Berita Kota Magelang

14 Anak di Kota Magelang Diduga Jadi Korban Salah Tangkap, Ini Kata Kapolres

sebanyak 14 anak di Kota Magelang diduga menjadi korban salah tangkap dan penyiksaan oleh aparat Polres Magelang Kota saat aksi demonstrasi

Penulis: Yuwantoro Winduajie | Editor: Iwan Al Khasni
Humas Polres Magelang Kota
Kapolres Magelang Kota, AKBP Anita Indah 

 

TRIBUNJOGJA.COM, KOTA MAGELANG – Sebanyak 14 anak di Kota Magelang diduga menjadi korban salah tangkap dan penyiksaan oleh aparat Polres Magelang Kota saat aksi demonstrasi yang berujung ricuh di Mapolres Magelang Kota, Jumat (29/8/2025).

Mereka disebut dipaksa mengaku ikut aksi, mendapat perlakuan kekerasan fisik, hingga data pribadinya tersebar ke masyarakat.

Saat ini, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta tengah memberikan pendampingan hukum terhadap para korban dan berencana melaporkan kasus tersebut ke Polda Jawa Tengah pada 15 Oktober 2025 mendatang.

Saat dimintai tanggapan, Kapolres Magelang Kota, AKBP Anita Indah Setyaningrum membantah jika pihaknya melakukan salah tangkap dalam penanganan kericuhan aksi demonstrasi yang terjadi pada Jumat (29/9/2025). 

Ia menjelaskan, jajarannya hanya mengamankan sejumlah orang yang berada di lokasi kejadian.

Saat itu, tercatat ada 53 orang diamankan untuk pemeriksaan serta klarifikasi, sebelum kemudian mendapat edukasi bersama Kapolres, Dandim, Bupati Magelang, Wali Kota Magelang, Bupati Temanggung, dan tim terkait esok paginya. 

Setelah itu, para peserta dikembalikan ke orang tua atau wali masing-masing dengan pendampingan perangkat desa dan Bhabinkamtibmas.

"Jadi bukan salah tangkap ya, saya klarifikasi kita tidak ada melakukan upaya penangkapan dan itu kami amankan. Yang mana pada saat itu beberapa orang dari mulai ada yang remaja maupun orang yang sudah dewasa ada di TKP. TKP maksudnya adalah tempat pada saat memang kejadian tersebut," kata Anita di Magelang, Kamis (9/10/2025).

Selain itu, Anita juga membantah tudingan adanya tindakan kekerasan aparat terhadap mereka yang diamankan. 

Menurutnya, seluruh orang tersebut diperlakukan secara baik, bahkan difasilitasi kebutuhan makannya.

Polda Jateng Periksa Remaja Asal Kota Magelang yang Diduga jadi Korban Penganiayaan Oknum Polisi

"Kalau kekerasan tidak ada ya. Kita semua juga memperlakukan mereka dengan baik, kita berikan juga makan. Semua juga ibaratnya didokumentasikan juga ada. Saat itu karena memang kita memberikan makan untuk pasukan yang hadir ada sekitar 400 pack makan yang saat itu kita bagikan kepada personel yang melakukan pengamanan. Anak-anak juga kita kasih semua, dan paginya kita berikan juga," jelasnya.

Menanggapi rencana sejumlah orang tua yang akan melapor ke Polda Jawa Tengah, Anita tak mempermasalahkan sebab hal tersebut adalah hak warga negara.

"Ya dipersilakan saja karena memang sudah menjadikan hak ya," pungkas Anita.

Sementara disinggung terkait kasus remaja DRP (15) yang telah melapor lebih dulu ke Polda Jateng atas kasus yang sama, Anita menyebut kasus tersebut masih ditangani Polda Jateng.

"Masih dalam proses pemeriksaan saksi-saksi yang kami ketahui juga kemudian ada juga visum sudah dilakukan visum dilakukan di dua tempat di (RS) Bhayangkara satu kemudian di satu di (RSUD) Tidar, pada saat itu juga didamping oleh Komnas HAM ya. Komnas HAM juga sudah koordinasi dengan kami terkait dengan hal tersebut, masih dalam proses," pungkasnya.

Diberitakan sebelumnya, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta mendampingi 14 anak di Kota Magelang yang diduga menjadi korban salah tangkap oleh anggota Polres Magelang Kota pasca demonstrasi 29 Agustus 2025 lalu.

Menurut anggota tim advokasi LBH Yogyakarta, Royan Juliazka Chandrajaya, pendampingan telah dilakukan sejak 16 September 2025. Salah satu anak, berinisial DRP, menjadi kasus pertama yang ditangani.

“Setelah kami dalami, beberapa dokumen dan duduk permasalahannya ternyata ada banyak sekali anak di bawah umur yang ditangkap selain DRP,” ujar Royan dikutip dari Kompas.com, Kamis (9/10/2025).

Dipaksa Mengaku, Disiksa, dan Disebar Data Pribadi

LBH Yogyakarta menyebut anak-anak tersebut bukan pelaku demonstrasi, melainkan warga sekitar lokasi yang ditangkap secara acak saat aparat membubarkan massa dengan gas air mata di Alun-alun Kota Magelang.

“Polisi akhirnya menangkap siapapun orang-orang yang ada di sekitar lokasi kejadian tanpa mampu membuktikan bahwa orang-orang ini pelaku dari demonstrasi,” ujar Royan.

Lebih lanjut, LBH menyebut bahwa anak-anak yang ditangkap mengalami penyiksaan fisik, seperti kepala diinjak, perut dipukul, hingga dicambuk dengan selang.

Selain itu, data pribadi mereka juga diambil dan kemudian disebarkan, sehingga menimbulkan stigma di lingkungan sekitar. 

“Lalu di data itu ada keterangan bahwa anak ini pelaku demo yang rusuh sehingga ada stigma di masyarakat," jelasnya.

Laporan Resmi ke Polda Jateng

Royan menyampaikan, pihaknya akan melaporkan kasus ini ke Polda Jawa Tengah pada 15 Oktober 2025. Sebelumnya, kasus DRP telah lebih dulu dilaporkan pada 16 September 2025.

“Untuk laporan nanti yang baru di Polda Jawa Tengah karena masing-masing punya peristiwa sendiri, kami nanti akan pisahkan juga laporannya,” kata Royan.

Ia menambahkan, kali ini LBH sudah mengantongi nama-nama anggota polisi yang diduga terlibat, berdasarkan keterangan anak-anak yang melihat name tag petugas saat kejadian. 

“Yang berbeda dari sebelumnya kami sudah mengantongi nama-nama polisi. Karena anak itu melihat name tag polisi,” pungkas Royan.

Berikut Daftar 14 Anak yang Ditangkap Polisi: DRP (16 tahun) MNM (17 tahun) IPO (15 tahun) SPR (16 tahun) MDP (17 tahun) AAP (17 tahun) AP (15 tahun) DLP (16 tahun) NH (15 tahun) KEA (14 tahun) GAD (17 tahun) QAJ (14 tahun) HRR (15 tahun) MFA (17 tahun).

Dari 14 anak tersebut, 7 di antaranya memutuskan menempuh jalur hukum. (tro)

Baca dan Ikuti Berita Tribunjogja.com.com di GOOGLE NEWS 

 

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved