Belajar Memahami Manusia Sambil Merawat Sejarah Bangsa Lewat Museum
Museum bukan sekadar tempat menyimpan barang peninggalan bersejarah, melainkan tempat manusia kembali belajar memaknai sejarah.
Penulis: Tribun Jogja | Editor: Joko Widiyarso
Ringkasan Berita:
- Agus (56) telah lebih dari 20 tahun menjadi staf pemandu museum di Museum Dewantara Kirti Griya (MDKG) Yogyakarta.
- Bertemu pengunjung dari berbagai kalangan menjadi tantangan sekaligus sumber kebahagiaannya.
- Bagi Agus, menjaga museum berarti menjaga agar ingatan kolektif bangsa tidak lekas pudar.
TRIBUNJOGJA.COM - Museum bukan sekadar tempat menyimpan barang peninggalan bersejarah, melainkan tempat manusia kembali belajar memaknai sejarah.
Keyakinan itu tumbuh perlahan selama dua puluh tahun lebih Agus (56) bekerja sebagai staf pemandu museum di Museum Dewantara Kirti Griya (MDKG) Yogyakarta.
Saat pertama kali ditempatkan di museum, Agus mengaku pengetahuannya akan museum dan sejarah masih sangat amatir.
Latar belakang pendidikannya yang sama sekali tidak berkaitan dengan sejarah sempat membuatnya hilang arah.
Kendati demikian ia terus mencoba beradaptasi dan berusaha memahami seluk beluk tugas staf museum.
Atas saran dari staf seniornya, ia mulai menyelami dunia museum dengan membaca buku-buku tentang museum dan sejarah Tamansiswa yang ada dalam koleksi Perpustakaan MDKG.
Setelah kurang lebih dua sampai tiga tahun, Agus mulai menemukan ritmenya.
Banyaknya interaksi yang dilakukan dengan pengunjung yang beraneka ragam membuatnya semakin luwes dan lebih menikmati pekerjaannya.
“Awal-awalnya ya bingung tapi ya lama-lama saya kalau ada pengunjung itu dari dia datang sudah, 'oh model orangnya seperti ini, ya saya layani seperti ini,' begitu,” ujar Agus, saat ditemui pada Selasa (4/11/2025), di Perpustakaan MDKG, Jalan Tamansiswa no. 25 Yogyakarta.
Bekerja menjadi pemandu museum nyatanya tidak hanya butuh pengetahuan akan sejarah yang tertoreh di dalamnya, namun juga jam terbang tinggi dalam memahami dan menguasai seisi museum.
Baca juga: Generasi Z Didorong Hidupkan Museum sebagai Tempat Bermain, Belajar, dan Menemukan Makna
Agus menegaskan, pemandu museum juga harus siap memahami pengunjung dari segi manapun.
Seperti apa gestur dan gaya bicara yang digunakan ketika memandu selalu disesuaikan dengan karakter tiap-tiap pengunjung yang datang.
Rentang usia dan profesi pengunjung museum yang beragam mulai dari anak-anak sekolah, mahasiswa, peneliti hingga karyawan kantor menjadi faktor utama yang membuat Agus betah bertahan sebagai staf pemandu museum.
“Ya museum ini ternyata ruang publik yang menarik sekali, karena kita menghadapi berbagai macam orang. Bagi saya itu jadi tantangan yang menyenangkan,” ucapnya sambil tersenyum.
Mereka yang Melestarikan Museum
Belum lama ini, Museum Dewantara Kirti Griya menjadi satu dari sepuluh museum di Indonesia yang memperoleh Anugerah Kebudayaan Indonesia (AKI) 2025 Kategori Museum dari Kementerian Kebudayaan.
Tentu diperolehnya penghargaan itu tidak luput dari kerja keras mereka yang aktif menjaga dan melestarikan museum.
Selama dua puluh tahun lebih bekerja di museum, Agus merasa sangat bahagia karena bisa berinteraksi dengan berbagai macam orang dengan karakter yang berbeda-beda.
Menurutnya, pengalaman langka itu tidak akan bisa ia alami jika saja ia tidak bekerja di museum.
Ketika ditanya koleksi museum favoritnya, Agus menyebutkan bahwa mesin ketik dan pakaian Ki Hadjar Dewantara adalah muara dari semua perjalanan dan perjuangan hidup Ki Hadjar Dewantara.
“Mesin ketik itu ya bukti alat perjuangan beliau. Kalau yang lain bawanya senjata, kalau Ki Hadjar itu ya alat perjuangannya mesin ketik itu,” katanya.
Dengan penuh semangat, ia bercerita bagaimana mesin ketik itu sendiri sudah sangat mewakili sosok Ki Hadjar Dewantara.
Mesin ketik itulah yang menjadi saksi mata semenjak Ki Hadjar Dewantara masih aktif menjadi wartawan dan banyak menulis artikel perlawanan terhadap Belanda, hingga pada akhirnya Ki Hadjar Dewantara beralih ke pendidikan dan mendirikan sekolah Tamansiswa.
Agus lantas mengibaratkan museum sebagai etalase depan bagi edukasi sejarah bangsa Indonesia.
Ia menggambarkan MDKG sebagai garda terdepan Tamansiswa, serta tempat cerita perjuangan dan sejarah pemikiran Ki Hadjar Dewantara dilestarikan.
Baca juga: Merawat Warisan Piano Ki Hadjar Dewantara di Yogyakarta
Setiap kali museum kedatangan pengunjung pelajar dan mahasiswa, Agus selalu tidak lupa untuk membawa mereka ke titik nol dan memperkenalkan kembali sosok Ki Hadjar Dewantara.
“Saya sering berangkat dari nol begitu, ‘coba siapa Ki Hadjar itu?’. Ternyata banyak pelajar yang nggak tahu. Jadi memang tugas kami itu mengingatkan masyarakat bahwa ada tokoh pendidikan nasional namanya Ki Hadjar Dewantara,” jelasnya.
Setiap benda di museum memiliki kisahnya sendiri, dan setiap kisah adalah serpihan dari ingatan bangsa.
Dua puluh tahun bekerja sebagai staf museum membuat Agus percaya, menjaga museum berarti menjaga agar ingatan kolektif bangsa tidak lekas pudar.
(MG Shafira Puti Krisnintya)
| Kisah Semangat Berbagi Para Relawan Sedekah Mben Jumat Yogyakarta |
|
|---|
| Papan Nama di Jalan Tamansiswa Jogja Roboh, 2 Tukang Parkir Luka dan 2 Mobil Rusak |
|
|---|
| Merawat Warisan Piano Ki Hadjar Dewantara di Yogyakarta |
|
|---|
| Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Bantu UMKM Atasi Limbah Kain lewat Program Circular Economy |
|
|---|
| Apa Kata Polisi Video Viral Orang Tak Dikenal Ditangkap di Tamsis Jogja |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.