak akan mendorong ia untuk kali kedua mengembara ke timur.

Naskah Bujangga Manik
Naskah Bujangga Manik (ibo-zavasnoz.blogspot.com)

Pengelanaan itu jauh lebih lama dan sempat menyeberang Jawa ke Pulau Bali. Seorang anak gadis di Pakuan terpikat dan ingin menyerahkan dirinya untuk diperistri Ameng Layaran. Tapi kehendak gadis itu ditolaknya.

Bujangga Manik marah, dan segera pamit untuk terakhir kali ke ibunya. Ia ingin pergi ke timur hingga maut menjemputnya. Pemuda itu berharap ia dan ibunya terus dipertemukan dalam mimpi, salin tatap muka di bulan, dan bersentuh tubuh di angin.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved