Kisah Semangat Berbagi Para Relawan Sedekah Mben Jumat Yogyakarta
Sedekah Mben Jumat (SMJ) memberikan ruang bagi para warga untuk tidak hanya mendonasikan rezeki, namun juga saling berbagi barang bermanfaat.
Penulis: Tribun Jogja | Editor: Joko Widiyarso
Ringkasan Berita:
- Komunitas Sedekah Mben Jumat (SMJ) lahir dari semangat berbagi Sahabat Museum Dewantara yang terinspirasi kebiasaan Ki Hadjar Dewantara bersedekah tiap Jumat.
- Kegiatan SMJ berkembang dari berbagi nasi bungkus menjadi sedekah barang pantas pakai.
- Setiap Jumat pagi, para relawan SMJ berkeliling rumah ke rumah untuk menjemput donasi dengan penuh ikhlas dan semangat.
TRIBUNJOGJA.COM - Bagi sebagian orang, Jumat adalah hari pendek menjelang akhir pekan.
Tapi bagi para relawan komunitas Sedekah Mben Jumat (SMJ), hari itu justru menjadi hari panjang yang bermakna.
Termasuk bagi pasangan Topo (59) dan Ninik (58), relawan SMJ yang setiap Jumat pagi selalu berkeliling rumah ke rumah untuk mengambil barang donasi.
Sesampainya di lokasi, bersama dengan relawan lain mereka menyiapkan meja, menata tenda, dan menyusun barang-barang dari para donatur untuk dipajang di atas meja.
“Tantangan terbesar saat menjalankan SMJ yaitu saat hari Jumat kondisi kurang fit dan kami sambil berangkat musti ngambil barang dahulu ke donatur. Tapi itu semua kami jalani dengan senang hati dan ikhlas,” ungkap Topo, saat ditemui di tenda sedekah SMJ di Jalan Tamansiswa no. 31, Yogyakarta, pada Jumat (31/10/2025).
Baca juga: Denpom IV/2 Yka dan BTA Nusantara Berbagi Jumat Berkah di Jalan Magelang Jogja
Sedekah Mben Jumat merupakan komunitas berbagi yang rutin membagikan makanan gratis kepada siapa saja yang melewati Jalan Tamansiswa.
Namun sejak dua tahun belakangan, komunitas itu juga membuka donasi bagi mereka yang ingin menyumbangkan barang bekas pantas pakai mulai dari baju, buku, sepatu hingga peralatan rumah tangga bekas.
Dari Nasi Bungkus ke Tenda Sedekah
Ide awal dibentuknya komunitas ini berasal dari inisiasi komunitas Sahabat Museum Dewantara, tidak lama sesudah mereka mendirikan Kafe Museum di kompleks Museum Dewantara Kirti Griya, yang berlokasi di Jalan Tamansiswa no. 25, Yogyakarta.
“Awalnya kami ingin menyediakan makan siang gratis untuk para pak becak di sekitar Tamansiswa. Ternyata yang datang juga ada para penjaja keliling dan lainnya,” ucap Cak Lis, koordinator SMJ, saat ditemui pada Jumat (31/10/2025).
Ia menambahkan, semangat anggota Sahabat Museum dalam menjalankan SMJ meningkat setelah mendengar cerita dari salah seorang cucu Ki Hadjar Dewantara bahwa kakeknya dahulu juga memiliki rutinitas sedekah setiap hari Jumat.
Ki Hadjar Dewantara selalu menyiapkan nasi bungkus setiap Kamis malam untuk dibagikan setiap Jumat kepada orang-orang kurang mampu di sekitar rumahnya.
Setelah berjalan selama beberapa bulan, konsep kegiatan SMJ mulai bertransformasi dengan menyediakan makan siang gratis secara prasmanan dan berpindah ke selatan museum, tepatnya di Oase Cafe, tidak jauh dari lokasi mereka saat ini.
Lauk-pauk yang disajikan merupakan hasil masakan teman-teman Kafe Museum dan beberapa hasil sumbangan masakan dari alumni Tamansiswa.
Bekerja sama dengan Oase Cafe, jumlah makanan yang disajikan terus bertambah untuk dinikmati para pejuang jalanan selepas salat Jumat.
Seiring berjalannya waktu, donasi terus bertambah, baik donasi makanan, minuman, vitamin, maupun donasi berupa uang.
Suasana akrab yang terjalin di SMJ dapat terlihat dari bagaimana para relawan, donatur, dan mereka yang datang saling menyapa hangat dan bertukar cerita.
“Yang mengharukan, pernah ada penjaja rujak yang setiap datang selalu minta dua piring yang dia isi dengan lotis untuk para relawan SMJ. ‘Saya juga ingin bersedekah, Mas, Mbak,' begitu katanya,” ujar Cak Lis, menambahkan.
Saat pandemi datang dan orang-orang tidak bisa berkumpul, SMJ berganti konsep dengan menyediakan nasi bungkus gratis yang diletakkan di etalase di area trotoar Jalan Tamansiswa untuk diambil oleh siapa saja yang lewat.
Cak Lis bercerita, sempat pula relawan SMJ menggunakan motor berkeliling membagikan nasi bungkus dan air minum kepada mereka yang membutuhkan.
Usai pandemi, SMJ kembali berkembang dengan membuka sedekah barang bekas pantas pakai yang masih berlangsung hingga hari ini.
Berbagi Manfaat Untuk Sesama
Jumat kali ini menjadi Jumat ke-300 bagi para relawan dalam menjalankan kegiatan SMJ.
Selama menjalankan SMJ, Topo menceritakan berbagai macam pengalaman uniknya saat berinteraksi dengan warga yang berdatangan mengambil barang sedekah.
“Saat mereka membutuhkan barang yang saat itu disitu tidak ada, dan mereka pesan lain hari kalau ada barang tersebut minta disimpankan untuk mereka. Sudah seperti di toko saja,” celetuk Topo sambil tertawa ringan.
Tidak hanya pengalaman unik, tidak jarang pula para relawan dibuat terharu oleh kata-kata yang disampaikan warga sesudah menerima nasi bungkus atau barang sedekah.
“Ada (warga) yang setelah dia mendapatkan barang yang dibutuhkan, selalu mendoakan kita. Itu yang suka bikin kita terenyuh,” ungkap Ninik dengan senyuman terpatri di wajahnya.
Baca juga: Tradisi Sebaran Apem Yaa Qowiyyu Digelar, Warga Jatinom Klaten Ikut Sedekah
Dari sudut jalan, Cak Lis berbagi cerita tentang bagaimana uang-uang hasil donasi sedekah juga dimanfaatkan menjadi pemberdayaan bagi para relawannya, termasuk Topo dan Ninik.
Sepasang suami istri itu dapat mengembangkan dan memasarkan produk UMKM mereka berupa wedang uwuh berkat bantuan donasi dari SMJ.
Beberapa produk UMKM lain hasil pemberdayaan uang donasi SMJ di antaranya adalah ayam woku, bebek bakar, gurame bakar, dan srundeng paru.
“Harapannya ya ini bisa jadi wadah untuk orang-orang menyeimbangkan harta yang berlebih, seperti barang-barang bekas yang masih pantas pakai, bisa diberikan pada mereka yang membutuhkan,” tambah Cak Lis.
Di tengah krisis ekonomi, SMJ memberikan ruang bagi para warga untuk tidak hanya memberi dan mendonasikan rezeki, namun juga saling berbagi barang yang masih bisa dimanfaatkan.
Mewakili para relawan lainnya, Topo dan Ninik berharap kegiatan SMJ akan terus berjalan untuk menghadirkan ruang berbagi dan peduli terhadap sesama. (MG Shafira Puti Krisnintya)
| Merawat Warisan Piano Ki Hadjar Dewantara di Yogyakarta |
|
|---|
| Lebih dari Ekspedisi, JNE Gaungkan Toleransi Beragama Lewat Media Sosial |
|
|---|
| Kisah Pedagang Klithikan, dari Seniman ke Rongsok Mencari Makna Tanpa Ambisi |
|
|---|
| Ide Kreatif Petani Gunungkidul, Ciptakan 'Sawah Rosok' Sebagai Metode Tanam Padi dari Bahan Bekas |
|
|---|
| Nasib Pedagang di Pasar Klithikan Pakuncen yang Kian Sepi Pengunjung |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.