Kasus Bullying Sering Tak Tercatat, RSJ Grhasia Dorong Kolaborasi Sekolah Cegah Gangguan Mental Anak

Data khusus mengenai bullying atau perundungan memang belum terdokumentasi secara rinci karena sebagian besar kasus tidak dilaporkan secara langsung

Dok.Istimewa
Direktur RSJ Grhasia, dr. Akhmad Akhadi S, MPH (tengah), bersama Wakil Direktur Pelayanan RSJ Grhasia, dr. Tri Sunu Handayani (kanan), menjelaskan tren peningkatan kasus kekerasan terhadap anak di DIY dalam dua tahun terakhir, Senin (6/10/2025). RSJ Grhasia mendorong penerapan program Sekolah Sehat Jiwa (SSJ) untuk mencegah perundungan dan memperkuat kesehatan mental siswa. 

Program ini bertujuan menciptakan lingkungan belajar yang mendukung kesehatan mental siswa dengan melibatkan berbagai unsur sekolah. 

Salah satu komponen utama program ini adalah pelatihan peer counselor atau konselor sebaya, yakni pelajar yang dilatih agar mampu memberikan dukungan awal bagi teman yang mengalami tekanan mental atau perundungan.

“Anak-anak lebih mudah terbuka kepada teman sebayanya dibanding guru atau orang tua. Karena itu, kami latih konselor sebaya agar tahu bagaimana mendengar keluhan, merespons dengan empati, dan membantu mengarahkan teman yang butuh bantuan profesional,” kata Akhmad.

Program SSJ juga melibatkan guru bimbingan konseling (BK), wali kelas, dan orangtua.

Tri Sunu menjelaskan, setiap kali dilakukan screening kesehatan mental di sekolah, hasilnya disampaikan kepada pihak sekolah dan keluarga agar penanganan dapat dilakukan sejak dini. 

“Kalau masalahnya ringan, bisa ditangani di sekolah melalui guru BK atau konselor sebaya. Namun, kalau sudah berat, kami bantu dengan rujukan ke fasilitas kesehatan jiwa,” ujarnya.

Hingga kini, RSJ Grhasia telah menjalankan uji coba program SSJ di salah satu sekolah di Yogyakarta.

Hasilnya menunjukkan perubahan positif dalam pola interaksi antar siswa.

“Anak-anak mulai belajar mendengarkan, menumbuhkan empati, dan menghargai perbedaan. Mereka lebih peka terhadap teman yang terlihat murung atau menarik diri,” kata Tri Sunu.

Meski demikian, keterbatasan tenaga dan sumber daya menjadi kendala dalam memperluas pelaksanaan program.

Akhmad menilai, kolaborasi lintas sektor perlu diperkuat agar SSJ bisa diterapkan secara lebih luas.

“Anak-anak sekolah adalah aset bangsa. Membangun lingkungan yang aman dan sehat jiwa tidak bisa hanya dilakukan oleh rumah sakit atau sekolah, tetapi juga butuh peran pemerintah, lembaga pendidikan, dan masyarakat,” ujarnya.

Ia menekankan, pendidikan nilai menjadi bagian penting dalam upaya pencegahan bullying. “Anak harus ditanamkan nilai-nilai kemanusiaan bahwa setiap orang itu berbeda dan memiliki martabat yang sama. Cara paling efektif untuk mengajarkan itu adalah melalui keteladanan — dari orang tua, guru, hingga pemimpin,” katanya.

Tri Sunu menambahkan, konsep sekolah sehat jiwa bukan hanya soal mengatasi masalah mental, tetapi juga menumbuhkan kepedulian sosial di lingkungan sekolah.

“Sering kali masalah anak di sekolah berakar dari rumah — entah karena konflik keluarga, tekanan ekonomi, atau kekerasan domestik. Karena itu, sekolah perlu peka, peduli, dan menciptakan ruang aman agar anak tidak merasa sendirian,” ujarnya.

Menurutnya, dengan dukungan bersama antara keluarga, sekolah, dan tenaga kesehatan, kasus perundungan bisa ditekan. (*)

Sumber: Tribun Jogja
Halaman 2 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved