Ironi 'Kota Pelajar', Tingkat Gemar Membaca Masyarakat Kota Yogya di Bawah Rerata DIY

Berdasarkan data yang dihimpun Badan Pusat Statistik (BPS), Kota Yogyakarta mencatatkan skor TGM yang hanya menyentuh 78,47 saja.

Penulis: Azka Ramadhan | Editor: Yoseph Hary W
Generated By AI
ILUSTRASI - membaca buku 

Ringkasan Berita:
  • Bisa dibilang sebuah ironi 'Kota Pelajar', berdasarkan data BPS, Kota Yogyakarta mencatatkan skor TGM yang hanya menyentuh 78,47 saja.
  • Angka TGM Kota Jogja itu di bawah Kabupaten Gunungkidul yang melesat dengan skor 83,99, Sleman (82,81), dan Bantul (80,89).
  • skor Kota Yogyakarta hanya unggul dari Kulon Progo (74,55), dan masih di bawah rata-rata TGM Provinsi DIY yang berada di angka 79,99.

 

TRIBUNJOGJA.COM - Predikat Kota Yogyakarta sebagai Kota Pelajar, sekaligus pusat pendidikan termasyhur di tanah air, mendapat pukulan telak. 

Bagaimana tidak, sebuah ironi muncul dari statistik, yang menunjukkan Tingkat Kegemaran Membaca (TGM) masyarakat di Kota Yogyakarta justru kalah dibanding kabupaten lain di DIY.

Berdasarkan data yang dihimpun Badan Pusat Statistik (BPS), Kota Yogyakarta mencatatkan skor TGM yang hanya menyentuh 78,47 saja.

Angka ini secara mengejutkan berada di bawah Kabupaten Gunungkidul yang melesat dengan skor 83,99, Kabupaten Sleman (82,81), dan Kabupaten Bantul (80,89).

Bahkan, skor Kota Yogyakarta hanya unggul dari Kulon Progo (74,55), dan masih di bawah rata-rata TGM Provinsi DIY yang berada di angka 79,99.

Memprihatinkan

Saat melantik Duta Baca dan Bunda Literasi, Selasa (18/11/25), Wali Kota Hasto Wardoyo blak-blakan menyebut, minat baca di wilayahnya masih memprihatinkan.

"Kita itu kan jelek banget, kesadaran dan minat membacanya rendah. Saya juga kaget, data kesadaran membaca di Kota bisa lebih rendah daripada Gunungkidul," katanya.

Lebih lanjut, Hasto menyoroti fenomena masyarakat modern yang merasa sudah "membaca" hanya dengan menonton tayangan di media sosial atau konten-konten ringan yang penuh gimik, tanpa menyentuh esensi ilmu pengetahuan.

Menurutnya, ada perbedaan besar antara membaca literatur yang bersumber dari induk ilmu dengan sekadar menelan informasi bersifat instan.

"Membaca literatur itu beda dengan membaca YouTube. Kalau hanya gimik-gimiknya, tapi enggak membaca literatur yang basic science-nya, itu beda banget," tegasnya.

Pengaruhi kepercayaan diri

Rendahnya kualitas literasi ini, menurut Wali Kota, sedikit banyak berdampak pada kepercayaan diri warga masyarakat, termasuk para pejabat atau tokoh publik saat berbicara. 

Ia membandingkan dengan orang-orang di luar negeri yang tatapan matanya tajam dan penuh keyakinan saat menjelaskan sesuatu, karena didasari oleh bacaan yang kuat.

"Kita itu kan enggak confident, karena apa? Karena enggak baca. Tengok kanan, tengok kiri, wis kliwukan lah kalau disuruh menerangkan sesuatu," ujarnya.

Oleh sebab itu, secara khusus ia meminta Dinas Perpustakaan dan Kearsipan, supaya tidak hanya berpuas diri dengan angka kunjungan atau jumlah buku. 

Pasalnya, kualitas kedalaman membaca harus menjadi prioritas utama agar predikat Kota Pelajar yang disandang tidak sekadar isapan jempol belaka.

"Jangan hanya puas dengan angka-angka. Kualitas kedalamannya itu yang harus dibaca," pungkas pria berlatarbelakang dokter kandungan tersebut. (aka)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved