Guru Besar UGM Desak Pemerintah Terapkan Cukai Minuman Berpemanis

Konsumsi gula masyarakat Indonesia terlalu tinggi, yang menyebabkan prevalensi diabetes juga tinggi.

istimewa
TEKAN DIABETES - Prof. RA. Yayi Suryo Prabandari mendesak pemerintah segera menerapkan cukai Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK). 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Konsumsi gula masyarakat Indonesia terlalu tinggi, yang menyebabkan prevalensi diabetes juga tinggi.

Berdasarkan data Riskesdas 2023, prevalensi diabetes mencapai 11,3 persen.

Untuk itu, Kepala Departemen Perilaku Kesehatan, Lingkungan dan Kedokteran Sosial, FK-KMK UGM, Prof. RA. Yayi Suryo Prabandari, mendesak pemerintah segera menerapkan cukai Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK).

Guru Besar di FK-KMK UGM tersebut menilai harga yang cukup murah dengan ketersediaan melimpah mendorong peningkatan konsumsi gula.

"Instrumen kebijakan cukai menjadi salah satu yang paling efektif agar angka prevalensi diabetes bisa berkurang. Adanya cukai MBDK, nantinya harga akan lebih mahal, sehingga masyarakat akan berpikir ulang untuk membelinya," katanya, Minggu (21/09/2025).

Ia melanjutkan instrumen kebijakan Cukai MBDK sudah berhasil diberlakukan di beberapa negara, salah satunya Australia.

Indonesia sendiri sudah menggagas kebijakan ini sejak 2016, namun belum diberlakukan hingga sekarang ini. 

Lambatnya pemberlakukan kebijakan tersebut dipengaruhi oleh perhitungan besarnya cukai yang dilakukan oleh ekonom agar memiliki keberhasilan yang tinggi. 

Selain itu, ada kemungkinan adanya negosiasi dari perusahaan-perusahaan yang memproduksi minuman berpemanis tersebut. 

“Mereka pun akan khawatir produksinya akan menurun,” lanjutnya.

Ia berharap kebijkan cukai MBDK bisa segera diterapkan. Di samping itu, ia juga mengajak seluruh profesi kesehatan untuk memberikan edukasi terkait hidup sehat, alasan pengurangan konsumsi gula, dampak diberlakukannya cukai, hingga pemahaman tentang penyakit tidak menular yang dapat menyerang seperti diabetes, jantung, dan lainnya.

“Di beberapa negara maju, meskipun instrumen kebijakan yang berlaku banyak, edukasi yang diberikan tetap ada. Instrumen kebijakan itu efektif, tetapi akan lebih efektif lagi kalau multilevel, yaitu edukasi lewat media, edukasi oleh petugas kesehatan, melalui kader kesehatan, serta pengabdian masyarakat, termasuk dengan mengadakan kampanye dalam bentuk tulisan yang diletakkan di tempat-tempat strategis," imbuhnya.

Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved