Pakar UGM Soroti Perlunya Kompromi antara Buruh dan Pengusaha dalam Penetapan UMP

“Saya sepakat bahwa kenaikan upah perlu didorong. Bagaimanapun, buruh adalah aset besar perusahaan dalam meningkatkan efektivitas dan produktivitasnya,” ujarnya.

Ia menilai, selama ini banyak pelaku usaha masih memandang upah sebagai beban, bukan investasi. 

“Paradigma itu harus diubah. Upah yang layak bisa meningkatkan semangat kerja dan loyalitas buruh. Ketika produktivitas naik, omzet dan aset perusahaan juga ikut naik. Artinya, kenaikan upah sebenarnya investasi jangka panjang,” tutur Hempri.

Menurutnya, kondisi UMP DIY yang masih tergolong rendah dibandingkan daerah lain menjadi salah satu alasan kuat bagi buruh untuk menuntut kenaikan. 

“Dengan upah saat ini, banyak buruh kesulitan membeli rumah atau memenuhi kebutuhan dasar, apalagi harga-harga di Yogyakarta terus meningkat,” ujarnya.

Hempri mengingatkan, kebijakan upah tidak bisa dilepaskan dari kondisi ekonomi lokal. Ia menyoroti bahwa sektor dominan di DIY seperti perhotelan dan jasa masih menghadapi tekanan pascapandemi.

“Banyak perusahaan melakukan efisiensi karena kegiatan seperti rapat dan pertemuan di hotel menurun. Dalam situasi seperti ini, penyesuaian upah harus hati-hati, tetapi tetap berpihak pada kesejahteraan pekerja,” katanya.

Ia menilai, angka KHL sekitar Rp3,7 juta yang diusulkan MPBI masih tergolong wajar melihat kenaikan biaya hidup. Namun, ia menegaskan bahwa besarannya tetap perlu dibahas dalam forum bersama agar tidak menimbulkan resistensi di kalangan pengusaha.

“Kenaikan upah harus berbasis data dan dialog. Dengan begitu, keputusan yang diambil bisa diterima semua pihak,” ujarnya.

Selain penyesuaian upah, Hempri menilai penting bagi pemerintah untuk memperkuat program pelatihan keterampilan tambahan (soft skill) bagi buruh agar memiliki alternatif penghasilan.

“Langkah seperti pelatihan keterampilan ini bagus, tetapi harus disesuaikan dengan waktu kerja buruh yang umumnya padat. Idealnya dilakukan malam hari atau akhir pekan agar tidak mengganggu pekerjaan utama,” katanya.

Menurutnya, pelatihan yang tepat guna dapat meningkatkan daya saing buruh di tengah dinamika ekonomi yang cepat berubah. “Keterampilan tambahan bisa menjadi penopang ekonomi keluarga, sekaligus meningkatkan posisi tawar buruh di pasar tenaga kerja,” ujarnya.

Hempri menegaskan bahwa kesejahteraan buruh dan kelangsungan usaha tidak bisa dipisahkan.

“Tahun lalu UMP DIY naik sekitar 6,5 persen. Ke 
depan, besarannya tentu perlu kembali dibahas dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi terkini,” katanya.

Menurutnya, hubungan antara buruh dan pengusaha harus bersifat saling membutuhkan. “Buruh membutuhkan pengusaha, dan pengusaha membutuhkan buruh. Keduanya harus membangun hubungan simbiosis mutualisme yang sehat agar tercipta iklim ketenagakerjaan yang kondusif di Daerah Istimewa Yogyakarta,” ujar Hempri.