Sekda DIY Minta Program MBG Dievaluasi Menyeluruh, Tekankan Perlunya Mekanisme yang Jelas

Sekda DIY menilai mekanisme kerja sama antara sekolah dan penyedia MBG perlu diperjelas, termasuk soal pertanggungjawaban jika terjadi insiden.

TRIBUNJOGJA.COM/ HANIF SURYO
Sekda DIY, Ni Made Dwipanti 

Pada poin ketujuh, sekolah penerima diminta menjaga kerahasiaan informasi jika terjadi kejadian luar biasa, seperti keracunan makanan, ketidaklengkapan isi paket, hingga kondisi lain yang berpotensi mengganggu kelancaran program.

“Kami sudah melaporkan ke Ombudsman Republik Indonesia (ORI) DIY terkait perjanjian itu. MoU memang ada, dan pada poin terakhir sekolah diminta menjaga kerahasiaan serta menyelesaikan dengan kekeluargaan. Padahal, ketika ada kasus keracunan, sekolah tentu berharap ada pertanggungjawaban yang jelas dari pihak penyelenggara,” ujarnya, Selasa (23/9/2025).

Kecurigaan semakin muncul karena sekolah mendapati adanya naskah MoU versi Badan Gizi Nasional (BGN) yang tidak memuat poin kerahasiaan tersebut. 

“Di versi BGN, kami juga mempertanyakan tidak adanya poin tentang pertanggungjawaban dari pihak penyelenggara. Itu yang menjadi masalah, karena waktu kejadian, salah satu siswa kami diare parah sampai harus dirujuk ke rumah sakit. Anak itu tidak punya kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN),” katanya.

Ia mengaku berulang kali meminta pihak SPPG menanggung biaya perawatan, meskipun akhirnya siswa tersebut tidak sampai rawat inap.

“Tetap saja saya jengkel karena pihak SPPG seakan lepas tangan,” tuturnya.

Pasca-insiden, sekolah meminta penundaan pelaksanaan MBG selama sebulan. Kini, program kembali dijalankan dengan pengawasan ketat dari pihak sekolah maupun SPPG.

Selain ke ORI DIY, kejanggalan MoU tersebut juga sudah dilaporkan ke Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Disdikpora) Kulon Progo.

“Kalau bisa dibuat kesepakatan ulang, karena merugikan jika tidak ada penanggungjawabnya,” ujarnya.

JCW Desak Sanksi Tegas

Terpisah, Jogja Corruption Watch (JCW) mendesak pemerintah menjatuhkan sanksi tegas kepada Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang diduga lalai hingga memicu kasus keracunan massal di salah satu sekolah di Kulonprogo, Daerah Istimewa Yogyakarta, pada akhir Juli 2025.

Deputi Bidang Pengaduan Masyarakat JCW, Baharuddin Kamba, menegaskan bahwa dugaan kelalaian penyedia MBG (Makan Bergizi Gratis) tidak bisa ditoleransi karena telah menimbulkan risiko serius bagi kesehatan pelajar.

“Sanksi tetap harus dijatuhkan, karena kan diduga akibat kelalaiannya menyebabkan terjadinya keracunan massal yang dapat berakibat fatal. Sehingga pemberian sanksi perlu dilakukan kepada SPPG yang terbukti lalai dalam menjalankan SOP sehingga diduga menyebabkan terjadinya keracunan ratusan bahkan mencapai ribuan di sejumlah daerah di tanah air,” kata Baharuddin, Rabu (23/9/2025).

Dalam perjalanannya, menurut Baharuddin, terungkap adanya perjanjian antara sekolah dengan penyedia MBG yang memuat klausul kerahasiaan apabila terjadi kasus keracunan.

Hal itu sebelumnya diungkapkan oleh Kepala Sekolah swasta di Kalurahan Bendungan, Kapanewon Wates, Kulonprogo, tempat insiden keracunan sempat terjadi.

Halaman
123
Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved