Kasus HIV AIDS di Gunungkidul Masih Tinggi, Dinkes Perkuat Pencegahan Lewat Terapi ARV

Kasus HIV/AIDS di Kabupaten Gunungkidul masih tergolong tinggi. Berdasarkan data kasus HIV di Gunungkidul bergerak fluktuatif

Penulis: Nanda Sagita Ginting | Editor: Yoseph Hary W
Kompas.com
Ilustrasi HIV/AIDS 

Laporan Reporter Tribun Jogja Nanda Sagita Ginting 

TRIBUNJOGJA.COM, GUNUNGKIDUL - Dinas Kesehatan (Dinkes)  Kabupaten Gunungkidul memperkuat langkah pencegahan dan pengendalian penularan HIV/AIDS lewat obat antiretroviral (ARV) bagi penderita. Pengobatan ini untuk kasus HIV/AIDS, yang dapat meningkatkan kualitas hidup ODHA, walau tidak dapat menyembuhkan. 

Kasus HIV/AIDS di Kabupaten Gunungkidul masih tergolong tinggi. Berdasarkan data kasus HIV di Gunungkidul bergerak fluktuatif dengan angka penularan HIV pada 2021 tercatat 38 kasus, dan Aids ada 14 kasus.

Lalu, angka ini meningkat drastis pada 2022, dengan 76 kasus HIV dan 36 kasus Aids. Penurunan terjadi pada 2023, namun di 2024 tercatat lagi 44 kasus HIV dan9 kasus Aids.

Kepala Dinkes Gunungkidul Ismono mengatakan pemberian terapi ARV menjadi salah satu langkah utama untuk menekan laju penularan virus HIV. Dengan pengobatan teratur, jumlah virus dalam tubuh penderita dapat ditekan hingga tidak terdeteksi, sehingga risiko menularkan kepada orang lain menurun signifikan.

“ARV berfungsi menekan jumlah virus dalam tubuh, sehingga daya tahan pasien bisa tetap terjaga dan penularan ke orang lain bisa dicegah. Semua pasien yang terdeteksi positif wajib mendapat pendampingan dan terapi ARV,” ujarnya saat dikonfirmasi,  Senin (27/10/2025).

Ia menyebut,  telah menyiapkan layanan pemeriksaan dan terapi HIV/AIDS di sejumlah fasilitas kesehatan, termasuk puskesmas dan rumah sakit rujukan. Pendampingan juga diberikan melalui petugas lapangan serta kelompok dukungan sebaya untuk memastikan pasien rutin mengonsumsi obat.

“Kami terus memastikan ketersediaan obat ARV dan akses layanan bagi semua penderita. Selain itu, edukasi juga kami lakukan agar masyarakat tidak takut memeriksakan diri,” ujarnya.

Selain pengobatan, Dinkes juga menggelar berbagai kegiatan sosialisasi, terutama kepada kelompok berisiko tinggi seperti pekerja migran, remaja, serta pasangan usia subur. Upaya ini dilakukan agar masyarakat lebih memahami pentingnya tes HIV dan tidak memberi stigma kepada orang dengan HIV/AIDS (ODHA).

“Pencegahan harus dilakukan dari hulu, mulai dari edukasi, perilaku hidup sehat, hingga pemeriksaan rutin. Kami ingin masyarakat sadar bahwa HIV bisa dikendalikan dengan pengobatan, bukan dijauhi,” tuturnya.

Ia menegaskan, dengan deteksi dini dan terapi ARV yang berkelanjutan, penderita HIV/AIDS tetap bisa hidup sehat dan produktif. Dinkes juga bekerja sama dengan lembaga swadaya masyarakat serta komunitas peduli AIDS untuk memperluas jangkauan edukasi di tingkat kalurahan.

“Kami harap masyarakat berani melakukan tes. Semakin cepat diketahui, semakin besar peluang pengobatan berhasil,” urainya (ndg)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved