Tito Karnavian Ungkap Pertarungan Global Baru, Ekonomi Jadi Kekuatan Penentu

Ketua Majelis Wali Amanat (MWA) Universitas Sriwijaya, Jenderal Polisi (Purn) Prof. Drs. H. Muhammad Tito Karnavian, M.A., Ph.D.

DOK. Kemendagri
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian dalam acara Sosialisasi KUR Perumahan dan FLPP di Majapahit Convention Semarang (MAC) pada Rabu (5/11/2025). 
Ringkasan Berita:
  • Pertarungan global kini ditentukan kekuatan ekonomi, dan Indonesia punya empat modal besar: tenaga kerja, SDA, wilayah luas, dan posisi strategis.
  • Peluang Indonesia masuk tiga besar ekonomi dunia 2045 bergantung pada kualitas SDM, bukan SDA.
  • Perguruan tinggi dan pemerintahan bersih menjadi fondasi Indonesia Emas melalui riset, inovasi, dan tata kelola yang bebas korupsi.

 

TRIBUNJOGJA.COM - Ketua Majelis Wali Amanat (MWA) Universitas Sriwijaya, Jenderal Polisi (Purn) Prof. Drs. H. Muhammad Tito Karnavian, M.A., Ph.D., kembali menyuarakan gagasan strategisnya soal arah dunia di masa depan. 

Dalam orasi ilmiah bertema Peran Perguruan Tinggi dalam Mendukung Indonesia Emas 2045 pada puncak Dies Natalis ke-65 Universitas Sriwijaya, Senin (3/11), Tito memetakan bagaimana peta kekuatan global tengah bergerak cepat dan tidak lagi seragam seperti beberapa dekade lalu.

Hampir dua jam ia berbicara, Tito memaparkan bahwa dunia kini berada pada titik perubahan besar. Jika dahulu superioritas negara ditentukan oleh senjata dan kekuatan militer, kini logika itu bergerak ke arah yang berbeda.

“Saya berada dalam posisi paradigma konstruktivisme. Artinya, banyak hal kini diselesaikan bukan dengan kekuatan militer, tapi melalui ekonomi, perdagangan, sosial, dan budaya. Pertarungan yang paling menentukan saat ini adalah pertarungan ekonomi,” ujar Tito.

Paradigma ini, jelas Tito, menempatkan ekonomi, budaya, perdagangan, serta pengetahuan sebagai faktor utama yang menentukan dominasi antarnegara. 

Baca juga: Tito Karnavian Dinilai Berhasil Hadirkan Pemerintahan Berkeadilan, Terima Penghargaan Nasional

Ekonomi sebagai Poros Baru Kekuasaan Global

Dalam tatanan global yang baru, Tito menegaskan bahwa negara yang mampu memproduksi barang dan jasa secara besar-besaran akan menjadi pengendali rantai pasok dunia. 

Mereka yang sukses menguasai pasar internasional, katanya, otomatis akan menggenggam kekuatan geopolitik.

Merujuk pemikiran Prof. Sait Yilmaz dalam buku State, Power, and Hegemony, Tito menyebut empat modal dasar yang memungkinkan sebuah negara melompat menjadi kekuatan dominan.

1. Angkatan kerja besar sebagai motor produksi

2. Sumber daya alam melimpah sebagai bahan baku

3. Wilayah luas untuk menopang pusat distribusi

4. Letak geografis strategis, yang ia tambahkan sendiri sebagai faktor krusial

“Indonesia berada di jalur perdagangan paling vital di dunia. Kalau momentum ini dikelola dengan tepat, dampaknya bisa menggerakkan ekonomi global,” tegasnya.

Karena itu, ia menilai hanya beberapa negara yang memenuhi prasyarat untuk tampil sebagai kekuatan besar, China, India, Amerika Serikat, Rusia, dan Indonesia.

Indonesia Punya Kans Jadi Kekuatan Ekonomi 2045

Tito optimistis Indonesia mampu mencapai posisi empat besar ekonomi dunia pada 2045. Namun, ia mengingatkan bahwa kekayaan alam tak lagi cukup untuk mengantar Indonesia menjadi negara maju.

“Negara maju bukan karena SDA. Kuncinya adalah SDM,” ungkapnya. 

Bonus demografi sebesar 68,95 persen menurutnya harus ditempa melalui pendidikan berkualitas agar menjadi tenaga produktif yang kompetitif secara global.

Ia mencontohkan transformasi Singapura di bawah Lee Kuan Yew yang berhasil tumbuh menjadi negara maju meski minim SDA, berkat fokus pada pendidikan dan beasiswa bagi putra-putri terbaik.

Tito juga menilai arah kebijakan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto sudah selaras dengan visi 2045, terutama lewat program pendidikan seperti Sekolah Rakyat, Sekolah Garuda, dan beasiswa kedokteran.

Perguruan Tinggi Diminta Jadi Episentrum Inovasi

Menurut Tito, perguruan tinggi tak boleh lagi menjadi menara gading yang jauh dari realita masyarakat. Kampus, katanya, harus bergerak menjadi pusat inovasi, riset, dan lompatan teknologi untuk memperkuat daya saing Indonesia.

“Dunia bergerak sangat cepat. Perguruan tinggi harus bertransformasi dan menjadi pemain utama dalam tatanan global baru,” ujarnya.

Apresiasi Akademisi: Kerangka Konstruktivisme Modern

Dosen Hukum Internasional Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Triyana Yohanes, menilai orasi Tito sebagai gambaran realistis sekaligus strategis tentang dinamika global.

Menurut Triyana, Tito menawarkan narasi politik luar negeri yang relevan dengan tantangan zaman: berbasis pengetahuan, data, dan produktivitas ekonomi.

“Paradigma yang disampaikan Tito sejalan dengan perkembangan politik internasional modern. Indonesia perlu hegemoni berbasis pengetahuan, bukan militer,” ujarnya.

Triyana juga mengaitkan gagasan Tito dengan pemikiran ekonom Ray Dalio dalam How Countries Go Broke, bahwa negara hanya bisa bertahan dari tekanan global bila memiliki SDM unggul, teknologi kuat, serta pemerintahan bersih dan bebas korupsi.

“Pemerintahan yang visioner dan bersih menjadi syarat mutlak. Tanpa itu, peluang besar menuju Indonesia Emas 2045 akan sulit diwujudkan,” pungkasnya.

( Tribunjogja.com / Bunga Kartikasari )

 

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved