Pakar UGM Beri Tips dan Cara Beri Pertolongan Pertama Bila Keracunan MBG
Sementara itu, keracunan makanan bukan disebabkan oleh reaksi sistem imun, melainkan akibat masuknya kuman atau zat berbahaya
Penulis: Miftahul Huda | Editor: Yoseph Hary W
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Kasus keracunan makanan program Makan Bergizi Gratis (MBG) menimbulkan banyak korban terutama kalangan siswa yang menjadi sasaran dari program tersebut.
Oleh karena itu aspek keamanan pangan sangat penting. Sayangnya masyarakat awam dan tenaga pendidik belum dibekali pengetahuan cukup mengenai perbedaan alergi dan keracunan makanan.
Menanggapi hal ini, Guru Besar Mikrobiologi Klinik FK-KMK UGM, Prof dr Tri Wibawa, menjelaskan soal perbedaan antara alergi dan keracunan makanan, agar masyarakat dapat mengambil langkah pertolongan pertama yang tepat ketika gejala muncul.
Menurutnya, alergi makanan dan keracunan makanan memiliki penyebab dan mekanisme yang sangat berbeda.
“Alergi makanan merupakan reaksi sistem kekebalan tubuh yang terjadi segera setelah mengonsumsi makanan tertentu. Bahkan dalam jumlah kecil, makanan pemicu alergi dapat menyebabkan gejala seperti biduran, pembengkakan saluran pernapasan yang memicu asma, hingga gangguan pencernaan,” katanya, Jumat (10/10/2025).
Dalam beberapa kasus, reaksi alergi dapat berujung pada kondisi yang mengancam jiwa yang dikenal sebagai anafilaksis.
Sementara itu, keracunan makanan bukan disebabkan oleh reaksi sistem imun, melainkan akibat masuknya kuman atau zat berbahaya dalam makanan atau minuman yang dikonsumsi.
“Keracunan makanan biasanya menimbulkan gejala seperti sakit perut, muntah, dan diare, yang muncul beberapa jam hingga hari setelah mengonsumsi makanan tersebut,” terangnya.
Tri menambahkan, sebagian besar kasus keracunan bersifat ringan dan dapat sembuh tanpa pengobatan khusus, tetapi dalam kondisi tertentu dapat berakibat serius jika tidak segera ditangani.
Namun pada kasus keracunan, ia menyebutkan bahwa bakteri seperti Salmonella sp dan Escherichia coli (E. coli) memiliki mekanisme yang berbeda dalam menyebabkan keracunan makanan.
Salmonella patogenik dapat bertahan dari asam lambung dan menyerang mukosa usus, memicu peradangan serta luka pada dinding usus.
Sedangkan E. coli penghasil toksin Shiga (Shiga toxin-producing E. coli / STEC) dapat menyebabkan penyakit tular makanan yang parah.
“Meskipun gejalanya mirip, mekanisme penyebabnya berbeda-beda tergantung jenis bakterinya,” ungkapnya.
Dalam konteks program Makan Bergizi Gratis di sekolah, Tri menekankan pentingnya penanganan pertama yang cepat dan tepat ketika siswa menunjukkan gejala keracunan makanan.
“Muntah dan diare dapat menyebabkan kehilangan cairan dan elektrolit. Langkah paling penting dalam pertolongan pertama adalah mengganti cairan dan elektrolit yang hilang untuk mencegah dehidrasi,” ujarnya.
Dosen Mikrobiologi Klinik ini menyarankan agar penderita banyak minum air putih atau cairan dengan suplemen elektrolit.
Suasana Belajar Mengajar di SMPN 1 Wedi Klaten Setelah Keracunan MBG |
![]() |
---|
Siswa Korban Keracunan Menu MBG di Klaten Tembus Angka Lima Puluh |
![]() |
---|
Satu Jam Setelah Santap MBG Pelajar di Klaten Mual, Muntah, Pusing |
![]() |
---|
Anak Lebih Rentan Kena DBD, Guru Besar Fakultas Kedokteran UGM Sebut Gejala yang Patut Diwaspadai |
![]() |
---|
MBG Belum Lepas dari Persoalan, Mekanisme Distribusi Dinilai Bermasalah |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.