WTO Tolak Klaim Uni Eropa, Ekspor Sawit Indonesia Bukan Subjek Subsidi
WTO memutuskan bahwa pungutan ekspor dan bea keluar sawit yang diterapkan Indonesia tidak dapat dikategorikan sebagai subsidi.
Penulis: Hari Susmayanti | Editor: Hari Susmayanti
TRIBUNJOGJA.COM, JAKARTA – World Trade Organization atau Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) memutuskan bahwa pungutan ekspor dan bea keluar sawit yang diterapkan Indonesia tidak dapat dikategorikan sebagai subsidi.
Putusan itu membuka peluang bagi Indonesia untuk menekan UE agar mencabut bea imbalan (countervailing duties) yang selama ini membebani ekspor biodiesel asal Indonesia.
WTO adalah organisasi internasional yang menetapkan dan mengatur aturan perdagangan internasional antarnegara, berfungsi sebagai forum negosiasi perdagangan global, serta membantu menyelesaikan sengketa perdagangan antarnegara anggota melalui perjanjian-perjanjian WTO yang ditandatangani dan diratifikasi oleh negara-negara anggota.
Tujuan utamanya adalah mendorong pembangunan berkelanjutan, menciptakan lapangan kerja, dan meningkatkan taraf hidup masyarakat melalui perdagangan yang lebih terbuka dan efisien
Indonesia sebelumnya melayangkan gugatan ke WTO pada 2023 atas bea imbalan (countervailing duties) yang diterapkan Uni Eropa atas produk biodiesel asal Indonesia.
Dalam gugatannya, Indonesia menilai kebijakan bea imbalan yang diberlakukan UE sejak 2019—dengan tarif antara 8 persen hingga 18 persen—melanggar aturan perdagangan internasional.
Baca juga: Mewaspadai dan Mencegah Kanker Paru Sejak Dini
Sementara UE menyebut kebijakan tersebut untuk melindungi industri biodiesel mereka, dengan dalih produsen Indonesia mendapat subsidi, insentif pajak, serta akses bahan baku dengan harga lebih murah.
Setelah melalui proses yang cukup panjang, gugatan yang diajukan oleh Indonesia membuahkan hasil.
WTO mengabulkan sebagian gugatan yang diajukan oleh Indonesia.
“Kami mendesak UE segera mencabut bea masuk imbalan yang tidak sesuai dengan aturan WTO,” ujar Menteri Perdagangan Budi Santoso dalam pernyataan resminya, Senin (25/8/2025), merespons putusan WTO pekan lalu dikutip dari Kompas.com.
Dalam panel WTO, Komisi Eropa juga dinilai gagal membuktikan adanya ancaman kerugian material bagi industri biodiesel Eropa akibat masuknya produk Indonesia.
Data Kementerian Perdagangan mencatat, ekspor biodiesel Indonesia turun tajam sejak kebijakan bea imbalan diberlakukan, dari 1,32 juta kiloliter (kl) pada 2019 menjadi 36.000 kl pada 2020, dan kembali menyusut menjadi 27.000 kl pada 2024.
Industri masih waspada
Meski putusan WTO menjadi angin segar, pelaku industri pesimistis UE akan langsung patuh.
“Kami, sebagai pelaku industri, harus tetap waspada dan siap menghadapi setiap langkah UE setelah putusan ini,” kata Catra de Thouars, pejabat Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia, kepada Reuters.
Wacana Kementan Konversi Lahan Karet Jadi Kebun Sawit, Pakar UGM: Monokultur Lemah Berkelanjutan |
![]() |
---|
Pakar UGM Tanggapi Isu Uni Eropa Terapkan Relaksasi Regulasi Anti Deforestasi |
![]() |
---|
Kupas Tuntas Sawit: Kepala PSPG UGM Luruskan Mitos Tentang Sawit dan Sorot Perannya bagi Indonesia |
![]() |
---|
Hijrah ke Konawe Selatan, Lahan Transmigran Korban Erupsi Merapi Malah Diserobot Perusahaan Sawit |
![]() |
---|
Tidak Terpengaruh Perang Dagang, Produksi Kelapa Sawit Perkebunan Rakyat Tetap Digenjot |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.