Potensi La Nina hingga Januari 2026, Ahli Geografi UGM Beberkan Dampak di Setiap Wilayah

Menurut Emilya, umumnya yang paling sering terkena dampak La Nina dimulai dari wilayah Indonesia bagian timur

Penulis: Miftahul Huda | Editor: Yoseph Hary W
bmkg.go.id
Foto ilustrasi prakiraan cuaca 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi La Nina akan terjadi di Indonesia dengan potensi mencapai 50-70 persen pada periode Oktober 2025 hingga Januari 2026. 

Berdasarkan indeks dan durasi kejadiannya, potensi ini termasuk ke dalam kategori lemah sehingga pengaruhnya terbatas lokal saja. Tetap ada peningkatan curah hujan walau tidak terlalu besar dengan intensitas berbeda-beda di setiap daerah.

Dosen Fakultas Geografi, Dr. Emilya Nurjani, menjelaskan bahwa La Nina terjadi karena adanya perbedaan tekanan udara yang menyebabkan peningkatan tekanan di Samudra Pasifik. 

Pada saat terjadinya La Nina, tekanan udara di Indonesia lebih rendah dibandingkan Samudera Pasifik sisi timur, di Amerika Selatan, sehingga peluang hujan di Indonesia menjadi lebih besar. 

"Sebetulnya La Nina ini termasuk dalam gangguan dan itu tidak bisa dicegah karena itu sistem tekanan udara yang regional bahkan bisa menjadi global,” jelasnya, Kamis (23/10/2025)

Menurut Emilya, umumnya yang paling sering terkena dampak La Nina dimulai dari wilayah Indonesia bagian timur dan kemudian menyusur ke bagian barat. 

Berdasarkan topografinya, wilayah Indonesia sangat beragam sehingga pengaruhnya sangat lokal. Tidak semua wilayah Indonesia akan memiliki dampak yang sama di setiap daerah di Indonesia. 

“Belum tentu bahwa La Nina berpengaruh di Jogja juga mempunyai pengaruh yang sama seperti di Kalimantan atau Jakarta,” ucapnya.

Emilya menyarankan agar kedepannya BMKG dapat memberikan peringatan dengan bahasa yang lebih mudah dipahami oleh masyarakat. 

BMKG selalu memberikan early warning iklim dan cuaca terutama untuk cuaca ekstrim. 

Namun, terkadang yang disampaikan tidak dapat dipahami dengan baik oleh masyarakat sehingga terkadang salah dipahami oleh masyarakat. 

Misalnya, kalau musim kemarau itu tidak hujan, kalau musim hujan itu selalu hujan. 

“Sebenarnya tidak seperti itu, musim hujan dan kemarau itu dilihat dari curah hujannya,” ujarnya.

Sebagai penutup, Ia menambahkan bahwa pemahaman masyarakat tentang La Nina perlu diberikan sosialisasi lebih lanjut. 

Pemahaman masyarakat, menganggap apabila ada La Nina akan menyebabkan hujan terus menerus dan banjir. 

Namun, terkadang dampak dari La Nina tidak sampai menyebabkan banjir karena semua itu kembali ke wilayahnya masing-masing. 

“Jadi dampaknya tidak bisa di universalkan seluruh Indonesia, tidak bisa disamaratakan kalau kita bicara cuaca dan iklim,” tambahnya. (hda)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved