Banjir dan Longsor Putus Akses Jalan Wunut–Sompok, Bupati Bantul Tetapkan Tanggap Darurat 14 Hari

Bupati Bantul menetapkan tanggap darurat selama 14 hari menyikapi rentetan bencana alam yang menerjang pada Jumat kemarin

Penulis: Hanif Suryo | Editor: Hari Susmayanti
TRIBUNJOGJA.COM/ HANIF SURYO
Sejumlah warga memantau kondisi longsoran yang menutup akses jalan antara Padukuhan Wunut dan Sompok, Kalurahan Sriharjo, Imogiri, Bantul, Sabtu (22/11/2025). Longsor sepanjang sekitar 100 meter dengan kedalaman lima meter membuat jalan desa tidak dapat dilalui, memicu penetapan masa tanggap darurat selama 14 hari oleh pemerintah setempat. 

TRIBUNJOGJA.COM, BANTUL - Hujan lebat yang terjadi pada Jumat (21/11/2025) sore menyebabkan banjir dan longsor yang menutup akses jalan desa penghubung Padukuhan Wunut dengan Sompok, Kalurahan Sriharjo, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul.

Longsor sepanjang sekitar 100 meter dengan kedalaman lima meter terjadi di pinggiran Sungai Oya, yang tidak mampu menahan derasnya air hujan yang terkumpul dari perbukitan sekitar.

Lokasi ini sebelumnya kerap mengalami longsor dan menjadi titik rawan bencana hidrometeorologi.

Bupati Bantul Abdul Halim Muslih mengatakan pemerintah segera mengambil langkah tanggap darurat.

“Jadi, bencana hidrometeorologi di Kabupaten Bantul, tepatnya di Padukuhan Wunut dan Sompok, Kalurahan Sriharjo, Kabupaten Bantul, terjadi pada hari Jumat. Untuk detail waktunya nanti bisa ditanyakan langsung kepada Kepala Pelaksana. Setelah peristiwa itu, pada Sabtu malam kami menggelar rapat darurat bersama Kodim, Lurah, Panewu, dan relawan di Kalurahan Sriharjo. Kami memutuskan beberapa langkah. Yang pertama adalah pernyataan tanggap darurat yang ditandatangani oleh Bupati, berlaku mulai tanggal 21 November sampai 5 Desember. Empat belas hari ini kami nyatakan sebagai masa tanggap darurat, dengan prioritas utama penyelamatan nyawa dan warga,” ujar Halim.

Dalam masa tanggap darurat, pemerintah mendirikan dua posko logistik.

“Dua lokasi ini dipilih karena akses jalan terputus dari Sompok ke Wunut, tempat warga terdampak berkumpul. Kami menyiapkan dua jalur akses. Pertama, dari Sompok untuk distribusi logistik barang maupun layanan, menggunakan jalur yang memungkinkan, mungkin melalui area persawahan. Kedua, posko di Kedung Jati di Selopamioro, di sebelah selatan Wunut melintasi Kali Oyo. Posko ini disiapkan untuk mengantisipasi jika ruas jalan kabupaten Sompok–Wunut benar-benar tidak dapat dilalui, bahkan oleh pejalan kaki. Dengan demikian, posko Kedung Jati dapat digunakan untuk aliran logistik melalui jembatan gantung di Wunut,” kata Halim.

Baca juga: Drainase Minim Picu Longsor yang Putuskan Akses Wisata Sriharjo Imogiri

Bupati menekankan bahwa fokus utama tanggap darurat adalah keselamatan jiwa warga terdampak.

“Karena itu posko logistik tidak boleh sampai ada warga yang kelaparan, kekurangan makanan, atau tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup minimal sehari-hari seperti selimut dan perlengkapan dasar. Dengan akses terputus, pemerintah harus menjamin pemenuhan kebutuhan ini. Bersama para relawan dan Lurah Sriharjo, kami juga sedang menetapkan lokasi evakuasi bagi warga. Jika kondisi memburuk, evakuasi atau relokasi sementara warga pasti akan dilakukan,” ujarnya.

BMKG memperkirakan puncak musim hujan di wilayah Indonesia bagian barat berlangsung hingga Desember, sedangkan wilayah selatan hingga Februari.

“Yogyakarta termasuk wilayah barat sekaligus selatan. Jika mengikuti patokan wilayah barat, puncak hujan Desember; jika mengikuti wilayah selatan, puncaknya bisa sampai Februari. Maka masa tanggap darurat ini kami tetapkan selama 14 hari, dan jika tidak cukup, akan kami perpanjang,” kata Bupati.

Berdasarkan laporan BPBD Bantul, total warga terdampak mencapai 450 jiwa, terdiri atas 300 jiwa di Wunut dan 150 jiwa di Sompok.

Bupati menjelaskan bahwa karakter tanah di lokasi menuntut penanganan rekonstruksi yang lebih kompleks.

“Di wilayah Wunut, Sompok, dan sekitarnya, berdasarkan kajian teknik sipil dan geologi UGM, terdapat karakter tanah yang khas. Dua hingga tiga tahun lalu, ketika bencana terjadi di titik yang sama, kajian telah menunjukkan perlunya penanganan khusus. Penanganan tidak cukup hanya dengan talut Kali Oyo atau konstruksi sipil sepanjang 20 meter. Struktur beton talut Kali Oyo terbukti belum cukup, karena yang harus dilindungi bukan hanya dari abrasi sungai, tetapi juga dari aliran air tanah dan bawah tanah yang mengalir ke arah sungai. Ini pula alasan mengapa talut terus mengalami abrasi dari arah daratan, bukan dari arah sungai. Karena karakter tanah tersebut, kawasan ini memerlukan penanganan khusus. Metodenya belum dapat kami tentukan sekarang; perlu konsultasi dengan para pakar—ahli konstruksi, geologi, hidrologi, dan lainnya—agar konstruksi yang diputuskan benar-benar tepat dan tidak menimbulkan masalah yang sama berkali-kali.”

Halim menambahkan, rekonstruksi sarana dan prasarana akan dilakukan setelah fase tanggap darurat berakhir, yang membutuhkan waktu lebih lama dan prosedur teknis yang kompleks. Saat ini, fokus pemerintah tetap pada penyelamatan jiwa, distribusi logistik, dan penentuan lokasi evakuasi bagi warga terdampak. (*)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved